jpnn.com, JAKARTA - Praktisi keamanan siber Pratama Persadha mengatakan, pascapencoblosan suara pilpres dan pileg, KPU diserang isu penghitungan yang salah dan juga website yang diserang oleh peretas.
Memang pemilu Indonesia tidak menganut model e-election. Namun, informasi yang disediakan KPU lewat website-nya tetap sangat penting.
BACA JUGA: Sebaiknya Istri Andre Taulany Minta Maaf soal Unggahan Prabowo Sakit Jiwa
"Seperti pilkada di 2017 dan 2018, web KPU sempat down dan sulit diakses. Isu peretasan kembali hadir dengan model lama dan model baru," ujarnya, Minggu (21/4).
Dia menambahkan, isu adanya serangan dari peretas Rusia dan Tiongkok kembali hadir. Apalagi sebelum gelaran pemilu, KPU juga sempat melontarkan hal ini.
BACA JUGA: 14 Anggota Panwaslu Meninggal Dunia, Tjahjo Kumolo Sampaikan Duka Cita
Di sisi lain masyarakat yang panik dan tidak tahu secara teknis ikut terbawa isu yang sangat ramai di media sosial.
Pratama menjelaskan banyak sekali isu yang menyesatkan di publik baik lewat media sosial dan WhatsApp.
BACA JUGA: Ya Ampun, Istri Andre Taulany Sebut Pak Prabowo Halu dan Sinting
Menurutnya, selalu ada kemungkinan KPU mengalami serangan pada web dan sistemnya seperti instansi pemerintah lainnya.
Namun, konten yang dihadirkan oleh para buzzer cenderung membodohi publik.
Salah satu yang paling jelas adalah gambar dan video real time hacking antarnegara.
"Banyak web yang menyediakan ini, salah satunya Kaspersky Lab. Masyarakat yang awam diberikan konten ini dan diarahkan bahwa ini adalah bentuk serangan ke KPU. Bahkan ada yang memberikan gambar billing warnet dan masyarakat percaya,” ungkap Pratama.
Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) itu menjelaskan, faktor paling utama membuat web KPU down adalah adanya lonjakan kunjungan sehingga server tidak sanggup lagi memproses.
Dia menegaskan hal ini harusnya diantisipasi KPU sejak lama karena sudah terjadi saat pilkada.
“Saya rasa serangan tetap ada walau tidak sebombastis seperti yang beredar di media sosial. Baiknya pengamanan disinergikan dengan pihak seperti BSSN (Badan Sandi dan Siber Nasional) maupun pihak ketiga yang profesional. Kita punya banyak SDM ahli pengamanan ini,” jelasnya.
Pratama melihat KPU tidak banyak belajar dari peristiwa web yang down sebelumnya.
Akibatnya sekarang publik yang bingung karena informasi yang sangat simpang siur. Kerja sama dengan BSSN memang sudah ada walaupun tidak formal.
"BSSN sendiri punya tugas mengamankan infrastruktur penting, salah satunya sistem milik KPU," ungkap dia.
Selain peningkatan keamanan pada sistemnya, KPU juga harus proaktif memberikan pencerahan ke publik lewat media sosial khususnya.
"KPU perlu menjadikan media sosial mereka sebagai salah satu alat untuk mengeduksi publik sehingga publik tidak termakan hoaks teru menerus," kata Pratama. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekapitulasi Himpun 4% TPS, PDIP Memimpin di Situng KPU
Redaktur & Reporter : Boy