Simak Penjelasan Kepala Biro Perekonomian Jatim soal Dana Bagi Hasil Cukai

Sabtu, 19 Desember 2020 – 11:07 WIB
DBH CHT yang diterima Jatim di tahun 2020 di antaranya digunakan untuk pembangunan jalan menuju lokasi pariwisata di Coban Drajad dan Banyulawe, Kabupaten Madiun. Foto: source for JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Provinsi Jawa Timur mendapatkan bagian sebesar Rp. 1.842.770.283.000 dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) untuk tahun anggaran 2020.

Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 13/PMK.07/2020.

BACA JUGA: Pesan Penting Bu Khofifah untuk Seluruh Warga Jatim

Namun dengan adanya pandemi Covid-19, maka ada penurunan penerimaan negara sehingga sesuai Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 Tahun 2020, anggaran DBH CHT yang diterima Jatim berkurang menjadi Rp 1.755.482.943.000.

Jumlah tersebut mengalami kenaikan bila dibandingkan angka yang diterima di 2019 yakni sebesar Rp. 1.602.576.612.000.

BACA JUGA: Bea Cukai Jatim Sosialisasikan Ketentuan Cukai di Berbagai Daerah

Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Jatim Tiat S Suwardi menjelaskan, DBH CHT digunakan untuk program-program yang bisa mengoptimalkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Jatim.

Penggunaan DBH CHT sesuai UU nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai dan PMK nomor 7/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi DBH CHT tertuang dalam lima program, yaitu peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.

“Kelima program tersebut muaranya untuk dinikmati seluruh warga Jawa Timur,” kata Tiat dalam keterangan pers yang diterima JPNN, Jumat (18/12).

Tiat menjelaskan, penggunaan DBH CHT pada tahun 2019 dan 2020 sesuai lima program yang diamanatkan UU no 39 tahun 2007 tentang Cukai dan PMK No. 7/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi DBH CHT, di antaranya adalah kegiatan pembinaan, bantuan sarana dan prasarana usaha tani serta bantuan pupuk kepada petani tembakau.

Juga ada kegiatan pelayanan dan pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan di rumah sakit maupun puskesmas, pembayaran iuran jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, pelatihan bagi tenaga kesehatan.

“Dengan DBH CHT, kami sudah membantu pembayaran iuran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) kepada masyarakat di Jawa Timur,” ungkapnya.

Program lainnya, lanjut Tiat, adalah pembangunan/rehabilitasi jalan dan irigasi, pembinaan dan pelatihan tenaga kerja dan masyarakat serta pengadaan sarana dan prasarana BLK, kegiatan padat karya, bantuan sarana produksi dan bibit kepada masyarakat, sosialisasi ketentuan di bidang cukai serta pengumpulan informasi hasil tembakau dalam rangka pemberantasan barang kena cukai ilegal dan masih ada beberapa kegiatan lain sesuai dengan peraturan PMK.

“Kami sudah melakukan pembangunan/rehabilitasi jalan, pemberdayaan ekonomi masyarakat , bantuan sarana produksi untuk IKM dan UKM serta program-program lain,” paparnya.

Tiat melanjutkan, yang sekarang ini sedang gencar dilakukan adalah Program Gempur Rokok Ilegal.

Dalam program ini, Biro Perekonomian Pemprov Jatim bekerja sama dengan Ditjen Bea dan Cukai Kanwil Jatim I di Surabaya dan Ditjen Bea dan Cukai Kanwil Jatim II di Malang.

Program ini gencar dilakukan sebagai upaya menekan angka pelanggaran pita cukai rokok serta dalam rangka mengamankan pendapatan negara dan juga sesuai dengan amanat yang tertuang dalam PMK nomor 7/PMK.07/2020.

“Khususnya terkait dengan pemberatansan barang kena cukai ilegal maka Pemprov Jatim dan kabupaten/kota secara rutin melakukan sosialisasi pada masralat,” kata Tiat.

Sosialisasi pemberantasan rokok ilegal itu sudah berlangsung sejak tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2020 ini sosialisasi dilakukan di tiga wilayah yang peredaran rokok ilegalnya relatif tinggi. Yaitu Kota Probolinggo, Sidoarjo, dan Kabupaten Malang.

“Di masing-masing wilayah, sosialisasi melibatkan 100 orang penjual atau pengecer rokok dan masyarakat perokok,” kata Tiat.

Dia mengakui, pengaruh keberadaan rokok ilegal terhadap penerimaan DBH CHT sangat besar.

Sebab, DBH CHT yang didapatkan oleh provinsi sesuai Undang-Undang adalah 2 persen dari penerimaan cukai kepada negara dari provinsi tersebut.

“Jika rokok ilegal masih banyak beredar maka penerimaan cukai pasti akan tidak optimal, sehingga akan berpengaruh pada penerimaan DBH CHT-nya di mana setiap programnya /penggunaannya lebih banyak kepada masyarakat,” ujarnya.

Tiat menjelaskan, pengaruh keberadaan rokok ilegal di Jatim terhadap industri terkait, juga cukup besar. Terutama pabrik rokok yang legal. Sebab, keberadaan rokok ilegal pasti harganya sangat murah karena ada beberapa pelanggaran yang dilakukan.

“Misalnya pita cukai asli namun salah personalisasi, rokok dengan pita cukai asli salah peruntukannya, rokok tanpa pita cukai (polos), pita cukai palsu dan pita cukai bekas,” paparnya.

Pada tahun 2020 jumlah industri rokok di Jawa Timur tercatat tinggal sekitar 254 industri, dengan jumlah tenaga kerja langsung di Jawa Timur sekitar 90.000 orang atau 56 persen dari pekerja langsung Industri Hasil Tembakau (IHT) seluruh Indonesia.

Saat ini, Pemprov Jawa Timur sudah melakukan sinergi dengan instansi-instansi terkait seperi DJBC Jatim I dan II serta pemerintah kabupaten/kota untuk pemberantasan rokok ilegal. Beberapa daerah yang peredaran rokok ilegalnya cukup tinggi antara lain Ngawi, Ponorogo, Blitar, Malang, Probolinggo, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Sidoarjo, Pamekasan, Pasuruan, dan Sumenep.

Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I di Surabaya Muhamad Purwantoro mengatakan, keberadaan rokok ilegal sudah mengkhawatirkan. Jumlahnya sangat banyak.

“Maka kami membuat program Gempur Rokok Ilegal. Targetnya untuk meminimalisasi jumlah rokok ilegal itu di Jawa Timur,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, kata gempur dipilih agar semangat muncul dalam memerangi keberadaan rokok ilegal. Sebab, untuk meminimalisasi peredaraan rokok ilegal tidak bisa dilakukan secara represif.

Dampaknya tidak bisa jangka panjang dan respons masyarakat juga akan tidak baik. “Karena tidak ada gunanya kalau setiap tahun pemerintah menaikkan cukai, tetapi rokok ilegal jumlahnya tetap banyak,” katanya. (*/adk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler