Setara Institute: Rekam Jejak Jadi Standar Melihat Kapasitas dan Integritas Capres-Cawapres

Rabu, 17 Januari 2024 – 06:26 WIB
Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan saat debat capres di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menilai imbauan Mahfud MD untuk memilih capres-cawapres di Pilpres 2024 berdasarkan rekam jejak tentu sangat tepat.

“Imbauan Mahfud sangat tepat. Rekam jejak paslon menjadi ukuran, standar yang pas untuk melihat kapasitas siapa yang bisa membawa kemajuan Indonesia. Terutama konsistensi paslon tersebut selama ini berpihak pada rakyat yang terpinggirkan,” tegas Bonar di Jakarta, Selasa (16/1/2024).

BACA JUGA: Relawan Prabowo-Gibran Berkonsolidasi untuk Menangkan Pilpres 2024 Sekali Putaran

Sebelumnya, cawapres nomor urut 3 di Pilpres 2024 Mahfud MD mengungkapkan pentingnya memilih berdasarkan rekam jejak, tidak sekadar visi-misi Paslon.

Mahfud juga mengungkapkan pemilu bukan sekadar hura-hura, tetapi mencegah yang jahat berkuasa.

BACA JUGA: Surat Suara Pilpres 2024 di Surakarta Selesai Dilipat

Terkait hal itu, Bonar menambahkan pemilu bukan hanya mencegah orang jahat menjadi berkuasa, melainkan pula memilih pemimpin yang mampu melayani.

“Pemilu bukan sekedar mencegah orang jahat berkuasa, tetapi adalah memilih siapa yang bisa melayani kebutuhan masyarakat dan membawa kesejahteraan," sambung sosok yang akrab disapa Coki itu.

BACA JUGA: Di Hadapan Diaspora AS, Mahfud MD: Pilih Capres-Cawapres Berdasarkan Rekam Jejak

Bonar juga mengungkapkan masyarakat akan menjatuhkan pilihan dengan melihat siapa yang lebih menguntungkan.

"Masyarakat berpikir sederhana, bukan berarti tidak kritis dan tidak rasional, tetapi melihat siapa yang paling nyata dan kongkrit menguntungkan mereka," kata Bonar.

Dia juga menyebut rasionalitas publik justru sangat memperhatikan rekam jejak dari para capres-cawapres.

"Rasionalitas publik semacam ini yang terkadang tidak dimengerti oleh segelintir kaum terdidik. Justru publik sangat menekankan jejak rekam paslon menjadi penting bagi kebanyakan mereka. Siapa paslon yang rekam jejaknya berpihak pada rakyat itu yang akan dipilih," ungkapnya.

Sebelumnya, dalam pertemuan daring bersama dengan diaspora di Amerika Serikat, Calon Wakil Presiden nomor 3 Mahfud MD mengingatkan pentingnya melihat rekam jejak seorang calon pemimpin dan membuktikan visi misi mereka.

“Apakah visi misi yang ditulis, dipidatokan bisa dikonfirmasi oleh rekam jejak. Tetapi saudara harus melihat rekam jejak. Kalau orang mengatakan saya besok jadi presiden atau wakil presiden akan menegakkan hukum, nanti dilihat saja rekam jejak apakah orang-orang ini punya rekam jejak tidak melanggar hukum,“ tegas Mahfud, kemarin.

Jika calon pemimpin berkata, akan melindungi HAM, apakah rekam jejak menang dia bersih dari pelanggaran HAM.

“Saya ingin membangun demokrasi, apakah yang di bangun demokrais jujur atau tidak? Itu catatan yang harus dikonfirmasi kepada visi misi, karena visi misi selalu ideal yang kadang kala mereka yang dibebani tidak memahami atau tidak ikut mendiskusikannya,” tegas Mahfud.

Pemilu Legislatif

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati mengatakan masyarakat harus mengetahui rekam jejak calon pemimpin, mulai dari legislatif maupun dalam kontestasi calon Presiden dan wakil presiden.

“Terwujudnya pemimpin profetik (jujur,adil, berintegritas, berpihak pada rakyat) harus didukung dengan parlemen yang baik,” kata Neni, Selasa (16/01/2024).

Selama ini masyarakat lebih melihat rekam jejak kontestan Pilpres, sedikit mengabaikan dinamika di Pileg.

“Jadi, jika masyarakat hanya fokus pada pilpres tapi meminggirkan isu pileg itu juga keliru,” sebut Neni.

Dia mengkritisi keterbukaan informasi tentang calon legislatif yang dia sebut, ditutup-tutupi.

“Hanya permasalahan untuk mencari rekam jejak saat ini publik mengalami hambatan yang cukup serius terutama pada keterbukaan informasi. Jika kita buka di infopemilu milik KPU ada caleg yang dibuka daftar riwayat hidupnya ada yang ditutup,” ujar dia.

Dari catatannya, dari total 28 caleg eks napi koruptor, 17 di antaranya disembunyikan statusnya sebagai eks napi koruptor.

“Integritas sejak awal sudah bermasalah, bagaimana jika masyarakat memilih eks napi koruptor itu yang secara sengaja disembunyikan statusnya oleh KPU,” jelas Neni.

Manipulasi data seperti ini merebut hak rakyat, pemilih untuk mengetahui kebenaran soal rekam jejak mereka sehingga mereka bisa saja tidak bisa memilih dengan ‘jernih’.

“Mereka jelas berupaya memanipulasi penilaian para pemilih. Publik pada akhirnya menjadi tidak tahu bagaimana rekam jejak caleg tersebut, apalagi dia pernah tersangkut kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa,” pungkas Neni.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler