Soal Rencana Pelabelan BPA Oleh BPOM, Salemba Institute: Bukan Ranah Komnas PA

Rabu, 08 Juni 2022 – 08:46 WIB
Direktur Eksekutif Salemba Institute (SI) Edi Homaidi. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Salemba Institute (SI) Edi Homaidi menyayangkan sikap Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait menyeret-nyeret lembaga yang dipimpinnya masuk dalam pusaran konflik persaingan dagang.

Apalagi sampai memihak ke salah satu perusahaan air mineral dalam kemasan dengan alasan untuk melindungi anak-anak Indonesia agar hidup dan berkembang dengan sehat.

BACA JUGA: Soal Wacana Pelabelan BPA pada AMDK, BPOM Diminta Mengkaji Ulang Lebih Mendalam

“Menurut saya, pernyataan Pak Arist yang mendukung dan siap mengawal BPOM merevisi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No 31/2018, soal pelabelan pada galon guna ulang yang mengandung zat Bhispenol BPA, bukan ranahnya Komnas PA,” kata Edi Homaedi dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (7/6/2022).

Menurut Edi, kalau pun Arist mau bersikap semestinya memberi masukan pada BPOM agar lebih fair kepada semua pelaku bisnis.

BACA JUGA: KLHK Minta BPOM Juga Perhatikan Dampak Lingkungan Terkait Hal Ini

Sebuah kebijakan seharusnya mengatur secara menyeluruh dan tidak bisa bersifat terlalu spesifik dan menyasar hanya pada satu jenis produk, karena akan terkesan diskriminatif.

Edi mengatakan BPOM berencana akan mengubah peraturan Kepala BOPM Nomor 31/tahun 2019 tentang Pelabelan Kemasan, dimana nantinya semua galon guna ulang berbahan PC diberi label yang bertuliskan ‘Berpotensi Mengandung BPA’.

BACA JUGA: Banyak Iklan Obat Tradisional Menyesatkan, BPOM Lakukan Ini

“Selaku pimpinan Komnas PA, seharusnya profesional dan tidak memihak ke salah satu perusahaan termasuk kepada BPOM. Kami meminta untuk tidak diskriminasi dalam mengeluarkan aturan. BPOM harus bersikap independen,” tegas Edi.

Salemba Institute menilai kebijakan pelabelan BPA pada galon ini perlu dikaji ulang mengingat belum adanya preseden yang nyata dan jelas-jelas merugikan masyarakat.

Edi menyebut sebagaimana diakui oleh Yayasan Lembaga Konsumen dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) hingga saat ini belum pernah ada satu pengaduan pun yang masuk kepada lembaga mereka terkait kasus kesehatan serius yang diakibatkan oleh bahaya BPA yang berasal dari air minum berkemasan galon.

Hal lain yang harus menjadi pertimbangan BPOM adalah BPA tidak hanya terdapat pada PC yang digunakan sebagai bahan pembuatan galon guna ulang tetapi juga terdapat dalam botol susu bayi dan dalam plastik pelapis makanan kaleng.

Edi mempertanyakan apakah kemasan-kemasan tersebut juga menjadi perhatian BPOM?

Menurut Edi, apabila yang lain tidak dikenakan peraturan ini, maka argumen BPOM untuk melindungi kesehatan masyarakat menjadi sangat lemah.

Apa lagi banyak pakar yang mengatakan bahwa BPA pada pelapis makanan kaleng lebih mudah berinteraksi dengan makanan karena bersihat lemak dan disajikan dalam keadaan panas.

Lebih lanjut Edi, menjelaskan sebenarnya bukan hanya BPA yang terdapat dalam kemasan pangan, tetapi terdapat banyak zat berbahaya lainnya pada kemasan pangan seperti Acethyl Dehide pada PET, logam seperti besi, angan pada makanan.

“Semua itu juga harus menjadi perhatian BPOM kalau benar-benar ingin meliindungi masyarakat,” ujar Edi.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler