Sifat Rahasia Naskah Unas Sementara

Sabtu, 04 Mei 2013 – 08:24 WIB
JAKARTA--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sampai saat ini masih merahasiakan hasil investigasi ujian nasional (unas) 2013 kepada masyarakat. Salah satu poin investigasi adalah, percetakan naskah unas yang tidak menggunakan sistem security printing. Padahal naskah unas adalah dokumen negara yang bersifat rahasia.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Khairil Anwar Notodiputro mengatakan, naskah unas yang bersifat dokumen negara dan kategori rahasia itu tidak seperti dokumen-dokumen lainnya. "Misalnya ijazah, uang, dan materai," katanya. Dia menegaskan bahwa naskah unas tidak termasuk dalam dokumen security berdasarkan SK Kepala BIN No. Kep-04 Tahun 2002.

Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, sifat kerahasiaan naskah unas itu adalah ketika masa percetakan, distribusi, dan pengerjaan. "Setelah dikerjakan di kelas, naskah unas itu kertas biasa. Dipakai untuk bungkus kacang juga bisa," ujar Khairil.

Dia lantas membedakan antara sifat kerahasiaan naskah unas dengan dokumen-dokumen lain seperti ijazah, uang, dan materai. Khairil mengatakan bahwa dokumen negara seperti uang, ijazah, dan materai itu sifat kerahasiaan dan keamanannya berlaku selamanya. "Ijazah misalnya, setelah kita terima dan seterusnya itu harus dijaga keasliannya," katanya.

Sedangkan untuk naskah soal unas, Khairil menyejajarkan dengan surat perintah penyidikan (sprindik). "Sprindik itu sudah tidak rahasia lagi ketika yang disidik itu sudah di pengadilan," tandasnya. Dengan penjelasan itu, Khairil berharap masyarakat tidak berlebihan menyikapi persoalan pencetakan naskah unas yang tidak menggunakan lisensi security printing.

Khairil memastikan meski ada percetakan naskah unas 2013 yang tidak berlisensi security printing, selama proses percetakan menjalankan standar layaknya percetakan yang berlisensi. "Sehingga syarat kerahasiaan selama percetakan, distribusi, hingga dipegang peserta unas bisa dijamin," ujar pejabat asal Madura itu.

Dia juga menegaskan bahwa keputusan menerima percetakan tanpa lisensi security printing telah dikonsultasikan ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). "Justru kalau harus diwajibkan security printing, kami bisa dituduh diskriminasi," paparnya.

Terkait urusan investigasi sendiri, Khairil tetap memasrahkan ke Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud. Dia berkali-kali mengatakan bahwa jabatan yang dia duduki saat ini memiliki banyak resiko. Termasuk harus rela dicopot kalau dinilai ada kelalaian dalam bekerja. "Menduduki jabatan itu kan juga harus siap dengan resiko apapun. Yang penting kita sudah bekerja maksimal," katanya.

Selama pelaksanaan  unas 2013 yang sempat kacau, Khairil mengatakan sepuluh hari memantau langsung di percetakan PT Ghalia Indonesia Printing. "Saya sampai sehari masuk rumah sakit, karena kondisi saya drop," tandasnya. Setelah dinyatakan sehat, dia kembali lagi menjadi mandor di percetakan yang berlokasi di Bogor itu. (wan/ca)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal UN SD Hanya 1 Paket

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler