JAKARTA - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra menyoroti kebijakan pemerintah tentang penanganan para nara pidana (napi). Menurutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu menegur Menteri Hukum dan HAM (Menhukham) Amir Syamsudin dan Wamenhukham Denny Indrayana agar memahami Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Yusril menegaskan, sebenarnya hak-hak napi yang harus dipenuhi bukan hanya hak-hak dasar mereka sebagai manusia, tetapi hak-hak napi itu sendiri. Menurutnya, hak-hak napi itu sudah diatur dalam Konvensi PBB tentang Perlakuan terhadap Narapidana dan detilnya diatur dalam Protokol Tokyo.
Konvensi itu kemudian diadopsi dalam UU Nomor Pemasyarakatan Tahun 1995. "Penjelasan Presiden di Halim kemarin hanya mengemukakan agar hak-hak dasar napi dipenuhi. Hak dasar napi berbeda dengan hak-hak napi. Hak-hak napi itu antara lain hak mendapat remisi, hak cuti menjelang bebas, mendapat asimilasi, hak mendapat bebas bersyarat dan sebagainya," kata Yusril kepada JPNN, Minggu (14/7).
Namun, katanya, pemenuhan hak-hak bagi napi itu ternyata diketatkan dengan Peraturan Pemerintan Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Yusril menilai PP itu membuat adanya pembedaan bagi napi-napi tertentu. "Padahal tidak boleh ada pembedaan perlakuan terhadap napi," tegasnya.
Dipaparkannya, kebijakan pengetatan itu bahkan menghilangkan hak-hak napi sehingga menimbulkan keresahan yang meluas hampir di semua Lembaga Pemasyarakatan. Karenanya, Yusril menyarankan Presiden segera minta Menkumham menjelaskan perbedaan hak-hak dasar napi sebagai manusia dengan hak-hak napi, agar dapat memahami persoalan.
"Tanjung Gusta hanya awal saja. Petugas LP juga dibuat pusing dengan PP 99 Tahun 2012 karena terkesan bahwa pemerintah mulai meninggalkan sistem pemasyarakatan, tapi kembali ke sistem penjara," ucap Yusril.
Guru besar ilmu hukum yang pernah menjadi Menteri Sekretaris Negara itu juga mengkritisi pernyataan Menkopolhukam Djoko Suyanto yang menyebut napi kasus terorisme, narkotika dan korupsi sebagai pelaku extraordinary crime terkait isi PP Nomor 99 tahun 2012. "Presiden harus menegur dan minta Menkopohukam membaca Statuta Roma. Presiden juga harus menegur Menkumham dan Wamennya agar pahami betul-betul UU Pemasyarakatan dan sistemnya, agar tidak salah membuat kebijakan," cetusnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI AU Tolak Hibah Pesawat Tempur Korea Selatan
Redaktur : Tim Redaksi