jpnn.com, JAKARTA - Ketua umum Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Lukman Said mengaku prihatin melihat kondisi honorer K2 yang lulus PPPK (Pegawal Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) hasil rekrutmen Februari 2019.
Saat ini banyak di antara mereka yang merasa cemas karena belum juga ada tanda-tanda pemberkasan NIP PPPK, apalagi penyerahan SK PPPK.
BACA JUGA: Kapan NIP dan SK PPPK Terbit? Begini Jawaban 2 Pejabat
Sebagai wakil rakyat, Lukman bisa merasakan bagaimana kondisi psikologis honorer K2 yang lulus PPPK.
Pasalnya, waktu 20 bulan menanti NIP dan SK PPPK, bukan waktu yang pendek.
BACA JUGA: Desember 2020 Belum Terima NIP PPPK, Status Honorer K2 Terancam
Lukman sampai menanyakan kepada Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih bagaimana kondisi teranyar pascaterbitnya Perpres nomor 98 tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK.
Di awal terbitnya Perpres 98 Tahun 2020, mereka bahagia dan sangat berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo.
BACA JUGA: Berita Duka: Ir Idham dan Dr Sugito Meninggal Dunia
Namun, kegembiraan itu berganti dengan kecemasan, galau, stres, dan tertekan.
Mereka bertanya-tanya sampai kapan harus menunggu sementara masa pensiun sudah di depan mata.
"Subhanallah, sudah sebegitunya kah kondisi honorer K2 yang lulus PPPK? Saya sangat-sangat prihatin," kata Lukman kepada JPNN.com, Senin (26/10).
Politikus PDIP ini pun berjanji akan menanyakan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo kira-kira kapan 51.293 honorer K2 yang lulus PPPK diangkat secara resmi sebagai ASN.
Sebelumnya Titi Purwaningsih mengungkapkan kondisi rekan-rekannya saat ini yang penuh kegalauan dan cemas.
Titi bahkan mengaku tidak bisa memberikan ketenangan lantaran belum tahu kapan petunjuk teknis (Juknis) diterbitkan.
"Ini juknis PPPK belum turun juga. Saya enggak bisa bayangkan kalau dilewati CPNS 2019. Semua sudah pada stres, cemas, dan menangis," kata Titi.
Lambatnya regulasi pengangkatan PPPK, membuat Titi berpikir, pemerintah memang tidak menganggap honorer K2.
Honorer K2 hanya seperti virus pembawa penyakit yang merugikan pemerintah.
Sebagai ketum, Titi mengaku harus memikirkan nasib honorer K2 yang belum terakomodir menjadi ASN.
Bila PPPK tahap satu selesai, perjuangan selanjutnya untuk 380 ribuan honorer K2 yang tersisa.
"Saya bersuara keras bukan karena saya lulus PPPK. Saya begini demi honorer K2. Siapa sih yang enggak mau jadi PNS, cuma kalau saya tolak PPPK, apakah ada jaminan pemerintah buatkan regulasi untuk honorer K2," tuturnya.
Titi berharap pemerintah segera menyelesaikan kewajibannya menuntaskan regulasi PPPK.
Dengan demikian sisa honorer K2 bisa mengikuti rekrutmen PPPK tahap berikutnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad