NEW DELHI – Kasus pemerkosaan dan pemukulan atas seorang mahasiswi India di dalam bus umum di New Delhi pada 16 Desember lalu akhirnya disidangkan. Untuk kali pertama, lima tersangka dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Magistrat Metropolitan, New Delhi, Senin (7/1).
Para tersangka tiba di pengadilan yang terletak di Distrik Saket, New Delhi, tersebut dengan pengawalan superketat. Polisi bersenjata lengkap berjaga-jaga di luar pengadilan. Petugas juga mengawal para tersangka sejak dibawa dalam mobil tahanan dari kantor polisi ke pengadilan.
Suasana tegang terlihat di pengadilan. Lebih dari 150 orang menyaksikan sidang perdana. Padahal, kapasitasnya hanya bisa menampung sekitar 30 orang. Kehadiran media dari dalam maupun luar negeri menambah riuh suasana.
Ketegangan sempat terjadi di ruang pengadilan bahkan sejak sebelum para tersangka tiba. Suasana panas itu dipicu perdebatan terkait perlu atau tidaknya menghadirkan para tersangka dalam sidang.
’’Anda tidak akan membela mereka, para barbar!’’ teriak seorang pengacara muda sambil menunjuk pada Manohar Lal Sharma, seorang anggota tim kuasa hukum tersangka. Asosiasi pengacara profesional lokal meminta pengadilan tidak menghadirkan para tersangka karena kasus mereka bersifat sensitif.
Hakim Namrita Aggarwal kemudian minta semua pihak yang tak terkait dengan kasus tersebut meninggalkan ruang sidang agar tersangka bisa dihadirkan. Saat perintahnya tak digubris, Aggarwal memilih meninggalkan ruang sidang.
Setelah suasana terkendali, Aggarwal kembali masuk dan meminta sidang kasus tragedi India atau tragedi New Delhi itu dilakukan secara tertutup. Hakim juga melarang media menyiarkan semua hal terkait persidangan tanpa izin pengadilan. ’’Seluruh proses persidangan akan berlangsung tertutup. Ini dilakukan demi keselamatan para tersangka,’’ ujarnya dalam persidangan awal.
Pengadilan diprediksi bakal mengalihkan kasus tersebut ke sidang ’’jalur cepat’’. Biasanya pengadilan seperti itu digunakan untuk menangani kasus yang menjadi perhatian publik.
Polisi India telah menjerat para tersangka dengan pasal pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan Kamis lalu (3/1). Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman mati. Sebetulnya, terdapat enam tersangka dalam kasus itu. Namun, seorang di antaranya masih berusia 17 tahun.
Sebuah pengadilan anak-anak akan menentukan apakah tersangka berusia 17 tahun bisa diadili sama seperti orang dewasa lainnya. Sebab, dalam sistem hukum India, usia 17 tahun masih dianggap belum dewasa.
Kasus pemerkosaan yang menimpa Jyoti Singh Pandey, 23, tersebut menuai kecaman dan memicu demonstrasi di dalam negeri dan di dunia. Pandey meninggal akibat luka yang dideritanya 13 hari setelah pemerkosaan oleh geng brutal itu. Dia diperkosa dan dipukuli di dalam bus ketika hendak pulang setelah menonton film berjudul Life of Phi di bioskop bersama seorang temannya.
Para pelaku kemudian merampok barang berharga milik mereka dan membuang korban di tepi jalan. Teman korban, pria 28 tahun, yang mengalami patah kaki saat wawancara dengan Agence France-Presse pekan lalu, menyebut bahwa dia dan Pandey menumpang bus swasta saat itu. Namun, sopir bus berbuat cabul dan membiarkan lima tersangka masuk ke dalam dan mengunci pintu.
Dia mengaku dipukuli dengan tongkat saat para pelaku memerkosa Pandey. Para pelaku juga menganiaya korban secara sadis pada bagian tubuhnya yang paling pribadi. ’’Si sopir menggunakan tongkat besi untuk menyerang,’’ kata Awindra Pandey, teman korban.
Seorang penyidik Rajiv Mohan menyebut, hasil tes DNA membuktikan bahwa darah korban sama dengan bercak yang ditemukan pada baju para tersangka. Dalam wawancara terpisah dengan Reuters, Awindra bertutur bahwa pelaku membawa mereka berputar-putar di New Deli selama dua jam sebelum dibuang ke jalan. Saat itu, mereka dalam kondisi tak mampu berdiri dan telanjang.
Awindra mengaku tidak ada orang yang membantunya selama sekitar 25 menit. Tetapi, akhirnya datang tiga mobil polisi yang melihat korban. Bahkan, polisi sempat berdebat soal siapa yang akan menangani kasus itu terkait yurisdiksi atau tempat kejadian perkara.(CNN/AFP/RTR/cak/dwi)
Para tersangka tiba di pengadilan yang terletak di Distrik Saket, New Delhi, tersebut dengan pengawalan superketat. Polisi bersenjata lengkap berjaga-jaga di luar pengadilan. Petugas juga mengawal para tersangka sejak dibawa dalam mobil tahanan dari kantor polisi ke pengadilan.
Suasana tegang terlihat di pengadilan. Lebih dari 150 orang menyaksikan sidang perdana. Padahal, kapasitasnya hanya bisa menampung sekitar 30 orang. Kehadiran media dari dalam maupun luar negeri menambah riuh suasana.
Ketegangan sempat terjadi di ruang pengadilan bahkan sejak sebelum para tersangka tiba. Suasana panas itu dipicu perdebatan terkait perlu atau tidaknya menghadirkan para tersangka dalam sidang.
’’Anda tidak akan membela mereka, para barbar!’’ teriak seorang pengacara muda sambil menunjuk pada Manohar Lal Sharma, seorang anggota tim kuasa hukum tersangka. Asosiasi pengacara profesional lokal meminta pengadilan tidak menghadirkan para tersangka karena kasus mereka bersifat sensitif.
Hakim Namrita Aggarwal kemudian minta semua pihak yang tak terkait dengan kasus tersebut meninggalkan ruang sidang agar tersangka bisa dihadirkan. Saat perintahnya tak digubris, Aggarwal memilih meninggalkan ruang sidang.
Setelah suasana terkendali, Aggarwal kembali masuk dan meminta sidang kasus tragedi India atau tragedi New Delhi itu dilakukan secara tertutup. Hakim juga melarang media menyiarkan semua hal terkait persidangan tanpa izin pengadilan. ’’Seluruh proses persidangan akan berlangsung tertutup. Ini dilakukan demi keselamatan para tersangka,’’ ujarnya dalam persidangan awal.
Pengadilan diprediksi bakal mengalihkan kasus tersebut ke sidang ’’jalur cepat’’. Biasanya pengadilan seperti itu digunakan untuk menangani kasus yang menjadi perhatian publik.
Polisi India telah menjerat para tersangka dengan pasal pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan Kamis lalu (3/1). Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman mati. Sebetulnya, terdapat enam tersangka dalam kasus itu. Namun, seorang di antaranya masih berusia 17 tahun.
Sebuah pengadilan anak-anak akan menentukan apakah tersangka berusia 17 tahun bisa diadili sama seperti orang dewasa lainnya. Sebab, dalam sistem hukum India, usia 17 tahun masih dianggap belum dewasa.
Kasus pemerkosaan yang menimpa Jyoti Singh Pandey, 23, tersebut menuai kecaman dan memicu demonstrasi di dalam negeri dan di dunia. Pandey meninggal akibat luka yang dideritanya 13 hari setelah pemerkosaan oleh geng brutal itu. Dia diperkosa dan dipukuli di dalam bus ketika hendak pulang setelah menonton film berjudul Life of Phi di bioskop bersama seorang temannya.
Para pelaku kemudian merampok barang berharga milik mereka dan membuang korban di tepi jalan. Teman korban, pria 28 tahun, yang mengalami patah kaki saat wawancara dengan Agence France-Presse pekan lalu, menyebut bahwa dia dan Pandey menumpang bus swasta saat itu. Namun, sopir bus berbuat cabul dan membiarkan lima tersangka masuk ke dalam dan mengunci pintu.
Dia mengaku dipukuli dengan tongkat saat para pelaku memerkosa Pandey. Para pelaku juga menganiaya korban secara sadis pada bagian tubuhnya yang paling pribadi. ’’Si sopir menggunakan tongkat besi untuk menyerang,’’ kata Awindra Pandey, teman korban.
Seorang penyidik Rajiv Mohan menyebut, hasil tes DNA membuktikan bahwa darah korban sama dengan bercak yang ditemukan pada baju para tersangka. Dalam wawancara terpisah dengan Reuters, Awindra bertutur bahwa pelaku membawa mereka berputar-putar di New Deli selama dua jam sebelum dibuang ke jalan. Saat itu, mereka dalam kondisi tak mampu berdiri dan telanjang.
Awindra mengaku tidak ada orang yang membantunya selama sekitar 25 menit. Tetapi, akhirnya datang tiga mobil polisi yang melihat korban. Bahkan, polisi sempat berdebat soal siapa yang akan menangani kasus itu terkait yurisdiksi atau tempat kejadian perkara.(CNN/AFP/RTR/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tuna Raksasa Laku Rp 17,7 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi