Singgung Dampak PSBB, Sri Mulyani Sampaikan Kabar Kurang Menggembirakan

Jumat, 17 April 2020 – 16:05 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: ANTARA/Wahyu Putro A

jpnn.com, JAKARTA - Kabar kurang menggembirakan datang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pasalnya, menteri keuangan terbaik se-Asia Pasifik 2019 ini memastikan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan terjadinya pembatasan aktivitas ekonomi dan pemberlakuan berbagai paket stimulus pajak sehingga akan memberikan tekanan kepada penerimaan pajak.

“Penerimaan pajak akan menghadapi tekanan berat pada bulan selanjutnya karena adanya perlambatan aktivitas ekonomi, pemberian stimulus dan fasilitas serta penurunan harga komoditas," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (17/1).

Sri Mulyani mengatakan kondisi itu terlihat dari realisasi penerimaan pajak pada Maret 2020 yang sudah mulai memperlihatkan perlambatan, salah satunya pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yang hanya tumbuh 3,8 persen.

Salah satu penyebab pelemahan pertumbuhan pajak karyawan ini adalah perlambatan pembiayaan angsuran atau masa yang hanya tumbuh 4,11 persen.

"Bersamaan dengan ini, pembayaran PPh Pasal 21 atas jaminan hari tua, iuran atau pensiun, justru tumbuh 10,12 persen, tertinggi selama triwulan satu, yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah tenaga kerja," ujarnya.

Jumlah pembayaran PPh orang pribadi (OP) juga tumbuh negatif 63,53 persen atau hanya menyumbang sekitar Rp1,72 triliun karena adanya kebijakan relaksasi pembayaran hingga akhir April 2020.

Selain itu, realisasi PPh badan ikut mencatat adanya pertumbuhan negatif hingga 8,35 persen karena mulai melemahnya kegiatan ekonomi pada minggu kedua Maret 2020.

Sektor yang masih tumbuh positif pada periode ini adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri yang tumbuh 8,35 persen meski hal itu sebagai dampak dari pembayaran yang dilakukan pada Februari.

"Meski demikian, diperkirakan pada bulan berikutnya, PPN akan melemah seiring dengan kebijakan PSBB di beberapa daerah," ujarnya.

Secara keseluruhan, realisasi penerimaan pajak periode Januari-Maret 2020 tercatat tumbuh negatif 2,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Pendapatan pajak termasuk dari sektor migas mencapai Rp241,6 triliun atau 14,7 persen dari target atau turun dibandingkan periode 2019 sebesar Rp 247,7 triliun atau 15,7 persen dari target.

Penerimaan itu dari PPh nonmigas sebesar Rp137,5 triliun, PPh migas sebesar Rp10,3 triliun dan PPN sebesar Rp92 triliun.

Dari jenis pajak, kontribusi terbesar berasal dari PPN dalam negeri Rp51,63 triliun, PPN impor Rp37 triliun, PPh Pasal 21 Rp36,58 triliun dan PPh badan Rp34,54 triliun.

Dari sisi sektor usaha, penyumbang terbesar penerimaan adalah industri pengolahan Rp64,06 triliun, perdagangan Rp52,76 triliun, jasa keuangan dan asuransi Rp33,33 triliun serta konstruksi dan real estat Rp 16,02 triliun.

"Pandemi COVID-19 terlihat nyata di sektor transportasi dan pergudangan yang biasanya tumbuh double digit, tetapi sektor ini mulai stagnan, hanya memberikan Rp 11,96 triliun dan kontribusinya tumbuh 5,1 persen," kata Sri Mulyani.(Antara/jpnn)

BACA JUGA: Saleh Anggap Sikap Menkeu Sri Mulyani Aneh


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler