Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kemendikbud Hamid Muhammad menuturkan, kekurangan guru yang paling besar adalah untuk SMK. "Terutama untuk guru-guru yang bersifat guru produktif di SMK. Kalau guru di SMA banyak yang berlebih," kata dia saat ditemui di kantornya kemarin (14/9). Guru produktif ini seperti guru-guru otomotif, elektronika, TIK (teknologi informasi dan komunikasi), dan sejenisnya.
Menurut Hamid, kebutuhan guru dalam jumlah yang cukup besar ini muncul karena pemerintah mengejar target peningkatan angka paritispasi kasar (APK) pendidikan menengah sebesar 4 persen. Sebagai catatan, APK pendidikan menengah saat ini masih sekitar 74 persen.
Upaya peningkatan APK ini dilakukan dengan menambah ruang kelas baru (RKB). Tahun depan, pemerintah sudah mengagendakan membangun 12 ribu hingga 14 ribu ruang kelas baru. Selain itu, mereka juga bakal membangun 216 unit sekolah baru. Untuk mewujudkan program ini, pemerintah menyiapkan anggaran sekitar Rp 2,9 triliun.
"Jumlah kelasnya bertambah, otomatis kebutuhan gurunya juga ikut bertambah," kata dia. Menurut Hamid, kebutuhan 13 ribu guru tadi dihitung dengan asumsi satu guru mengajar dua mata pelajaran. Jika satu guru mengajar satu mata pelajaran, dia menegaskan kebutuhan guru akan semakin besar lagi.
Hamid menjelaskan, pemerintah sudah menyiapkan sejumlah scenario untuk memenuhi kekurangan guru tersebut. Cara pertama adalah cara tradisional, yaitu memanfaatkan alokasi atau kuota CPNS baru dari seleksi umum.
Cara berikutnya adalah, merekrut guru-guru produktif jebolan pendidikan profesi guru (PPG). Hamid mengatakan, setiap tahun rata-rata kuota PPG hanya 6 ribu guru untuk semua jenjang pendidikan. "Jadi kita tidak bisa berharap 100 persen dari jebolan PPG," kata dia.
Sebagai gantinya, Hamid mengatakan pemenuhan kekurangan guru akan didrop sarjana non FKIP (fakultas keguruan dan ilmu pendidikan). Misalnya, untuk mengajar otomotif akan ditangani guru sarjana teknik mesin. Sedangkan untuk guru peternakan atau pertanian, akan ditangani guru sarjana pertanian.
"Untuk urusan substansi ilmu, saya yakin mereka (guru non FKIP, red) lebih jago," kata dia. Tetapi, guru-guru yang didatangkan dari non FKIP akan lebih dulu ditatar berupa pendalaman teknik mengajar. Hamid mengakui, meskipun sudah jago tetapi bisa jadi belum bisa cara menyampaikan materi kepada siswa.
Cara terakhir untuk menambal kebutuhan guru yang besar itu, Hamid mengatakan akan membuat program guru adaptif. Dalam prakteknya, guru ini akan mengajar dua mata pelajaran yang ada kaitannya. Untuk mempersiapkan guru adaptif ini, akan dilatih beberapa waktu di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Misalnya, guru matematika akan diberi tugas tambahan mengajar TIK, guru fisika merangkap guru otomotif, dan guru biologi merangkap guru peternakan atau pertanian. "Intinya PMU ini jalan jika infrastruktur dan gurunya mendukung," tutur Hamid. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... AusAID Kucurkan Dana Pendidikan USD 17 Juta di Papua
Redaktur : Tim Redaksi