Sidang Kasus BLBI: Yusril Permasalahkan Saksi dari BPK

Senin, 06 Agustus 2018 – 22:10 WIB
Yusril Ihza Mahendra. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali melanjutkan sidang perkara korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang membelit terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.

Dalam sidang yang berlangsung, Senin (6/8), tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan satu orang saksi yakni Mantan Ketua BPPN Glen MS Yusuf dan satu orang ahli akuntansi dan auditing dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), I Nyoman Wara.

BACA JUGA: Mahasiswa Desak Usut Tuntas Kasus BLBI dan Century Gate

Sebelum saksi dan ahli memberikan keterangan, tim kuasa hukum terdakwa Syafruddin meminta kepada majelis hakim untuk mengklarifikasi tentang posisi Nyoman apakah selaku saksi atau ahli.

"Boleh klarifikasi sebelum diambil sumpah. Begini, sehubungan dihadirkan ahli saudara Nyoman Wara ingin beberapa hal klarifikasi kepada rekan-rekan JPU dan majelis," kata Yusril Ihza Mahendra, salah satu kuasa hukum terdakwa Syafruddin.

BACA JUGA: IAPP Nilai Pembuktian Kasus SKL BLBI Berdasarkan Asumsi

Tim kuasa hukum mempersoalkan Nyoman sebagai ahli atau saksi dalam perkara ini, karena dia merupakan auditor BPK yang pernah melakukan audit terkait BLBI terhadap BDNI.

"Beliau hadir sebagai ahli dan terkait alat bukti lain, bukti surat hasil pemeriksaan audit BPK yang melaksanakan audit beliau sendiri. Kita paham keterangan saksi dan ahli berdasarkan Pasal 1, tapi beliau dihadirkan sebagai ahli terkait alat bukti sebelumnya dan alat bukti bisa dualisme karena bisa keterangan ahli dan alat bukti," katanya.

BACA JUGA: Kata Yusril soal MK Larang Pengurus Partai jadi Calon DPD

Menurut Yusril, pihaknya keberatan karena Nyoman yang diajukan sebagai ahli untuk diminta menilai pekerjaan hasil auditnya sendiri sehingga ini sangat tidak adil dalam proses penegakan hukum.

Ketua Majelis Hakim Yanto kemudian menyampaikan, bahwa praktik peradilan, bahwa BPK diajukan sebagai ahli dan jika ada yang keberatan, maka bisa menuangkannya di dalam pledoi. Namun Yusiril tetap meminta agar persoalan ini menjadi clear sebelum Nyoman mengucapkan sumpah.

"Biar clear dulu, kalau ahli menerangkan hasil ini dia menerangkan fakta, apakah melakukan audit melalui standar tidak bisa jadi ahli," katanya.

Perdebatan terus berlangsung antara tim kuasa hukum dan juga tim jaksa penuntut umum. Majelis kemudian menanyakan saat dipenyidikan saksi dipersiksa sebagai apa. Nyoman mengaku dipersksa sebagai ahli dan mendapat tugas dari lembaganya juga sebagai ahli.

Sementara Yusiril menyampakan ini harus diklaifikasi terlebih dahulu agar tidak membuat bingung. "Adil dan benar Yang Mulia, supaya tidak menimbulkan confuse di antara kita," katanya.

Akhirnya majelis memutuskan bahwa yang bersangkutan bisa menyampaikan keterangan sebagai ahli. Sedangkan pihak yang keberatan, bisa menyampaikannya dalam pledoi atau pembelaan.

Saat skors sidang, Yusril berpendapat, ini merupakan tragedi pengadilan. Audit yang dikerjakan Nyoman itu dituangkan dalam bentuk satu laporan yang kemudian menjadi laporan resmi BPK lalu menjadi dokumen. Dokumen tertulis mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai keterangan ahli dan alat bukti surat.

"Kalau dia alat bukti surat, itu ahli menerangkan apa yang dilakukan, apa yang ditemukan, bagaimana prosedur yang dilakukan. Itu artinya, dia menilai pekerjaannya sendiri. Kan sangat aneh orang disuruh menilai pekerjaannya sendiri, benar atau tidak, kan itu sangat tidak rasional," ujarnya.

Kemudian, lanjut Yusril, jika Nyoman dihadirkan sebagai saksi fakta, dia hanya menerangkan fakat-fakta apa yang di emukannya dan dituangkan ke dalam laporan tertulis. Pasal 1 angka 26, 27, dan 28 KUHAP dikaitkan dengan Pasal 184 KUHAP tentang alat bukti. Posisi yang bersangkutan harus diklarifikasi terlebih dahulu.

"Ketua majelis mengatakan, yang berlaku di pengadilan selama ini, ya seperti ini. Bagi saya itu tragedi bagi penegakan hukum, penegakan supermasi hukum dan due process of law. Ada proses yang tidak adil dalam menegakkan hukum," ujarnya.

Yusiril berpendapat ini merupakan tragedi karena orang bisa dihukum dengan dua bukti, keterangan surat dan keterangan ahli. "Ini bukti suratnya dia sendiri yang bikin, dihadirkan ke situ jadi satu bukti. Dihadirkan ke persidangan satu bukti, dia berikan keterangan 2 bukti, orang sudah bisa dihukum. Mengerikan saksi yang hadir di sini," ujarnya.

Yusril juga sempat mempersoalkan audit investigatif yang dilakukan BPK karena atas permintaan KPK dengan bukti-bukti yang diserahkan dari penyidik. "Saya bilang, kalau bukti-bukti diserahkan penyidik, anda bisa mencari bukti-bukti yang lain gak? Dia bilang bukti-bukti yang lain tidak relevan," katanya.

Menurut Yusril, bukti yang digunakan hampir 100% dari penyidik KPK. Bukan hanya itu, KPK juga sudah menyatakan bahwa terjadi kerugian keuangan negara kemudian meminta BPK untuk menghitungnya.

"Kalau itu sudah ada asumsi bahwa sudah ada kerugian negara. Kalau menurut pendapat saya, (seharusnya) nih ada gak kerugian negara. Kalau ada berapa," katanya. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aneh, Kasus BLBI Selalu Mencuat Jelang Pemilu


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler