Seseorang Masuk ke Kamar Santriwati, Kancing Baju SZA Sudah Terbuka

Rabu, 08 Desember 2021 – 04:59 WIB
Ilustrasi tindak pelecehan seksual. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com, BOGOR - Pelecehan seksual diduga terjadi di salah satu pondok pesantren (ponpes) yang ada di wilayah Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat.

Korbannya seorang santriwati berinisial SZA (12). Terungkapnya kasus dugaan pelecehan seksual tersebut setelah korban mengakui kejadian yang dialaminya kepada kedua orang tuanya.

BACA JUGA: Brigjen TNI Ahmad Rizal Ikut Mengangkat Jenazah Suri dari Tumpukan Kayu

Saat awal pertama mengenyam ilmu agama di ponpes tersebut pada 13 Agustus 2021, siswi kelas 7 itu tak ada yang janggal.

Tetapi, perubahan mulai terlihat saat SZA diantarkan kedua orang tuanya ke sekolah atau SD lamanya untuk melakukan proses cap tiga jari pada 13 September 2021.

BACA JUGA: Iptu JM Ditabrak-Dilindas Bandar Narkoba, Kombes Hengki: Tim Khusus Sudah Bergerak

Di situ, SZA terlihat lebih banyak diam, berbeda dengan kebiasaannya sehari-harinya.

Sempat ditanya oleh kedua orang tuanya, santriwati ini menjawab tidak terjadi apa-apa.

BACA JUGA: Bus Berisi Siswa Sekolah Polisi Negara Tabrakan dengan Truk, Ngeri, Ada yang Tewas

Kemudian, pada 27 Oktober 2021, kedua orang tua SZA mendapati kabar dari pihak ponpes bahwa anaknya mengalami sakit demam.

Saat itu, pihak ponpes menganjurkan kedua orang tua untuk menjemput SZA, dengan maksud untuk dibawa berobat dan beristirahat di rumah dengan batas waktu selama lima hari.

Setelah kondisi SZA mulai membaik selama menjalani perawatan di rumah, kedua orang tuanya pun berencana hendak mengantarkan anaknya lagi ke ponpes pada 5 November 2021.

Sebelum diantar ke ponpes, SZA bercerita kepada orang tuanya, pada saat mengalami sakit demam dia juga merasakan sakit di bagian dada hingga mengalami sesak.

Kemudian, kedua orang tuanya pun coba bertanya tentang penyakit yang dirasakan putrinya.

Pada saat itulah, SZA akhirnya buka suara kepada kedua orang tuanya bahwa dia diduga menjadi korban pelecehan seksual di ponpes.

“Dari situ anak kami baru bercerita, sebelum dia sakit malamnya ada kejadian pelecehan seksual yang dialami anak kami,” ungkap orang tua SZA, Parlindungan Simorangkir, Selasa (7/12).

Dari keterangan yang diungkapkan putri semata wayangnya itu, dijelaskan Parlindungan, sekitar pukul 02:00 WIB dini hari, ada seseorang yang diduga santri mengendap-endap masuk ke kamarnya.

SZA menyadari ada orang lain yang masuk kamarnya karena dia merasakan tempat tidurnya bergerak seperti ada yang menginjak dan berjalan di kasurnya.

Ketika membuka mata, SZA melihat sepintas ada seorang laki-laki yang kemudian berlari keluar dari kamarnya.

Di situ, SZA berpikir bahwa itu hanyalah mimpi semata dan kemudian melanjutkan tidurnya.

Tetapi tak berselang lama, SZA kembali terbangun dari tidurnya karena merasa ada seseorang yang menarik pakaian dalamnya dari arah depan.

Setelah terbangun, SZA dibuat kaget karena ada seseorang yang berdiri di depannya, lalu dia menepis lengan orang tersebut.

Belum sempat berteriak, SZA melihat orang tersebut berjalan mundur sambil mengangkat sarungnya yang terlihat jelas kemaluannya, karena tidak memakai celana dalam.

“Sepintas anak saya melihat ciri-ciri orang itu, rambutnya dikuncir di bagian atas, memakai kaus hitam dengan tulisan di bagian belakang dengan warna hitam dan putih serta memakai sarung warna hijau kotak-kotak,” ucap Parlindungan.

Setelah pelaku berlari keluar meninggalkan kamar, SZA mencoba membenarkan baju yang dikenakannya.

Saat itu, lanjut Parlindungan, kancing baju yang dikenakan anaknya sudah terbuka hingga bagian perut.

SZA pun tidak berani untuk melanjutkan tidurnya. Dia hanya menangis sambil menunggu teman-temannya terbangun.

“Jam setengah 4 teman-temannya sudah ada yang mulai bangun. Karena merasa sudah aman, anak saya sempat tidur sebentar,” imbuh dia.

Tak lama, dilanjutkan Parlindungan, anaknya dibangunkan rekan sekamarnya dengan tujuan mengajak Salat Subuh bersama.

SZA kemudian bercerita kepada rekannya atas kejadian yang dialaminya tersebut.

“Beberapa temannya juga ada yang mengaku melihat dan mendengar seseorang masuk lingkungan kamar santriwati,” kata Parlindungan.

Tak hanya itu, jendela kamar terbuka, bahkan lemari santriwati berantakan.

“Ada jejak kaki di luar, bahkan ada yang kehilangan uang dan makanan,” katanya.

Kemudian, dikatakan Parlindungan, para santriwati ini melaporkan kejadian yang dialaminya kepada salah satu pengajar ponpes.

“Setelah melapor anak saya dan teman-temannya dipanggil untuk dimintai keterangan. Setelah itu, mereka kembali beraktivitas dengan rasa waswas,” bebernya.

Namun bukannya mendapat ketenangan, kata Parlindungan, selang beberapa hari ada pengumuman dari pihak ponpes yang meminta para santriwati, khususnya kelas 7 agar tidak menceritakan kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut kepada orang tuanya masing-masing.

Dengan alasan, persoalan ini tengah diurus pihak ponpes dan agar tidak menjadi rasa waswas bagi santriwati lainnya.

Berdasarkan cerita itu, Parlindungan mengaku langsung meminta bertemu dengan pimpinan ponpes untuk membicarakan kejadian yang dialami anaknya.

“Sekitar tanggal 14 November akhirnya kami bertemu dengan salah satu pimpinan ponpes untuk mengadukan kejadian yang dialami anak kami. Kemudian disarankan untuk datang kembali tanggal 19 November untuk bertemu pimpinan ponpesnya,” kata dia.

Karena merasa percaya pihak ponpes akan memperketat pengawasan di lingkungannya, Parlindungan bersama istri mengantarkan SZA ke ponpes untuk belajar seperti biasa pada 15 November.

Sembari menunggu pertemuan dengan pimpinan ponpes untuk membahas dan meminta pertanggungjawaban atas kejadian yang dialami anaknya.

Namun pada saat waktu pertemuan tiba, Parlindungan tidak mendapati pimpinan ponpes hadir dalam pertemuan tersebut.

Karena tidak tenang, dia bersama sang istri memutuskan untuk menjemput SZA pada 24 November.

“Kami tidak puas dan tidak menerima, karena sepertinya pihak ponpes tidak menanggapi masalah anak saya dengan serius, maka kami menjemput anak kami kembali ke rumah,” imbuhnya.

“Kami juga berencana akan melaporkan kejadian ini ke Komnas HAM agar kasusnya terang benderang,” ujar Parlindungan.

Sementara itu, pihak ponpes belum merespons atau membalas pesan singkat yang disampaikan wartawan. (ded/radarbogor)

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler