jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi menilai, pembahasan APBD DKI 2021 sejak awal sudah menimbulkan masalah. Beberapa hal yang menjadi perhatian diantaranya adalah pembahasan anggaran di puncak oleh DPRD DKI Jakarta, dan justru terkesan tertutup.
Kemudian, masalah rencana kenaikan penghasilan anggota DPRD, yang sempat diungkapkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), membuat pembahasan dianggap tidak transparan.
BACA JUGA: Walk Out Saat PSI Bicara, DPRD DKI Menolak Berubah ke Arah Lebih Baik
Sehingga, dia setuju dengan pandangan PSI yang menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak terbukti menerapkan smart budgeting.
"Berangkat dari dua hal ini, menunjukkan lemahnya komitmen anggota DPRD dalam mewujudkan penganggaran yang transparan dan partisipatif," katanya di Jakarta.
BACA JUGA: Aksi PSI Sukses Mencegah Kartelisasi di DPRD DKI
Badiul mengungkapkan, secara aturan KUA - PPAS seharusnya sudah mulai dibahas Juli atau Agustus. Namun pada kenyataannya baru diserahkan pada November.
Ini tidak sesuai dengan mekanisme penganggaran yang di atur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
BACA JUGA: Ananda Sukarlan Bangga dengan Aksi PSI di DPRD DKI
"Selain itu ini juga melanggar prinsip penganggaran yang transparan, partisipatif dan taat aturan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021," terangnya.
"Selain itu situasi ini menggambarkan buruknya sitem panganggaran Pemda DKI," tegas Badiul.
Untuk itu, Fitra mendesak Pemprov DKI Jakarta membuka dokumen penganggaran ke publik. Harapannya kekeliruan dalam penganggaran dapat diantisipasi dengan partisipasi masyarakat.
"Pemerintah DKI Jakarta harus belajar dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama ini dalam penganggaran daerah, dan melakukan perbaikan. Dan memastikan pembahasan APBD tahun-tahun ke depan sesuai aturan. Gubernur dan tim anggaran harus bisa mempertanggungjawabkan kepada masyarakat," tutup Badiul.
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta menilai temuan tersebut semakin menunjukan adanya cacat di sistem dan proses penyusunan anggaran di Pemprov DKI Jakarta dan membuktikan bahwa klaim Pak Anies tentang Smart Budgeting ternyata tidak terbukti smart.
“Kami ingin mengingatkan semua pihak bahwa kejanggalan anggaran ratusan miliar ini adalah kejadian berulang setiap tahun,” kata Michael Victor Sianipar, Ketua DPW PSI DKI Jakarta.
Tahun 2019 silam ditemukan usulan anggaran janggal belanja lem aibon sebesar Rp 82 miliar pada RAPBD 2020, yang kemudian diklaim oleh Pemprov DKI sebagai kesalahan input komponen.
Pada penyusunan APBD 2021 kemarin, ditemukan usulan kenaikan anggaran fantastis ratusan miliar DPRD DKI seperti gaji, tunjangan, dan kegiatan sosialisasi. Setelah dikritisi publik sehingga akhirnya direvisi, hasil akhirnya pun masih dinilai janggal oleh Kemendagri.
Michael menyoroti jadwal pembahasan anggaran yang terlalu mepet. Pemprov DKI baru memberikan rancangan KUA PPAS tahun 2021 pada tanggal 2 November, atau terlambat empat bulan dari jadwal yang seharusnya. Anggota DPRD hanya diberi waktu dua hari untuk mempelajari ratusan ribu komponen anggaran.
"Pembahasan di rapat-rapat DPRD berlangsung kilat dan terkesan hanya formalitas. Bahkan, isi komponen belanja pun tidak sempat dibuka di dalam rapat-rapat DPRD. Sejak awal PSI sudah mengingatkan bahwa pembahasan APBD 2021 akan kacau balau, bahkan lebih parah dari tahun sebelumnya,” ujar Michael.
Hal itu diperburuk dengan sikap Pemprov DKI yang tidak mau membuka rancangan APBD 2021. Akibatnya, masyarakat tidak bisa memantau jalannya proses pembahasan anggaran. Michael menilai ini bukan kejadian tunggal yang diakibatkan oleh human error dari individu PNS, melainkan ada kesalahan fundamental dan sistemik yang bersumber dari cacatnya proses penganggaran di era pemerintahan sekarang.
"Mulai dari jadwal pembahasan, proses pembahasan di DPRD, penggantian sistem budgeting, hingga detil anggaran yang terkesan ditutup-tutupi, semuanya tidak wajar,” kata Michael.
Michael berpendapat anggaran-anggaran janggal seperti ini akan ada setiap tahunnya jika proses penganggaran tidak dibuka kepada publik dan waktu pembahasannya sangat mepet.
Kejadian lem aibon tahun lalu dan RKT DPRD tahun ini seharusnya menjadi momentum memperbaiki proses penganggaran di era pemerintahan Anies Baswedan.
“Kami dukung langkah Kemendagri melakukan evaluasi menyeluruh dan kritis terkait sistem penganggaran APBD 2021 DKI. Kami juga kembali meminta Pemprov DKI untuk segera membuka rincian APBD 2021 yang sudah diketok dua minggu lalu, namun hingga hari ini seakan-akan masih juga dirahasiakan isiannya,” tutup Michael. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil