Soal Hukuman Mati, Indonesia Perlu Belajar dari Malaysia

Senin, 22 Mei 2023 – 19:27 WIB
Tokoh senior HAM dan praktisi Hukum Todung Mulya Lubis menyebutkan Indonesia perlu belajar dari Malaysia soal hukuman mati. Ilustrasi Tersangka/Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana membuka babak diskursus yang baru.

Tokoh senior HAM dan praktisi Hukum Todung Mulya Lubis menyebutkan salah satu terobosan dalam undang-undang itu ialah pengaturan baru mengenai pidana mati.

BACA JUGA: ELSAM Ingatkan Pengadilan Tidak Jatuhkan Hukuman Mati karena Tekanan Publik

Todung menceritakan awal mula dirinya menolak hukuman mati dengan mendatangi Wakil Presiden waktu itu Adam Malik bersama para seniornya Yap Thiam Hien dan sejumlah rekan untuk menolak hukuman mati.

"Sikap saya terhadap hukuman mati masih sama, sejak awal menjadi penggiat HAM sampai hari ini. Saya menolak hukuman mati dalam kasus apa saja, kepada siapa saja," kata Todung dalam keterangannya, Senin (22/5).

BACA JUGA: Penembak Anak di NTT Terancam Hukuman Mati

Menurutnya, perubahan pidana mati merupakan langkah positif dari sejarah panjang Indonesia yang menolak penghapusan pidana mati. 

"Pasal 100 KUHP Baru ini wujud nyata dari jalan tengah yang mengompromikan pihak yang setuju dan menentang hukuman mati,” ucap Todung.

Dia menjelaskan, ide awal dari adanya pidana percobaan selama 10 tahun dicetuskan Prof. Mardjono Reksodiputro.

Todung mengaku dalam perjalanan soal hukuman mati itu tidak lepas dari cibiran dari rekannya yang menilai bahwa hukuman mati pada dasarnya pun diperbolehkan dalam hukum Islam. 

Dia menyebutkan kini narasi tersebut layak dipertanyakan kembali setelah Malaysia dalam konstitusinya mengaku sebagai negara muslim dan menghapus hukuman mati yang mandatory.

"Bahkan, mereka telah bergerak lebih jauh dari itu dengan menghapus pidana penjara seumur hidup. Hal ini tentu meruntuhkan dalil pendukung hukuman mati yang menggunakan hukum Islam sebagai justifikasinya," jelasnya.

Senada, Kriminolog Universitas Indonesia, Prof. Adrianus Meliala juga menilai bahwa masa percobaan hukuman mati sebagai langkah positif untuk merehabilitasi terpidana.

Apalagi, menurutnya, ada banyak terpidana yang melakukan perbuatannya dalam kondisi ‘kalap’ (tidak tenang).

“Masa percobaan ini dapat memberikan efek jera dan rehabilitasi kepada pelaku tindak pidana yang tergolong sebagai pelaku ‘tergelincir’,” Jelas Adrianus.

Guru Besar Universitas Indonesia itu juga menyebutkan masa percobaan ini juga bisa menjadi obat bagi masalah unfair trial dan miscarriage of justice yang selama ini mewarnai dunia hukum Indonesia.

“Jangan sampai menghukum orang yang tidak pantas dihukum, apalagi sampai menghukum mati,” pungkas Adrianus.(mcr8/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler