jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta meminta pemerintah serius menangani kasus peretasan setelah muncul kabar kebocoran data nomor pokok wajib pajak (NPWP) kembali terjadi di Indonesia.
"Harus menjadi alarm keras untuk pemerintah agar segera meningkatkan keamanan siber, sehingga data setiap warga negara terlindungi," ujar Sukamta kepada awak media, Jumat (20/9).
BACA JUGA: ASN Kota Semarang Diteror Sejumlah Penelepon Gelap, BKN Ungkap Dugaan Kebocoran Data
Dugaan kebocoran data menyeruak setelah muncul informasi pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto di media sosial pada Rabu (18/9).
Setidaknya, ada enam juta data NPWP yang diduga bocor dan dijual oleh Bjorka di Breach Forums.
BACA JUGA: Soal Dugaan Kebocoran Data BKN, Nezar Patria: Kami Sedang Telusuri
Menurut Sukamta, kasus kebocoran data bukan sekali ini terjadi dan sudah sering terjadi, sehingga harus menjadi perhatian pemerintah.
Legislator Fraksi PKS itu mengatakan masalah kebocoran data tidak boleh berhenti sebatas investigasi pelaku seperti sebelumnya.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Jutaan Data NPWP Diduga Bocor, Termasuk Milik Presiden Joko Widodo
"Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret dalam memperkuat keamanan siber di semua sektor, termasuk di sektor pemerintahan maupun swasta,” lanjut Sukamta.
Dia mengatakan perlindungan data warga Indonesia seperti NPWP harus menjadi prioritas pemerintah.
Terlebih lagi, kata dia, data milik Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, Ketua Umum PSSI Kaesang Pangarep, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai ikut bocor.
"Ini merupakan ancaman serius, tidak hanya bagi privasi individu, tetapi juga bagi keamanan nasional. Kasus ini adalah bukti nyata bahwa keamanan siber di Indonesia masih sangat rentan," ucap legislator Daerah Pemilihan Yogyakarta itu.
Sukamta menyarankan pemerintah bisa membuat semacam investigasi internal soal penyebab mudahnya data di Indonesia bocor.
“Selain evaluasi, pemerintah juga harus melakukan investigasi internal untuk mengetahui kelemahan dari sistem data yang dimilikinya,” kata Sukamta.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menujukkan sepanjang tahun 2019 hingga 14 Mei 2024 sudah ada 111 kasus kebocoran data yang ditangani.
Hal itu membuat Indonesia masuk ke dalam sepuluh negara dengan kebocoran data terbesar dalam kurun waktu dari Januari 2020-Januari 2024 menurut Surfshark, perusahaan virtual private network (VPN) asal Belanda.
Indonesia juga menjadi negara dengan kebocoran data terbanyak kedelapan di dunia dengan estimasi 94,22 juta akun bocor.
Melihat data tersebut, Sukamta menilai keamanan siber bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh dalam era digital.
Dia menegaskan pentingnya negara segera membentuk lembaga Otoritas Perlindungan Data Pribadi (OPDP) sebagaimana amanat UU No 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
"Saya sudah berulang kali menyampaikan untuk segera keluarkan aturan pembentukan lembaga PDP. Banyaknya kasus kebocoran data yang bahkan penegakan hukumnya pun jarang ada kejelasan menunjukkan Indonesia sudah sangat membutuhkan lembaga perlindungan data,” tegas Sukamta. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saaih Halilintar Dikabarkan Gagal Ikut PON Karena Belum Punya NPWP, Thariq Halilintar Bilang Begini
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Aristo Setiawan