SMKN 2 Padang Wajibkan Siswi Nonmuslim Berjilbab, Rekomendasi KPAI Tegas

Sabtu, 23 Januari 2021 – 16:52 WIB
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti. Foto: Humas KPAI for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam aksi intoleransi dan pelanggaran HAM yang terjadi pada siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Kasus yang viral di medsos itu menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti, tidak akan terjadi bila pihak sekolah memahami aturan dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

BACA JUGA: SMKN 2 Padang Wajibkan Siswi Nonmuslim Berjilbab, KPAI: Itu Intoleran & Melanggar HAM

Aturan itu dimaksudkan untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Di samping menghindarkan semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan.

"Peraturan ini seharusnya digunakan sebagai acuan atau panduan dalam menangani kasus yang terjadi di SMKN 2 Kota Padang, Sumatera Barat," kata Retno dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu (23/1).

BACA JUGA: Letjen Doni Monardo Keluarkan Imbauan Penting Usai Terpapar Covid-19, Tolong Disimak

Merespons kasus siswi nonmuslim diwajibkan berjilbab di SMKN 2 Padang, KPAI memberikan lima rekomendasi sebagai berikut:

Pertama, pihak sekolah diduga kuat melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 39/1999 tentang HAM.

BACA JUGA: Ssst, Begini Fokus Gerakan Front Persaudaraan Islam yang Sudah Terbentuk di 20 Provinsi

Ketentuan dalam berbagai peraturan perundangan tersebut menurut Retno, bisa dipergunakan karena pihak sekolah telah membuat aturan sekolah yang bersifat diskriminatif terhadap SARA.

Aturan itu menurut komisioner KPAI bidang pendidikan itu, mengakibatkan adanya peserta didik yang berpotensi mengalami intimidasi. Sebab, dia dipaksa menggunakan jilbab padahal siswi tersebut bukan seorang muslim.

Oleh karena itu, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar untuk memeriksa Kepala SMKN 2 Kota Padang dan jajarannya dengan Permendikbud No. 82/2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dan mengacu pada peraturan perundangan apa saja yang dilanggar pihak sekolah.

'Pemberian sanksi walaupun hanya surat peringatan menjadi penting, agar ada efek jera,' tegas Retno.

Kedua, KPAI juga mendorong dinas-dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk mengingatkan kepada stakeholder pendidikan di wilayahnya, terutama kepala sekolah dan guru untuk menjadikan kasus SMKN 2 Padang ini sebagai pembelajaran bersama sehingga tidak terulang lagi.

Ketiga, KPAI mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI untuk meningkatkan sosialisasi Permendikbud No. 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, secara masif ke dinas-dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

"Kemudian dilanjutkan sosialisasi kepada kepala-kepala sekolah di berbagai jenjang pendidikan di seluruh wilayahnya," ucap mantan kepala SMAN 3 Jakarta ini.

Keempat, KPAI  mendorong adanya edukasi dan pelatihan-pelatihan kepada para guru dan kepala sekolah untuk memiliki perspektif HAM, terutama pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak peserta didik.

Sebab, ketika sekolah memiliki kebijakan memperkuat nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai persatuan, menghargai perbedaan, maka peserta didik akan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima, KPAI mengapresiasi para orang tua peserta didik untuk berani bersuara dan mendidik anak-anaknya juga untuk berani bersuara ketika mengalami kekerasan di sekolah. Baik kekerasan fisik, kekerasan seksual maupun kekerasan fisik.

"Salah satu cara menghentikan kekerasan adalah dengan bersuara," pungkas Retno.(esy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler