SKB Tentang Ahmadiyah Tidak Jalan

Minggu, 22 April 2012 – 08:07 WIB

JAKARTA - Munculnya kembali kasus kekerasan masyarakat terhadap penganut Ahmadiyah, harus menjadi pelajaran pemerintah. Terus bermunculannya kasus ini, menunjukkan masyarakat mulai melupakan atau tidak menjalankan surat keputusan bersama (SKB) tentang Ahmadiyah.

SKB tentang Ahmadiyah itu dikeluarkan Juni 2008 lalu. SKB yang terdiri dari tujuh dictum tersebut, ditandatangani (saat itu) oleh Menag Muhammad M. Basyuni, Jaksa Agung Hendarman Supandji, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H. Mardiyanto.

Dihubugi kemarin (21/4) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag Bahrul Hayat mengaku prihatin masih terus munculnya tindak kekerasan yang melibatkan masyarakat dengan penganut Ahmadiyah. "Pada intinya, sikap pemerintah terhadap Ahmadiyah dikembalikan lagi kepada SKB yang sudah ada," katanya. Bahrul enggan menyebut jika SKB ini tidak berjalan di lapangan.

Dia mengatakan, SKB itu sudah menetapkan rambu-rambu kepada kelompok Ahmadiyah dan masyarakat umum. Kepada masyarakat umum, Bahrul mengatakan tidak boleh ada tindakan-tindakan yang melawan hukum terkait keberadaan Ahmadiyah. Entah itu menyerang orang Ahmadiyah sendiri, atau sarana prasarana ibadah mereka. Seperti masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam diktum keempat.

Sementera pada diktum kesatu, SKB itu memberikan peringatan kepada seluruh masyarakat supaya tidak mensiarkan atau menggalang dukungan untuk melakukan penafsiran suatu agama yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. "Aturan ini berlaku umum. Setiap masyarakat yang menafsirkan agama yang kemudian menyimpang maka bisa ditindak sesuai perundang-undangan," kata dia.

Sedangkan rambu-rambu yang mengatur dengan tegas terhadap keberadaan Ahmadiyah, diatur dalam diktum ketiga. Dalam diktum itu, SKB telah memberikan peringatan dan memerintahakan kepada seluruh penganut dan pengurus Jemaat Ahmiadyah Indonesia (JAI) sepanjang mengaku menganut Islam agar menghentikan penyebaran penafsiran dan semua kegiatan lainnya yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam.

Bahrul menuturkan, penafsiran Ahmadiyah yang ditetapkan dalam SKB itu menyimpang adalah, penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. "Ini tentu menyimpang sekali," katanya.

Tetapi, dia kembali mengingatkan masyarakat luas tidak boleh melanggar hukum ketika dihadapkan kepada ajaran Ahmadiyah itu. Masyarakat yang merusakah fasilitas dan melukai jamaah Ahmadiyah tetap tidak dibenarkan secara hukum.

Seperti diberitakan, Jumat lalu (20/4) sekelompok warga menyrang dan merusak masjid Baitul Rahim milik jamaah Ahmadiyah. Masjid ini berlokasi di Kampung Babakan Sindang, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasimalaya, Jawa Barat. Awalnya masyarakat melakukan aksi damai dengan menyegel masjid tersebut. Tetapi aksi damai ini akhirnya berujung tindakan brutal masyarakat dengan merusak masjid. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KontraS : Usut Pemberi Perintah ke Geng Motor


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler