jpnn.com, JAKARTA - Peneliti senior Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Dr. Bayu Kharisma menilai penerapan simplifikasi tarif cukai akan berdampak pada persaingan usaha menjadi tidak sehat.
Mengingat perusahaan rokok legal yang kecil akan mengalami kesulitan bersaing dengan perusahaan rokok besar.
BACA JUGA: Zaskia Sungkar Histeris Bertemu Arya Saloka, Shireen: Dia Memang Malu-maluin, sih
Menurut Dr. Bayu, jumlah sepuluh layer tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang ada saat ini sudah moderat, yaitu sigaret kretek mesin (SKM) 3 layer, sigaret putih mesin (SPM) 3 layer dan sigaret kretek tangan (SKT)/sigaret putih tangan (SPT) 4 layer.
Dokter Bayu berpendapat, adanya simplifikasi yang tujuan awalnya untuk penyederhanaan administrasi perpajakan dan juga upaya meningkatkan penerimaan negara, justru sebaliknya.
BACA JUGA: Menhub Lantik 218 Taruna PIP Makassar jadi Perwira Transportasi
"Semakin berkurangnya penjualan rokok dan banyak perusahaan khususnya pabrikan rokok kecil yang legal akan gulung tikar terutama posisi sigaret kretek tangan (SKT) yang kehilangan pangsa pasarnya dan juga dikhawatirkan memperburuk tingkat pengangguran," kata Dr. Bayu, Jumat (1/10).
Dijelaskan Dr. Bayu, volume produksi rokok perusahaan yang terkena dampak simplifikasi (golongan II layer 1 dan 2) akan mengalami penurunan produksi bahkan penutupan pabrik.
BACA JUGA: Buka Rekening BNI Mobile Banking, Sigi Wimala: Gampang Banget
"Dengan adanya penurunan volume produksi bahkan penutupan pabrik menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dr. Bayu juga mewanti-wanti bahwa dampak simplifikasi tarif cukai dari sisi tax avoidance dapat mengurangi peluang tax avoidance akan tetapi dapat memperbesar peluang tax evasion.
“Jika direalisasikan, kebijakan ini akan berpotensi merugikan bagi pendapatan pajak negara,” katanya.
Bagi perusahaan golongan II layer 1 dan 2, untuk mempertahankan margin keuntungan yang sama, dengan adanya simplifikasi karena tarif cukai lebih tinggi harus menaikan volume produksinya dan penjualannya menjadi beberapa kali lipat dari sebelum simplifikasi diberlakukan.
"Dengan demikian, sangat kontraproduktif dengan tujuan dipungut cukai yaitu pengendalian konsumsi rokok," tegasnya.
Masalah lain yang berpotensi timbul akibat simplifikasi, kata Dr. Bayu, adalah terbentuknya pasar rokok ilegal.
Ketika konsumen beralih ke rokok murah yang tidak membayar cukai dan pajak lainnya.
"Preferensi konsumen akan beralih ke rokok lain yang lebih murah (rokok ilegal) yang justru akan merugikan negara," ujarnya.
Oleh karena itu, Dr. Bayu memberikan dua rekomendasi untuk pemerintah agar tidak menjalankan kebijakan simplifikasi tarif cukai.
Pertama, dari sisi penerimaan negara, wacana simplifikasi karena berpotensi secara negatif menurunkan penerimaan negara.
"Kebijakan simplifikasi perlu dikaji secara matang dan hati-hati bahkan tidak perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kebijakan struktur tarif cukai yang ada," terangnya.
Kedua, dari sisi persaingan usaha, wacana simplifikasi berpotensi akan mendorong ke arah monopoli, dan akan menyebabkan rokok ilegal semakin marak.
"Kebijakan cukai dan struktur tarif cukai yang ada saat ini perlu dipertahankan sebagai bagian keberpihakan pemerintah pada industri rokok secara nasional (bukan pada perusahaan rokok golongan 1 saja)," seru Bayu.(chi/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Yessy