jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan catatan kritis dan rekomendais terkait penyelenggaraan pendidikan di masa pandemi sejak 2020 – 2021.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menyampaikan catatan tersebut pada momen peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada Minggu, 2 Mei 2021.
BACA JUGA: FSGI Mengkritisi Kebijakan Pendidikan di Masa Pandemi, Pakai Frasa âTak Berdayaâ
FSGI menilai Kemendikbud seperti kehabisan akal untuk menghadapi kendala belajar dari rumah (BDR) atau PJJ selama masa pandemi covid-19, meskipun serangkaian kebijakan telah dibuat, namun hingga April 2021 tampaknya belum menunjukkan hasil sebagaimana di harapkan.
“Angka putus sekolah bertambah dan peserta didik dari keluarga miskin nyaris tidak terlayani karena ketiadaan alat daring. Kekeliruan dari awal adalah Kemdikbud menjadikan BDR menjadi PJJ daring yang bertumpu pada internet, padahal disparitas digital sangat lebar antar daerah di Indonesia,” ujar Heru Purnomo.
BACA JUGA: Hardiknas 2021: KPAI Beri Catatan Penting untuk Mas Nadiem, Tolong Diperhatikan
Menurut Heru, FSGI menilai Program Belajar Dari Rumah (BDR) tidak efektif karena terlalu bertumpu kepada internet sehingga kebijakan yang dibuat adalah pemberian bantuan kuota pada pendidik dan peserta didik.
Namun, pemberian bantuan kuota tidak disertai dengan pemetaan kebutuhan kuota yang beragam. Selain itu peserta didik dari keluarga miskin yang tidak memiliki gawai dan wilayah blank spot tidak dapat menikmati bantuan kuota internet dan mereka tetap saja tidak terlayani PJJ.
BACA JUGA: Hardiknas 2021: Mas Nadiem Makarim Moderator, Jokowi Narsum, Dihibur Yura Yunita
FSGI juga menilai kegagalan dalam menangani dampak buruk BDR atau PJJ justru melakukan relaksasi SKB 4 Menteri yang akan membuka sekolah tatap muka serentak pada Juli 2021 di tengah pandemic covid 19 belum mampu dikendalikan oleh pemerintah.
Heru menilai Kemendikbud seolah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sebagai cara ampuh mengatasi permasalahan pendidikan di masa pandemi.
“Padahal ini hanya “kemalasan berpikir mencari terobosan lain” dan dapat menimbulkan permasalahan lain, misalnya ledakan kasus covid-19 jika pembukaan sekolah tidak disertai kesiapan dan perlindungan berlapis untuk peserta didik dan pendidik. Sudah banyak kasus covid setelah satuan pendidikan menggelar PTM,” ujar Heru.
FSGI, menurut Heru, menilai kebijakan pendidikan yang dibuat untuk mengatasi PJJ kurang berhasil karena hanya bersifat umum dan cenderung menyeragamkan tanpa melihat kesenjangan yang begitu lebar dan tidak memanfaatkan potensi yang dimiliki daerah.
“Peran Kepala Sekolah dalam mengatasi PJJ tidak mampu mengelola sekolah secara khas sesuai kondisi masing-masing. Jadi, para guru yang kebingungan dalam melayani PJJ tidak mendapatkan bantuan, dukungan dan solusi dari Kepala Sekolahnya,” ungkap Wakil Sekjen FSGI Mansur.
Rekomendasi
FSGI merekomendasikan beberapa hal terkait berbagai permasalahan pendidikan di masa pandemi sebagai berikut:
Pertama, FSGI mendorong Kemendikbud bersinergi dengan Dinas-Dinas Pendidikan Daerah untuk memastikan terlaksanananya proses pembelajaran antara siswa dan guru dengan berbagai model dan cara sesuai disparitas wilayah, potensi dan kesiapan sekolah.
Kemendikbud membuat skenario yang jelas dan terpantau untuk masing-masing sekolah. Tidak lagi diserahkan kepada tim Covid secara global dalam satu kabupaten/kota;
Kedua, FSGI mendorong Kemendikbud bekerjasama dengan Dinas Dinas Pendidikan Daerah harus melakukan pemetaan yang jelas tentang efektifitas BDR di wilayah perkotaan dan Pedesaan.
Jangan merasa hanya dengan pembagian paket internet permasalahan BDR selesai. Program bantuan Pulsa/Paket internet bisa saja dilanjutkan tetapi harus dibarengi dengan pembagian gadget dan atau alat penguat sinyal. Opsi penggunaan guru kunjung dan lainnya harus menjadi alternatif;
Ketiga, FSGI mendorong Kemendikbud dan Dinas-dinas Pendidikan harus menfasilitasi terjadinya berbagai model pembelajaran tatap muka, tidak hanya di sekolah namun bisa dilakukan di lapangan terbuka, gubung, pantai dan atau tempat lain sesuai kondisi sekitar sekolah. Karena PTM yang dipaksakan disekolah justru menyiksa mental siswa;
Keempat, FSGI mengingatkan Kemendikbud untuk tidak lagi menetapkan kebijakan yang seragam untuk seluruh Indonesia, kebijakan setingkat kabupaten kota saja terbukti tidak bisa mengakomodir kondisi sekolah.
Kemendikbud juga tidak boleh memaksakan program yang tidak tepat guna untuk masa pandemi, semisal pendidikan Calon Guru Penggerak, Sekolah Penggerak, Organisasi penggerak yang justru membebani penanganan pendidikan di masa pendemi;
Kelima, FSGI mendorong Kemendikbud untuk menjamin adanya mekanisme keterlibatan kepala sekolah agar permasalahan BDR dan PTM ditingkat sekolah dapat teratasi.
Dalam pantauan FSGI ada sekolah yang menjalankan BDR apa adanya, bahkan ada yang PTM namun siswa merasa tidak nyaman dan tdk bisa belajar.
FSGI juga menemukan ada beberapa sekolah di wilayah lain yang BDR maupun PTM nya berjalan walaupun dengan cara berbeda. Semisal di Bima NTB dengan guru Kunjung.
Di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat melaksanakan PTM dengan istilah ‘Sekolah Perjumpaan’ di mana siswa disuruh membaca pelajaran di rumah dan besoknya datang ke sekolah untuk menceritakan kepada temannya.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich