SIGMA: MKD Seharusnya Tolak Laporan Sudirman Said, Kok Bisa?

Selasa, 17 November 2015 – 13:00 WIB
Menteri ESDM Sudirman Said. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Pengaduan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ‎ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden, dinilai keliru. Pasalnya, pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pengadu ke MKD hanyalah anggota DPR, baik pimpinan maupun anggota dan masyarakat, baik individu maupun kelompok. 

“Nah, Sudirman Said jelas tidak termasuk. Dia bukan anggota DPR, dia juga tidak bisa dikategorikan sebagai masyarakat,” ujar Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokasi Indonesia (SIGMA) Said Salahudin, Selasa (17/11).

BACA JUGA: Golkar: MKD Jangan Masuk Angin, Proses Laporan Sudirman Said

Menurutnya, Sudirman Said adalah seorang menteri. Dalam tinjauan hukum tata negara, menurut dia, menteri adalah jabatan negara. Artinya, pejabat negara, bukan masyarakat biasa.

“Antara pejabat negara dan masyarakat jelas merupakan dua entitas yang berbeda,” katanya.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Kaget, Perusahaan Asing Bisa Merekam Pimpinan Lembaga Negara

Oleh sebab itu, dia menilai Sudirman Said tidak memiliki legal standing sebagai pihak pengadu ke MKD. Sudirman tidak bisa memakai kedok sebagai masyarakat agar bisa dianggap memiliki legal standing sebagai pengadu.

“Oleh sebab itu pula maka sudah seharusnya MKD menolak pengaduan Sudirman tersebut,” katanya.

BACA JUGA: Golkar Dukung MKD Usut Laporan Sudirman Said

“Apabila MKD tetap memroses pengaduan Sudirman, maka MKD sendiri yang berpotensi melakukan pelanggaran. Sebab mereka memroses pengaduan yang tidak sesuai dengan hukum acara penyelesaian pelanggaran kode etik anggota DPR,” ujarnya.

Namun, dia mengatakan MKD bisa saja tetal memroses oknum anggota DPR yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden seperti laporan Sudirman Said. Hanya saja, langkah tersebut tidak menggunakan mekanisme pengaduan, melainkan dengan mekanisme tanpa pengaduan.

“Saya perlu mengingatkan kepada MKD agar berhati-hati apabila ingin memroses kasus tersebut. Sebab boleh jadi Sudirman mempunyai motif politik ketika membawa kasus tersebut ke DPR,” ujarnya.

Menurutnya, boleh jadi 'bola panas' dari isu pencatutan nama Presiden, Sudirman sengaja melempar ke DPR sebagai siasat untuk memetik tiga keuntungan sekaligus. Yaitu, untuk tujuan membebaskan diri dari tuntutan publik yang terus mendesak agar ia mau mengungkap siapa anggota DPR yang telah mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. 

“Jadi, kalau sekarang publik kembali menanyakan soal kasus tersebut kepada Sudirman, maka dengan enteng dia cukup bilang silakan tanya ke MKD DPR," ujarnya.

Kemudian, untuk tujuan mengalihkan perhatian publik dari lingkungan eksekutif ke lingkungan legislatif. Kalau sebelumnya sorotan publik yang mengarah kepada Sudirman yang berasal dari lingkungan eksekutif, maka selanjutnya mata publik akan beralih ke legislatif. 

“Atau untuk tujuan membuat gaduh DPR. Apabila MKD memproses kasus tersebut, maka boleh jadi persoalan tersebut nantinya akan melebar ke mana-mana. Mungkin saja isu yang pada awalnya menyangkut individu anggota DPR, berkembang menjadi pertentangan atau perseteruan di antara aktor-aktor dan kelompok-kelompok politik yang ada di DPR," ujarnya.

Kalau itu yang terjadi, kata dia, maka akan muncul keributan baru di lembaga perwakilan rakyat tersebut. “Itu artinya Sudirman telah berhasil mengobok-obok lembaga DPR,” katanya.‎(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setya Novanto Merasa Terpukul dan Meneteskan Air Mata


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler