Setiap akan Bangun Jembatan di Papua Ada Upacara Adat

Selasa, 11 Desember 2018 – 00:06 WIB
Lokasi pembantaian pekerja oleh KKB di Papua. Foto: Dok Kementerian PUPR

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pekerja PT Istaka Karya menjadi korban kebrutalan KKB (kelompok kriminal bersenjata) di Papua.

Sekretaris Perusahaan PT Istaka Karya Yudi Kristanto menyampaikan pengerjaan 14 lokasi jembatan di Papua melibatkan putra daerah. Dirinya menerangkan, di lokasi terjadinya penembakan didominasi pekerja dari Toraja, Sulawesi. “Putra daerah ada juga di lokasi proyek lain,” jelasnya pada Jawa Pos.

BACA JUGA: Prioritas Saat ini Mencari 4 Korban Karyawan Istaka Karya

Pengamanan juga melibatkan masyarakat setempat dalam upaya pendekatan sosiokultural. Persentase jumlah putra daerah belum bisa disampaikan karena di setiap lokasi berbeda-beda. Untuk masuk ke wilayah-wilayah pendekatan melibatkan putra daerah.

Sebanyak 28 orang korban dari PT Istaka Karya ada satu dua orang putra daerah yang lolos. “Nggak terlalu banyak, di titik lain lumayan banyak,” jelasnya.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR: KKB Tidak Mewakili Rakyat Papua

Pendekatan dengan tetua adat menurutnya sudah dilakukan dengan baik. Terkait persepsi yang mengatakan lebih baik berkoordinasi dengan putra daerah untuk keamanan karena TNI lebih dianggap musuh, menurutnya itu bisa benar bisa tidak.

PT Istaka Karya menurutnya sudah berkoordinasi dengan dua pihak, yakni TNI dan tetua adat setempat. Setiap akan membangun jembatan juga dilakukan upacara adat. “Ada upacara bakar batu,” paparnya.

BACA JUGA: KKB Sebar Propaganda, TNI: Menyerah atau Kami Selesaikan!

Pekerja yang direkrut adalah pekerja proyek harian lepas bukan karyawan. Banyak yang mempertanyakan apakah pekerja diasuransikan. Pekerja harian lepas tidak diasuransikan karena mereka bekerja tidak terlalu lama sekitar 6 bulan ke atas.

Hal ini menjadi kendala untuk mengansuransikan. “Kita gonta ganti orang, kendalanya itu,” terangnya.

Karena pekerja harian lepas tidak sampai satu tahun, untuk mengansuransikannya cukup sulit. Lalu item pekerjaanya juga beda-beda. Misalnya untuk pengecoran butuh orang sendiri dan bagian pekerjaan yang lain butuh orang sendiri. “Begitu selesai ya sudah,” ungkapnya.

Karena tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, para pekerja yang menjadi korban akan mendapat santunan dari PT Istaka Karya sesuai dengan aturan. “Kita nggak mau lebih rendah dari aturan,” tegasnya.

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja menyampaikan proyek jembatan di Papua yang menjadi pemberitaan ternyata belum didaftarkan di perlindungan jasa konstruksi BPJS Ketenagakerjaan. "Sehingga pekerjanya tidak mempunyai perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan," ungkapnya.

Jika terlindungi dengan program Jaminan sosial Ketenagakerjaan, maka pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja akan mendapatkan manfaat salah satunya santunan sebesar 48x dari upah yang dilaporkan.

"Jika meninggal bukan karena kecelakaan kerja maka akan mendapatkan santunan sebesar Rp 24 juta ditambah beasiswa untuk 1 orang anak," imbuhnya.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.44/2015, jika pekerja tidak didaftarkan dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, maka menjadi tanggung jawab perusahaan untuk memberikan jaminan dan santunan jika pekerjanya mengalami risiko pekerjaan termasuk kecelakaan kerja.

"Besarnya jaminan dan santunan harus minimal sama dengan standar yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan bahwa masa kerja tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mendaftarkan pekerja pada BPJS Ketenagakerjaan. Timboel menyebut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 tahun 2015 disebutkan bahwa perusahaan wajib mendaftarkan para pekerjanya pada layanan jaminan sosial begitu mereka mulai bekerja.

“Ketentuan 6 bulan itu berlaku untuk pekerja asing. Perusahaan wajib mendaftarkan mereka ke jaminan sosial jika sudah bekerja minimal 6 bulan,” katanya.

Karena tidak didaftarkan, Timboel mengatakan bahwa pihak perusahaan, yakni PT Istaka Karya lah yang wajib membayarkan biaya jaminan kematian kerja yang seharusnya ditanggung BPJS atau lembaga penjamin lainnya.

Jumlah yang harus dibayarkan, kata Timboel meliputi 48 kali gaji, biaya pemakaman sebesar Rp 3 juta. Serta beasiswa untuk anak-anak pekerja sebesar Rp 12 juta.

Perusahaan kata Timboel juga tidak bisa mengelak dari kewajiban dengan mengatakan bahwa kasus penembakan bukan merupakan resiko kerja. Kematian apapun yang terjadi saat bekerja termasuk dalam risiko kerja. “Kecuali mereka duduk leyeh-leyeh di shelter-nya. Kemudian meninggal. Itu baru namanya bukan kecelakaan kerja,” jelasnya.(nis/tau)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu Jenazah Korban KKB Ditemukan, Luka Bacok Ngeri!


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler