Sikap Jokowi tentang Sejumlah Substansi Revisi UU KPK

Jumat, 13 September 2019 – 14:49 WIB
Presiden Jokowi saat konferensi soal revisi UU KPK, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9). Foto: BPMI Setpres

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi secara tegas menolak sejumlah substansi di rancangan revisi UU KPK (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Namun, dia setuju lembaga antirasuah itu punya Dewan Pengawas dan bisa menghentikan perkara alias SP3.

"Terhadap beberapa isu lain, saya juga memberikan catatan dan memiliki pandangan yang berbeda dengan substansi yang diusulkan oleh DPR. Perihal keberadaan dewan pengawas. Ini memang perlu, karena semua lembaga negara, presiden, MA, DPR, bekerja dalam prinsip check and balances. Saling mengawasi," ucap Jokowi.

BACA JUGA: Jokowi Tolak 4 Usul DPR di Revisi UU KPK

Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9). Jokowi menilai keberadaan dewan pengawas dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan.

"Ini saya kan presiden, presiden kan diawasi. Diperiksa BPK dan diawasi oleh DPR. Jadi kalau ada dewan pengawas saya kira itu sesuatu yang juga wajar. Dalam proses tata kelola yang baik," jelasnya.

BACA JUGA: Profesor Romli: Revisi UU KPK untuk Memperkuat Keberadaan KPK

Hanya saja mengenai keanggotaan Dewan Pengawasa KPK, Jokowi menginginkan figurnya berasal dari tokoh masyarakat, akademisi, ataupun pegiatan antikorupsi. "Bukan dari politisi, bukan dari birokrat ataupun dari aparat penegak hukum aktif," tegasnya.

Lebih penting lagi, bila dewan mengusulkan anggota dewan pengawas dipilih oleh mereka, Jokowi justru menggunakan kewenangannya untuk menentukan agar pemilihannya dilakukan panitia seleksi.

Dia juga ingin memastikan tersedianya waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK tetap menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya Dewan Pengawas.

"Yang kedua, terhadap keberadaan SP3. Hal ini juga diperlukan, sebab penegakan hukum tetap menjamin prinsip-prinsip perlindungan HAM, dan juga untuk memberikan kepastian hukum," ucap mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Di dalam draft revisi usulan DPR, batas waktu maksimal untuk penerbitan SP3 adalah 1 tahun. Namun, Jokowi meminta jedanya dinaikkan menjadi 2 tahun supaya memberikan waktu yang memadai bagi KPK dalam menjalankan tugasnya.

"Yang penting, ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan ataupun tidak digunakan," tambahnya. (fat/jpnn)




Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler