Skema ACFTA Menempatkan Produk Kertas Indonesia dalam Jalur Sensitif, Pemerintah Perlu Lakukan Ini

Jumat, 15 Desember 2023 – 11:59 WIB
Bisnis industri kreatif kertas pembungkus hadiah (gift wrapping paper). Foto dok Cermai Makmur

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Liana Bratasida menuturkan sejak berlaku pada 2010, skema ACFTA menempatkan produk kertas Indonesia dalam jalur sensitif, mengakibatkan tarif impor tinggi di Tiongkok.

APKI telah menyuarakan keprihatinan tentang masalah ini selama lima tahun terakhir, terlebih dengan banyaknya tekanan perdagangan global saat ini.

BACA JUGA: 4 Tim Sepak Bola SMA Siap Berlaga di Grand Final McDonald’s Liga Ayo 2023

Hal tersebut Liana sampaikan saat FGD mengenai Dampak RCEP pada Industri Kertas dan Potensi Perdagangan Indonesia dengan Tiongkok.

"Kami menyadari RCEP yang telah berlaku sejak 1 Januari 2023, sangat baik untuk ekspansi perdagangan Indonesia secara nasional, namun ternyata memiliki potensi yang lebih memberatkan kedepannya untuk industri kertas. Sebanyak 102 Pos Tarif produk kertas Indonesia tidak mendapatkan liberalisasi perdagangan di Tiongkok dan menghadapi tarif tinggi 5-7.5%," ujar Liana.

BACA JUGA: Lewat Produk Tembakau Alternatif, Asosiasi Konsumen Dukung Peningkatan Kualitas Kesehatan Publik

Sementara itu, 223 Pos Tarif produk kertas impor dari Tiongkok mendapatkan diliberalisasi menjadi 0% di bawah RCEP. Hal ini tentunya memunculkan kekhawatiran besar bagi kami industri kertas, karena barang impor akan sangat mungkin masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah.

Kapasitas produksi Industri Kertas Tiongkok mencapai 255 juta ton, sedangkan kapasitas Indonesia yang masih terus berkembang saat ini 13.4 juta ton.

BACA JUGA: Epson Indonesia Tanam Seribu Pohon untuk Mendaur Ulang Kertas

Dengan banyaknya perang dagang dan pemulihan ekonomi domestik Tiongkok, ada peluang besar bagi Tiongkok untuk meningkatkan ekspor kertasnya ke berbagai negara di ASEAN, termasuk Indonesia.

“Kami sangat mengharapkan kesediaan bantuan dari Pemerintah Indonesia untuk kedepannya dapat membantu kami menghadapi kegelisahan ini, terlebih sesuai laporan dari anggota-anggota APKI, produk kertas yang banyak masuk ke Indonesia pada tahun 2023 ini harganya bahkan lebih murah 50% dari tahun-tahun sebelumnya sebelum RCEP berlaku," imbuh Liana.

Dr. Eugenia Mardanugraha dari LPEM, FEB Universitas Indonesia, mencatat tren impor kertas dari Tiongkok ke Indonesia meningkat.

Tarif bea masuk tinggi yang dikenakan oleh Tiongkok dan liberalisasi tarif bea masuk Indonesia sesuai PMK 224/PMK.010/2022 menunjukkan adanya potensi ketidakseimbangan yang memberatkan Industri Kertas Indonesia.

"Bukan hanya dialami oleh Industri Kertas, namun situasi ini bisa mempengaruhi industri lain yang memiliki nasib serupa. Menurut analisis kami, pemerintah perlu waspada terhadap potensi peningkatan impor Tiongkok ke Indonesia karena ketidakseimbangan ini," ucap Eugenia.

Eugenia menambahkan, ke depannya diperlukan aksi mitigasi kebijakan untuk melindungi Industri Indonesia dan meningkatkan daya saing di pasar domestik melalui beberapa Kebijakan pengamanan perdagangan seperti Trade Remedies, Standar, Sertifikasi dan Larangan atau Pembatasan (Lartas) Kertas Impor.

"Untuk perbaikan akses pasar, bisa dibuka diskusi untuk kemungkinan adanya kerjasama perdagangan terbatas antara Indonesia dan Tiongkok," usul Eugenia berdasarkan studi oleh Universitas Indonesia.

Hasil diskusi menyepakati bahwa beberapa hal yang harus ditindaklanjuti dan dikoordinasi bersama adalah melakukan upgrading ACFTA, memulai dialog dan diskusi pembukaan bilateral dengan komoditas terbatas dengan Tiongkok melalui skema Preferential Trade Agreement (PTA) serta memungkinkan juga melakukan review RCEP pada tahun-tahun mendatang.

Diseminasi RCEP juga dirasa sangat penting dilakukan secara masif kedepannya, agar semua pihak mempunyai pemahaman yang sama tentang RCEP untuk lebih dimaksimalkan pemanfaatannya.

Di sisi lain juga pemerintah perlu melakukan mitigasi dan perlindungan terhadap sektor industri yang kurang beruntung atas kesepakatan RCEP sebagai usulan yang win-win demi terciptanya perdagangan yang lebih adil dan maksimal.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler