jpnn.com, SURABAYA - DE Javasche Bank merupakan bank peninggalan Belanda yang ada di Surabaya. Tebal tembok luarnya 1,5 meter. ''Tahan gempa dan bom,'' ujar Riski Jayanto, salah seorang penjaga di Museum De Javasche Bank.
Berdasar catatan sejarah, De Javasche Bank merupakan sejarah awal berdirinya Bank Indonesia. Awalnya, De Javasche Bank hanya ada di Jakarta. Lambat laun, De Javasche Bank juga dibangun di Surabaya. Tepatnya pada 1928 dan mulai beroperasi pada 14 September 1929.
BACA JUGA: Begal Beraksi, Rp 86,5 Juta Raib di Depan Bengkel Sendiri
Sejak awal berdiri sampai sekarang, De Javasche Bank berada di Jalan Garuda, Krembangan Selatan. Hanya, bangunan tersebut sudah direnovasi pada 1907. Bangunan itu memiliki tiga lantai. Lantai dasar berfungsi sebagai tempat penyimpanan uang. Lantai 2 digunakan sebagai tempat transaksi. Lantai 3 merupakan tempat arsip.
Bangunan gagah tersebut kini berfungsi sebagai museum. Di lantai dasar, pengunjung bisa melihat tiang pilar besar. Diameternya sekitar empat pelukan orang dewasa. Tiang tersebut berdiri di pojok kanan belakang bangunan. Tujuannya, penyangga utama bangunan agar kukuh dan tahan gempa. ''Perancangnya memilih tanah yang tidak bergerak untuk membangun pilar tersebut,'' jelas Riski.
Ada dua brankas. Lokasinya berada di kanan dan kiri lantai dasar. Sebelah kiri digunakan untuk menyimpan uang dan sisi kanan buat penyimpanan emas.
Di tembok bagian belakang brankas juga terdapat sebuah pintu yang terbuat dari baja. Ukurannya sekitar 1 x 1 meter. Jalan dan pintu tersebut bisa digunakan pegawai bank untuk menyetorkan uang ke dalam brankas dari belakang. Sementara itu, di dalam brankas sudah ada petugas yang menerima dan menaruhnya ke dalam rak di lemari besi.
Tebal tembok brankas 1 meter. Masing-masing menggunakan pintu baja setebal 50 cm. Tidak sembarang orang bisa membukanya. Selain berat, pintu itu dilengkapi magnet sebagai kunci dan sandi.
Di brankas terdapat tiga pintu. Selain pintu utama, teralis besi menjadi pintu pengaman pelapis. Teralis itu dipasang di pintu kedua dan ketiga. Tetapi tidak dengan brankas tempat menyimpan emas. Setelah pintu utama di dalam, hanya ada tempat menaruh emas batangan yang terbuat dari kaca.
Bambang Suhasnowo, pengelola gedung, mengatakan bahwa brankas emas tersebut pernah digunakan pemerintahan Jepang untuk menyimpan 60 ton emas. Tempat penyimpanan tersebut hingga kini juga masih bisa dilihat. Hanya, emas di dalamnya tidak asli. ''Emas aslinya entah ke mana saat Jepang menyerah dengan sekutu,'' kata Bambang.
Pria 71 tahun tersebut juga mengatakan, CCTV belum ada ketika De Javasche Bank dibangun. Namun, perancang gedung memiliki cara tersendiri untuk mengawasi keamanan brankas. Yaitu, memasang empat kaca di setiap sudut tembok ruangan tempat menyimpan uang dan emas. Jumlahnya empat kaca pada setiap brankas.
Uniknya, jika ada orang yang berjalan di dalam ruangan itu, bayangannya tidak bisa dilihat di kaca. Hanya penjaga yang bisa melihat gerak-gerik orang tersebut. Posisi kaca sudah diatur sedemikian rupa sehingga empat kaca itu saling memantulkan bayangan yang hanya bisa dilihat penjaga.
Lantai 2 merupakan bekas tempat teller melayani nasabah. Dulu, tempat itu adalah ruang utama gedung. Tempat teller tersebut terbuat dari kayu jati dan teralis besi. Jumlahnya sepuluh. Untuk keamanan nasabah, tempat bertransaksi didesain khusus. Tempat teller dan nasabah disekat dengan menggunakan teralis. Tempat untuk nasabah juga tertutup teralis. Nasabah yang bertransaksi diwajibkan mengunci pintu teralis tersebut dari dalam. Kuncinya dibawa nasabah. ''Cara tersebut sudah sangat aman pada saat itu,'' jelas Bambang. (yon/c15/eko)
Redaktur : Tim Redaksi