jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah membentuk kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas yang disebut sebagai kawasan bebas.
Hal itu dilakukan untuk mendorong lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa dan memberikan manfaat bagi Indonesia.
BACA JUGA: Lewat CVC, Bea Cukai Pantau Pemanfaatan Fasilitas Kepabeanan di Tiga Daerah Ini
Khususnya memperluas lapangan kerja dan meningkatkan kepariwisataan serta penanaman modal.
Meski berada di wilayah hukum Indonesia, kawasan ini terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
BACA JUGA: Bea Cukai Dorong Pengekspor untuk Penuhi Tuntutan Pasar Global
Lalu, bagaimana tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang di kawasan bebas?
Bea Cukai telah memberlakukan Peraturan Dirjen Bea Cukai Nomor 22/BC/2021 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
BACA JUGA: Selamat, 3 Kantor Bea Cukai Ini Terima Penghargaan
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, berlakunya peraturan ini diharapkan memberikan kepastian hukum bagi pengusaha dan petugas Bea Cukai.
Selain itu, memudahkan prosedur untuk mendorong kelancaran arus barang di kawasan bebas dan mendukung program pemulihan ekonomi nasional.
Pemberlakuan peraturan ini, menurut Nirwala, juga menunjukkan dukungan Bea Cukai terhadap implementasi UU Cipta Kerja melalui harmonisasi peraturan terkait dan penyusunan aturan yang sistematis.
Sekaligus mengakomodasi dinamika proses bisnis di kawasan bebas melalui pengaturan yang relevan dengan karakteristik tiap kawasan bebas.
"Peraturan ini mengharmonisasikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai yang berlaku di daerah pabean,'' ucapnya.
Selain itu, peraturan ini mengakomodasi berbagai kebutuhan dalam pemasukan dan pengeluaran barang di kawasan bebas, seperti penyelarasan dengan sistem national logistic ecosystem (NLE) untuk mempercepat dwelling time, serta peningkatan efektivitas pemeriksaan dan pengawasan barang.
Namun, Nirwala menegaskan, kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan bebas hanya dapat dilakukan pengusaha yang telah mendapat perizinan berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
Mereka harus menyampaikan pemberitahuan pabean dan dokumen pelengkap dalam bentuk data elektronik.
Penyampaiannya melalui sistem pertukaran data elektronik/PDE kepabeanan yang telah terhubung dengan sistem Indonesia National Single Window (INSW) dan NLE.
''Ada hal perlu menjadi perhatian dalam pengajuan dokumen di kawasan bebas. Terdapat tiga jenis dokumen pemberitahuan pabean free trade zone (PPFTZ),'' ujarnya.
Pertama, PPFTZ-01 untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan bebas dari dan ke luar daerah pabean dan pengeluaran barang dari kawasan bebas ke tempat lain dalam daerah pabean.
Kedua, PPFTZ-02 untuk pengeluaran barang ke kawasan bebas lain, tempat penimbunan berikat (TPB), atau kawasan ekonomi khusus (KEK).
Ketiga, PPFTZ-03 untuk pemasukan barang ke kawasan bebas dari tempat lain dalam daerah pabean.
Untuk dokumen pemasukan ke kawasan bebas dari kawasan bebas lain, TPB, atau KEK, dalam peraturan ini dilakukan simplifikasi.
Yaitu, menggunakan dokumen pengeluaran dari kawasan asal.
Nirwala menambahkan, kepala kantor wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai dapat menyusun petunjuk teknis terkait kelancaran pelayanan dan pengawasan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi