jpnn.com - JAKARTA - Permasalahan Tami Grende, petenis junior Indonesia, yang dihalangi langkahnya oleh PP Pelti untuk meretas karir internasional ternyata bermula dari di klub. Mantan klubnya, Sportama, menilai petenis 17 tahun itu melanggar kontrak yang dimulai pada 2013.
Paul Sindhunata, direktur akademi tenis Sportama, saat ditemui kemarin (16/7) menyebutkan bahwa ada pasal dalam kontrak yang tidak dijalankan Tami.
BACA JUGA: Jelang Hadapi Persija, Maung Bandung Jaga Skuat
"Dia melanggar peraturan. Harus ada sanksi. Dia tidak mematuhi serta merespons apa yang diinginkan Sportama dan pelatih," katanya.
Menurut lelaki yang menjadi pelatih Tami selama di Sportama itu, apresiasi atas apa yang diberikan Sportama dan profesionalisme pemain belia tersebut dianggap kurang. Karena itu, dia akhirnya memberikan sanksi kepada Tami untuk tidak tampil di turnamen internasional lebih dulu.
BACA JUGA: Manchester United Klub Terkaya di Dunia
Sejak Maret sampai Desember 2013, Tami sejatinya menunjukkan prestasi bagus dan berhasil mengangkat ranking juniornya dari 700 dunia menjadi level 160 dunia. Namun, Paul mengklaim itu belum cukup lantaran Tami menjadi manja dan kurang disiplin berlatih.
"Karena itu, dia kami pulangkan. Terus, kami beri kesepakatan tidak mengirimkan dia ke turnamen internasional lebih dulu sampai dia bisa berubah. Lebih disiplin dan lebih semangat latihannya. Itu sanksi dari kami," cetusnya.
BACA JUGA: Oezil Donasikan Hadiah Piala Dunia Untuk Anak-anak di Gaza
Paul menyatakan, Tami ternyata memilih tidak kembali ke klubnya setelah mengetahui peluang tampil di turnamen internasional dihentikan sementara. Setelah itu, orang tua Tami, Olivier Grende, menghubungi dan menjelaskan bahwa dia tidak bisa melanjutkan kontrak karena merasa sanksi tersebut bukan bagian dari kontrak.
"Kami tidak pernah bermasalah dengan Tami. Orang tuanya yang bikin masalah karena tiba-tiba memutuskan kontrak. Tami katanya mau kembali. Tetapi, karena orang tuanya seperti itu, kami juga tidak bisa," tegas lelaki berkebangsaan Amerika Serikat tersebut.
Karena itu pula, Paul melaporkan masalah tersebut ke PP Pelti dan meminta diselesaikan dulu. Dia pun menyesalkan ITF yang memanggilnya dalam development program dan tampil di turnamen Eropa. Sebab, itu membuat pihak Tami makin merasa di atas angin.
"Pelti seharusnya bersikap melarangnya tidak memberikan endorsement. Kalau ada yang lain seperti dia bagaimana. Biar menjadi pelajaran," ucapnya.
Paul mengakui bahwa pihaknya memang sudah memperingatkan orang tua Tami untuk memenuhi kontraknya. Kontrak tersebut berdurasi tiga tahun dan baru berjalan sembilan bulan. Ada opsi bagi Tami, yakni kembali dan menjalani sanksinya atau mengganti pengeluaran Sportama Rp 528 juta.
"Jika tidak dipenuhi, kami deadline sampai akhir Agustus. Kalau tidak, ya kami bawa ke court (pengadilan)," tegas dia.
Saat dikonfirmasi, Olivier langsung memberikan copy draft kontrak Tami dengan Sportama. Memang, di salah satu pasal tercantum bahwa Tami mendapat dana Rp 200 juta per tahun yang hanya digunakan mengembangkan kemampuannya. Selain biaya latihan, di dalamnya ada biaya tur mengikuti turnamen.
Tetapi, di sisi lain, kontrak itu menjelaskan bahwa Tami harus mengikuti program yang disusun Sportama.
"Sportama dan Tami adalah problem internal. Yang kami sesalkan mengapa endorsement tidak diberikan PP Pelti. Soalnya, ITF sudah mengundang dia dalam development program. Di US Open dia bisa tidak tampil. Kasihan, di Youth Olympic dia juga tidak didaftarkan PP Pelti. Masalah kami dengan Sportama, bukan PP Pelti," tegasnya.
Apa pun itu, Tami kini terancam tidak bisa tampil di grand slam US Open. Sebab, deadline dari ITF untuk mendapat rekomendasi PP Pelti Jumat besok. Kalau terjadi, itu tentu menjadi aib bagi dunia tenis tanah air. Petenis yang sedang naik daun seperti Tami yang beberapa pekan lalu menjadi juara grand slam junior Wimbledon tidak bisa tampil di US Open lantaran masalah administrasi.(aam/c19/ang)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wilshere Merokok, Ashley Cole Beri Dukungan
Redaktur : Tim Redaksi