jpnn.com, JAKARTA - Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) membeber temuannya dari hasil survei tentang efek rekam jejak capres-cawapres pada elektabilitas masing-masing kontestan Pilpres 2024.
Pendiri SMRC Saiful Mujani membedah temuan itu dalam diskusi bertitel ‘Rekam Jejak dan Elektabilitas Capres’ yang ditayangkan di YouTube pada Kamis (7/12/2023).
BACA JUGA: Keluarga Aktivis 98 Ini Minta Pemerintah Selesaikan Kasus Penculikan Anaknya
Dalam paparannya, akademisi peraih gelar Ph.D. dari Ohio State University itu memaparkan rekam jejak Prabowo Subianto sebagai tokoh militer berpangkat letnan jenderal yang diberhentikan dari TNI (dahulu masih bernama ABRI).
“Isu ini sudah lama tentu saja, umurnya sama dengan umur reformasi,” ujar Saiful.
BACA JUGA: Dokumen Rahasia Sebut Prabowo Punya Pacar di Thailand
Menurut Saiful, keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bentukan ABRI pada 1998 menyatakan Prabowo bersalah pada kasus penculikan maupun penghilangan nyawa. “Itu (keputusan DKP, red) fakta, bukan gosip,” imbuh Saiful.
Mahaguru ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu menambahkan Prabowo juga mengakui soal penculikan tersebut.
BACA JUGA: Ganjar-Mahfud Lahir dari Rakyat, Arsjad Rasjid Sampaikan Pesan soal Pembelaan
“Kalau dia mengakui perbuatannya itu melanggar HAM berat, seharusnya dia tidak punya hak lagi untuk jabatan-jabatan politik publik,” kata Saiful.
SMRC pun menggelar survei pada 29 Oktober – 5 November 2023 untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang kasus hak asasi manusia (HAM) yang menyeret Prabowo.
Dari 1939 responden dalam survei itu, hanya 38 persen yang mengetahui soal Prabowo dipecat karena penculikan, sedangkan 62 persen responden mengaku tidak tahu.
Dari total responden yang tahu soal kasus itu, ada 44 persen yang meyakini pemberhentian Prabowo dari TNI merupakan keputusan yang benar.
Sisanya ialah 41 persen responden yang tidak yakin dengan keputusan itu, sedangkan 15 persen lainnya tidak menjawab.
Selanjutnya, SMRC juga menyigi arah dukungan politik di Pilpres 2024 dari responden yang mengetahui soal pemecatan Prabowo.
Hasilnya ialah 22 persen memilih Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, sedangkan 40 persen lainnya mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Adapun 33 persen dari responden yang mengetahui penculikan itu memilih mendukung Prabowo yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka.
Kemudian dari 41 persen responden yang tidak yakin dengan keputusan pemecatan Prabowo, ada 22 persen memilih Anies-Muhaimin. Dari kelompok itu, responden yang memilih Ganjar-Mahfud ada 15 persen, sedangkan pendukung Prabowo-Gibran mencapai 55 persen.
Menurut data SMRC, jika elektabilitas Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dari responden yang mengetahui kasus Prabowo ditambahkan, jumlahnya sudah di atas 50 persen. Artinya, Prabowo-Gibran belum memperoleh mayoritas mutlak.
“Apabila jumlah orang yang tahu itu (kasus HAM yang menyeret Prabowo, red) mayoritas, maka menjadi susah untuk satu putaran,” ulasan Saiful.
Lebih lanjut Saiful mengatakan pasangan capres-cawapres yang berpotensi masuk ke putaran kedua ialah Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran.
Namun, merujuk jumlah responden yang tidak tahu soal kasus Prabowo dipecat, Saiful mengatakan ada potensi Pilpres 2024 cuma satu putaran.
"Jadi, isu HAM ini penting untuk pertarungan antara Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud," kata Saiful.(ast/jpnn.com)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanggapi Omongan Adik Prabowo soal Isu Pelanggaran HAM, IKOHI: Menyakitkan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi