jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus merespons isu kudeta di Demokrat sebagaimana disampaikan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono.
Untuk diketahui, AHY selaku Ketua Umum Partai Demokrat (PD) dalam konferensi persnya tanggal 2 Februari 2021, menyatakan telah mengirim surat kepada Presiden Jokowi, meminta klarifikasi dan konfirmasi tentang adanya dugaan keterlibatan pejabat di lingkaran Istana dalam gerakan pengambilalihan paksa kepemimpinan Partai Demokrat.
BACA JUGA: Reaksi Aktivis Barigade 98 Aznil Tan Soal Isu Kudeta Demokrat, Tajam!
Petrus menyesalkan sikap Ketua Umum PD AHY, karena tidak pada tempatnya mengirim surat kepada Presiden Jokowi meminta klarifikasi dan konfirmasi tentang dugaan keterlibatan pejabat di lingkaran Istana dalam gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokar.
“Sebab, Presiden dan pejabat lingkaran Istana bukan organ PD dan bukan organ Mahkamah Partai Politik di PD,” kata Petrus, Jumat (5/2/2021).
BACA JUGA: Konon Moeldoko Ditegur Jokowi Setelah Muncul Isu Kudeta Demokrat
Menurut UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Parpol maupun AD dan ART PD, bahwa Mahkamah Partai Politik merupakan organ Yudikatif Partai Politik yang menyelenggarakan kekuasaan Yudikatif Partai, dengan wewenang menyelesaikan perselisihan Partai Politik, menyangkut kepengurusan Partai Politik, yang putusannya bersifat final dan mengikat. Karena itu bukan wewenang seorang Ketua Umum Partai.
Klatifikasi Moeldoko
BACA JUGA: Partai Demokrat Sudah Selamat dari Upaya Kudeta
Merespons surat AHY dimaksud, Jenderan TNI (Purn) TNI Moeldoko, selaku pribadi telah memberikan tanggapan atas keterangan pers AHY, bahwa jangan membawa-bawa Presiden.
Moeddoko mengaku menerima beberapa tamu untuk berdikusi atau ngobrol. Karena itu, di meminta pemimpin jangan baperan, harus menjadi pemimpin yang kuat dan jangan mudah terobang ambing.
Lebih lanjut, Petrus mengatakan sikap hiperaktif AHY terkait dinamika politik kader-kader dan fungsionaris PD, bisa ditafsirkan sebagai sikap yang otoriter dan paranoid. Karena terlalu jauh menarik ke luar isu kudeta sebagai persoalan internal PD ke Lingkaran Istana.
Padahal, secara yuridis dan organisatoris, isu kudeta dimaksud, termasuk dalam kualifikasi perselisihan Partai Politik, yang menjadi domain Mahkamah Partai.
Secara hukum, kata Petrus, AHY seharusnya menyerahkan persoalan beberapa kader dan fungsionaris PD yang diduga melakukan gerakan merebut paksa Partai Demokrat kepada Mahkamah Partai PD selaku organ yudikatif Partai.
Selanjutnya, Mahkamah Partai Politiklah yang melaksanakan tugas penyelidikan dan meminta klarifikasi kepada semua pihak. Karena itu bukanlah tugas AHY, Ketua Umum PD.
Tidak Mengenal Dualisme Kepengurusan
Petrus mengatakan menuduh ada pejabat Lingkaran Istana akan mengambil alih kepemimpinan PD dengan cara mengudeta, kemudian menulis surat resmi meminta agar Presiden Jokowi mengklarifikasi isu kudeta dimaksud, merupakan langkah serampangan yang tidak memiliki dasar hukum, etika dan moral. Langkah tersebut juga berpotensi melahirkan krisis kepercayaan publik terhadap PD dan AHY bisa di KLB-kan.
“Hanya orang yang sedang mengidap paranoid, yang khawatir akan ada pihak luar kudeta kepengursan sebuah Partai Politik, karena di dalam UU No. 2 tahun 2011 Tentang Parpol, dengan tegas melarang dan tidak mengakui anggota atau pengurus Partai Politik yang sudah diberhentikan dari keanggotaan atau kepengurusan Partai Politiknya membentuk kepengurusan dari Partai Politik yang sama,” kata Petrus yang juga Advokat Peradi ini.
Petrus menambahkan isu akan ada mantan kader PD melakukan kudeta terhadap kepemimpinan PD, menunjukkan betapa AHY sedang depresi berat, paranoid hingga makin tinggi rasa "tidak percaya diri" terhadap keabsahan proses pergantian kepemimpinan PD dari SBY kepada AHY termasuk terhadap kursi Ketua Umum yang diduduki oleh AHY saat ini,” kata Petrus.(fri/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Friederich