jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) menyentil Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait nasib hampir satu juta warga Uighur dan kelompok muslim lainnya yang ditahan di wilayah Xinjiang, Tiongkok.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan dalam pendapat hukumnya yang diterima jpnn.com, Kamis (26/12), mengingatkan Presiden Jokowi akan sumpahnya untuk memegang teguh UUD dan menjalankan segala undang-undang dan peraturan dengan selurus-lurusnya.
Di dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945, katanya juga terdapat kalimat bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
"Dengan kata lain, isi dan makna alinea pertama menyatakan bahwa Bangsa Indonesia berpendirian antipenjajahan, bertekad akan berjuang menentang setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa, menghapus atau menentang setiap upaya kekerasan fisik yang mengambil hak hidup, penindasan terhadap manusia," ucap Chandra.
Dalam upaya memegang teguh UUD 1945, Jokowi semestinya ikut serta dalam kancah internasional menghentikan segala bentuk penjajahan misalnya menentang upaya penindasan, penyiksaan dan segala upaya yang merampas hak hidup muslim etnis Uighur di Xinjiang, China. Selain itu, ikut memperjuangkan agar hak hidup, kebebasan dari penindasan dapat dinikmati kembali oleh muslim etnis Uighur.
Dalam konteks itu, salah satu bentuk pembelaan yang dapat dilakukan Jokowi adalah melalui jalur diplomatik, menyuarakan di berbagai forum baik dalam negeri dan internasional, kemudian memanggil kedutaan negara China dalam rangka memberikan peringatan keras agar menghentikan kebijakan dan tindakannya.
"Apabila ini dilakukan maka Presiden telah mengamalkan dan memegang teguh UUD 1945," tukas Sekjen LBH Pelita Umat ini.
Chandra menambahkan, Presiden Jokowi semestinya memberikan contoh bagaimana memegang teguh dan mengamalkan UUD 1945, agar menjadi contoh bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila tidak? Maka dikhawatirkan masyarakat menilai bahwa Presiden adakalanya menuduh seseorang atau kelompok tertentu sebagai anti-UUD 1945, sementara pada tataran praktik dapat dinilai bertolak belakang.
“Presiden yang tidak menjalankan Undang-Undang Dasar sesuai sumpahnya. Maka dapat dinilai melanggar Undang-undang dasar 1945," tandas Chandra.(fat/jpnn)
BACA JUGA: Pentolan Volunter Jokowi Ingatkan Pemerintah Tak Tutup Mata soal Uighur
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam