jpnn.com - JAKARTA - Kriminolog Universitas Indonesia Josias Simon menyatakan bahwa dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo, tidak akan mengaburkan penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Sebab, ujar Josias Simon, dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi tersebut belum memiliki bukti yang kuat. Josias menyebut dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi masih terlalu dini.
BACA JUGA: Siapa Membunuh Putri (4)
“Terutama alat buktinya apa? Karena dalam ranah penyidikan perlu kejelasan semua temuan dan petunjuk yang ada," kata Josias dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (6/9).
Dia menambahkan tidak menutup kemungkinan dugaan kekerasan seksual ini, untuk meringankan para tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
BACA JUGA: Kak Seto Ternyata Belum Pernah Bertemu Anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
"Karena bicara motif yang akan menentukan pasal tindak pidananya, karena itu dalam rangka mengaburkan atau meminimalkan hukuman," ungkap Josias.
Hanya saja, Josias menambahkan, Tim Khusus (Timsus) Polri harus tetap mendalami dan memverifikasi ulang dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi tersebut.
BACA JUGA: Inilah Fakta Sebenarnya Soal Ruang Rahasia yang Diviralkan Wanita Diduga ART Ferdy Sambo
Menurutnya, temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) baru berdasarkan keterangan saksi dan korban.
"Apakah sesuai atau tidak dengan yang sudah ada. Jadi masukan atau tambahan yang perlu diverifikasi kembali," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Komnas HAM menemukan dugaan kekerasan seksual Brigadir J kepada Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Dari laporan hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM yang disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, di Jakarta, Kamis (1/9), dugaan kekerasan seksual terjadi di Magelang, Kamis (7/7).
Peristiwa itu terjadi setelah Putri Candrawathi merayakan hari ulang tahun pernikahan sekitar pukul 00.00 WIB.
Merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual satu alat bukti, yaitu keterangan korban dapat dilaporkan dan diproses hukum.
Hal ini berbeda dengan pola pemidanaan dimana perlu dua alat bukti yang sah. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi