jpnn.com, BOGOR - Siswa kelas X SMAN 7 Kota Bogor, LJ (16), dipaksa kakak kelasnya untuk menenggak minuman keras (miras). Selain itu, korban dipaksa belajar cara tawuran hingga menjadi sansak hidup.
Kabar yang beredar, di lokasi sekitar sekolah, bilangan Jalan Palupuh Raya, juga kerap terjadi aksi pemalakan oleh oknum senior tersebut.
BACA JUGA: Tolong Pak Polisi, Aksi Tawuran Setiap Hari Sehabis Subuh sudah Bikin Warga Resah
Mereka juga kerap menanamkan rasa kebencian pada diri adik-adik kelas mereka agar selalu bermusuhan dengan sekolah tertentu.
Kepada Radar Bogor (Jawa Pos Group), orang tua korban, SA (46), warga Loji, Kecamatan Bogor Barat menceritakan aksi bullying yang menimpa anaknya itu.
BACA JUGA: Terlibat Tawuran, Sebelas ABG Digulung Polisi
Senin (11/9) pukul 21.00 WIB, anaknya belum juga pulang ke rumah dari sekolah. Padahal, kata dia, LJ jarang pulang telat dan paling telat sekitar pukul 17.00 WIB.
"Biasanya sudah ada di rumah dari waktu bubar sekolah jam setengah empat," kata SA.
BACA JUGA: Dicky Jadi Korban Tawuran di Halim
Merasa khawatir, ia kemudian menelepon LJ. Dalam sambungan telepon, meski mengabarkan akan segera pulang, tapi SA merasa ada nada ketakutan dari sang anak yang membuatnya curiga.
Benar saja, sesampainya di rumah, LJ bercerita ia dipaksa kakak kelasnya minum-minuman keras, ditendang dan dipukul.
"Anak saya ditahan sampai jam sembilan malam, sampai rumah jam sepuluh malam. Ini satu hal yang perlu direspons oleh masyarakat, ini mengarah ke kriminal berat," tegasnya.
Berdasarkan pengakuan sang anak, kata SA, sebelum peristiwa itu terjadi, LJ sempat dicegat oleh seniornya dan dibawa ke Taman Palupuh yang menjadi lokasi penganiayaan. Letaknya tepat berada di belakang SMAN 7.
"Ada sekitar 20 orang yang membully anak saya. Korbannya bukan anak saya saja, ada 11 siswa lain, tetapi dua di antaranya berhasil meloloskan diri,” ungkapnya.
SA mengatakan, akibat peristiwa tersebut saat ini anaknya mengalami trauma dan tak mau masuk sekolah. SA sendiri mengaku sudah mengadukan peristiwa tersebut kepada pihak sekolah.
"Ini anak saya tidak mau sekolah, syok berat. Keinginan saya para pelaku bullying diberi tindakan yang membuat jera. Saya masih menunggu respons pihak sekolah, bila tak bisa diatasi terpaksa akan lapor polisi. Sejauh ini saya telah mengumpulkan saksi-saksi dan bukti,” bebernya.
Masih kata SA, pihaknya juga menuntut agar pihak sekolah mengeluarkan siswa yang terbukti melakukan bullying terhadap anaknya.
“Ini mencoreng dunia pendidikan, sebab aksi tersebut sudah masuk tindak kekerasan dan kriminal berat,” tegasnya.
Soal ini, Wakil Kepala SMAN 7, Agus Setiadi mengaku masih membutuhkan waktu untuk penyelidikan.
Dia mengatakan, pihak sekolah sudah mengundang secara resmi orang tua korban untuk dimintai klarifikasi bersama Babinkamtibmas dan Babinsa Bogor Utara.
"Orang tua LJ sudah melaporkan pada kami. Dan pihak sekolah akan segera meng-kroscek dengan menemui ketua RT setempat untuk menanyakan apakah anak-anak sekolah ada di Taman Palupuh pada malam hari. Saya akan ke rumah korban akan mengajak ngobrol anaknya,” akunya.
Agus juga menegaskan, sekolah akan menjatuhkan sanksi apabila ada anak didiknya terlibat bullying.
Menurutnya, sekolah memiliki aturan, anak-anak yang terlibat akan dipanggil serta diberikan tindakan tegas, jika terbukti melakukan aksi tersebut.
"Siswa pulang sekolah jam setengah empat, diberikan toleransi hingga jam 5 sore dengan pengawasan sekuriti. Kalau ada kejadian seperti bullying, biasanya terjadi di luar jam belajar, sulit untuk mengawasi pada jam itu. Kami meminta bantuan dari masyarakat untuk memantau, teguran didahulukan kemudian dirapatkan dengan dewan guru dan wali kelasnya kemudian diputuskan hukuman kepada pelaku," urainya.
Anggota Komisi D DPRD Kota Bogor, Eka Wardhana, mengecam keras aksi bullying itu. Dia meminta pihak sekolah segera menindaklanjuti. Jika terbukti, maka harus ada tindakan dan sanksi tegas.
"Sekolah juga harus lebih peduli. Jika ada kegiatan di luar sekolah, harus ada fungsi kontrol dan pengawasan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diingkinkan. Jika memang kasus ini terbukti ada pelanggaran hukum, ya harus ditindak cepat," cetus politisi Partai Golkar itu .
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor, Fakhrudin mengaku sudah mendengar kasus bullying yang terjadi di sekolah tersebut.
Pria yang akrab disapa Fahmi itu mengaku langsung melaporkan informasi tersebut ke Balai Pelayanan dan Pengawasan Pendidikan (BP3) Wilayah I Jawa Barat.
Saat ditanya apakah ada sanksi hukum kepada pelaku bullying maupun sekolah, Fahmi, mengatakan, pengawasan SMA kini berada di tingkat Provinsi.
"SMA sudah urusan provinsi. Disdik hanya siap bantu jika diperlukan. SMAN 7 saya dengar sudah banyak mengambil langkah," singkatnya saat dihubungi Radar Bogor.
Terpisah, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mendesak Wali Kota Bogor bertanggung jawab. Karena kasus ini dinilai sebagai kegagalan pengelolaan pendidikan di Kota Hujan.
Aksi-aksi bullying masih saja terus terjadi hingga jatuh korban. Sementara bagi pelaku bullying bisa dikenakan hukuman berupa retokrasi dengan memanggil semua orang yang terlibat di dalamnya.
"Harusnya bisa memberitahu anak bahwa hal itu buruk dan tidak tepat dilakukan. Ini harus menjadi evaluasi, sebab sistem manajemen pendidikan sudah tak berjalan. Harus jadi evaluasi, saya akan mendatangi Kabupaten dan Kota Bogor. Bogor sudah darurat kekerasan anak, seperti bullying dan pencabulan. Apalagi kasus TK Mexindo belum tuntas," terangnya.
Arist menambahkan, sekolah juga gagal menerapkan manajemen penanaman moral pada siswa. Karenanya sekolah harus bertanggung jawab.
Bila diabaikan, pihak sekolah bisa dikenakan pidana 5 tahun penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UU 23/2002 yang diubah ke UU 35/2014 tentang perlindungan anak.
"Di situ disebutkan, setiap sekolah wajib jadi zona aman dari kekerasan bagi peserta didik dan guru," tandasnya.(wil/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tawuran Antar-RT Tewaskan Seorang ABG
Redaktur & Reporter : Soetomo