Setahun, Kejari Cuma Tangani Tiga Perkara Korupsi

Sabtu, 05 Januari 2013 – 07:39 WIB
MEDAN-Kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan menangani perkara tindak pidana korupsi (tipikor) sepanjang tahun 2012 belum maksimal. Faktanya, Kejari Medan hanya mampu melakukan penyidikan terhadap tiga perkara tipikor dan satu di antaranya dalam tahap penuntutan.

Kasus yang sudah sampai tahap penuntutan tersebut yakni perkara Kesbangpol dan Linmas (Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat) Pemprov Sumut. Dalam kasus ini menyeret mantan Kepala Kesbangpol dan Linmas Darwinsyah (terdakwa).

Kasi Penkum Kejati Sumut Marcos Simaremare mengakui, pihaknya tidak bisa berbuat banyak untuk melakukan evaluasi terkait kinerja perangkat Kejari di Sumut.

Begitupun, langkah yang dilakukan Kejati Sumut hanya memberikan masukan, termasuk di dalamnya penyampaian data-data dan kinerja seluruh perangkat Kejari di Sumut kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). "Dalam hal ini, kami hanya memberikan masukan ke Kejagung, merekalah yang berhak," ujar Marcos.

Marcos mengaku, pihaknya tak bisa memberikan masukan kepada pihak Kejagung seperti merekomendasikan agar personel atau pimpinan di Kejari Medan untuk diperbaharui. Sebab, mereka hanya bisa menyampaikan data saja. “Hak memutuskan dari Kejagung,” kata Marcos lagi.

Namun Marcos tak mau bila Kejari Medan disebut "minim prestasi". Marcos berasalan karena Kejari di Sumut selama ini kekurangan personel. "Sebenarnya sebagian besar masalah yang terjadi di Kejari di Sumut adalah kekurangan personel. Kalau urusan kelayakan, itu urusan pimpinan pusat. Sebab idealnya, satu orang jaksa mempunyai dua orang pegawai," urainya sembari mengatakan di Sumut terdapat 22 Kejari.

Menurut Marcos, dalam rapat kerja akhir tahun kemarin, pimpinan Kejati Sumut telah menekankan kepada semua Kejari di Sumut untuk meningkatkan kinerjanya dalam penanganan tipikor.

"Memang ketika tahun 2005 silam,  Kejagung pernah membuat program 5-3-1. Dalam program itu per tahun Kejaksaan setingkat Kejati harus bisa menangani minimal lima perkara tipikor, Kejari Klas A minimal tiga perkara dan Kejari Klas B (daerah) minimal satu perkara,” papar Marcos.

Tapi pada tahun 2009, lanjut Marcos, program tersebut diubah menjadi program optimalisasi yakni penanganan kasus lebih diprioritaskan terhadap penanganan kasus besar dan mengejar pengembalian kerugian negara.

“Tetapi tetap ditekankan seluruh kejaksaan tetap harus meningkatkan kualitas dan kuantitas," tegas Marcos.

Marcos menambahkan, di tahun 2013 sebagian jaksa yang menangani perkara tipikor akan berganti. Sebab akan ada sertifikasi yang dilakukan terhadap perangkat jaksa dan akan dibuat penyidik khusus dengan tunjangan khusus yang menangani perkara tipikor. “Jadi nanti seluruh jaksa yang berkeinginan sertifikasi akan mengikuti ujian," katanya.

Dalam ujian sertifikasi jaksa penanganan perkara tipikor tersebut, nantinya akan dilihat kelayakan seorang jaksa. Jika memang kualitas atau pengetahuannya lebih cendrung ke perkara Pidana Umum (Pidum), maka jaksa tersebut akan menangani perkara Pidum.

Sebaliknya, jika jaksa dalam hasil ujian sertifikasinya menyatakan lebih cendrung ke perkara Pidana Khusus (Pidsus) maka jaksa tersebut akan mengangani perkara pidsus.

"Kemungkinan jaksa-jaksa yang lolos sertifikasi ini tetap di bawah Aspidsus. Nanti kan akan dilaksanakan ujian dan hasil ujian tersebut akan nampak keahlian seorang jaksa menonjolnya di mana. Programnya masih disusun tahun ini dan untuk seluruh Indonesia," pungkasnya. (far)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Aksi Densus 88 Dianggap Beringas

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler