jpnn.com, SINGAPORE - Program pengembangan perdesaan di Banyuwangi bernama Smart Kampung, menjadi perhatian forum workshop ASEAN Smart Cities Network (ASCN) di Singapura, 22 -25 Mei 2018.
Program yang mendekatkan pelayanan publik hingga ke level desa lewat pemanfaatan teknologi informasi ini dinilai sebagai salah satu solusi bagi pengembangan kawasan rural di Tanah Air.
BACA JUGA: Bupati Banyuwangi Perkuat Jaringan Forum Kota Cerdas ASEAN
Indonesia memilih Banyuwangi menjadi satu dari tiga daerah di Indonesia yang masuk dalam Jaringan Kota Cerdas ASEAN (ASCN). Sebanyak 26 kota/daerah dari sepuluh negara ASEAN terlibat dalam forum tersebut.
Direktur Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Gunawan mengatakan, para delegasi Indonesia memaparkan pengembangan smart city di forum itu.
BACA JUGA: Ratusan Anak Muda Ikut Kompetisi Pertanian di Banyuwangi
"Setiap delegasi negara bisa mengetahui perkembangan smart city dari kota lain se-ASEAN, sekaligus menjadi referensi pengembangan praktik inovasi di negaranya masing-masing," kata Gunawan.
Sebelumnya, para delegasi juga mengikuti workshop yang menghadirkan pakar platform digital, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan dari World Bank, Alibaba, Grab, Ernst and Young, Huawei, UNESCAP, dan UNDP.
BACA JUGA: Kla Project Siapkan Surprise Spesial di Jazz Banyuwangi
Menurut Gunawan, pemilihan program Smart Kampung karena berhasil mendorong desa sebagai sentra pelayanan publik untuk meningkatkan daya saing sehingga kesejahteraan warganya meningkat.
"Smart Kampung cukup unik. Memang belum sepenuhnya sempurna, tapi inisiatif Banyuwangi ini layak diacungi jempol. Sasarannya langsung warga desa. Ini sesuai tujuan otonomi daerah yang memastikan masyarakat terlayani dengan baik, dan membawa kesejahteraan warga," ujarnya.
Smart Kampung Banyuwangi, lanjut dia, juga mencoba memberi alternatif bahwa tidak semua acuan pengembangan daerah di Indonesia harus diseragamkan. Dalam konteks kabupaten, konsep Smart Kampung lebih tepat karena bersentuhan langsung dengan masyarakat desa. Hal tersebut berbeda dengan problem masyarakat perkotaan.
“Itulah mengapa Indonesia memilih Banyuwangi sebagai varian lain pengembangan daerah berbasis perdesaan di Forum ASEAN ini, bersama Jakarta dan Makassar sebagai representasi perkotaan,” ujarnya.
Gunawan menambahkan, Kemendagri akan terus memonitor perkembangan Smart Kampung, karena telah masuk jaringan Smart City Asean. "Apalagi bila nanti ada mitra internasional yang tertarik mengembangkan project ini. Untuk tahap sekarang disepakati sampai dengan tahun 2025," ujarnya.
Smart Kampung sendiri adalah program pengembangan desa yang digagas Pemkab Banyuwangi untuk mendekatkan pelayanan publik hingga ke level desa. Setiap desa didesain memiliki kerangka program terintegrasi yang memadukan antara penggunaan TIK berbasis serat optik, kegiatan ekonomi produktif, kegiatan ekonomi kreatif, peningkatan pendidikan-kesehatan, dan upaya pengentasan kemiskinan.
”Bukan sekadar tergantung pada transformasi teknologi, tapi yang lebih penting adalah upaya mendorong pengembangan kampung-kampung menjadi lebih baik. Ini yang mungkin belum banyak diperhatikan dalam peta Smart City pada umumnya yang hanya fokus pada problem masyarakat perkotaan,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Smart Kampung, kata Anas, telah membuat desa secara bertahap menjadi sentra pelayanan publik yang bisa diandalkan. Sejak diluncurkan pada Mei 2016 oleh Menkominfo Rudiantara, kini telah ada 167 desa yang teraliri internet berbasis serat optik (fiber optic) dari total 189 desa di Banyuwangi. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Trenggalek Adopsi Inovasi Pelayanan Publik di Banyuwangi
Redaktur : Tim Redaksi