jpnn.com, ASTANA - Pola pendekatan lunak (soft approach) yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menangani kasus terorisme menarik perhatian pemerintah Kazakhstan.
Hal itu diungkapkan Kepala BNPT Suhardi Alius saat melakukan pertemuan dengan Deputi Chairman National Security Committee (NSC) Kazakhstan Nurgali Dauletbekovich Billsbekov di Astana, Rabu (24/1).
BACA JUGA: Kisah Ahyam Azad: Dari Budak Jadi Pecinta Keluarga ISIS
Pertemuan itu juga dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan kerja sama penanggulangan terorisme antara Indonesia dan Kazakhstan..
“Dalam pertemuan tersebut, secara khusus kami memberikan penjelasan secara utuh mengenai apa yang sudah dikerjakan oleh Indonesia dalam kaitannya mengenai counter terrorism. Kami sampaikan bahwa kami melakukan soft approach dalam penanganan terorime di Indonesia. Atas penejelasan kami tersebut, deputi chairman NSC terlihat terkesan,” ujar Suhardi, Sabtu (27/1) malam.
BACA JUGA: Menyamar Jadi Polisi, ISIS Serbu Markas Save the Children
Mantan Kabareskrim Polri itu menambahkan, dalam melaksanakan pendekatan lunak, pihaknya menggandeng para mantan pimpinan kelompok teroris yang telah bertobat sebagai pembicara untuk program deradikalisasi.
Pendekatan ini efektif karena mantan teroris ini telah menunjukkan dan mengungkapkan pengalaman mereka sebelumnya.
BACA JUGA: Biadab! ISIS Serbu Markas Lembaga Kemanusiaan di Afghanistan
Selain itu, Suhardi juga mengatakan bahwa pihaknya melibatkan organisasi Islam seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah.
“Dari penjelasan itu tadi, pola soft approach inilah yang menjadi poin besar buat mereka juga. Tidak selamanya pola penanganan dengan metode hard approach itu bisa menghasilkan suatu solusi tapi juga harus mengidentifikasi akar masalah,” ujar alumnus Akpol tahun 1985 itu.
Mantan kapolda Jawa Barat dan Kadiv Humas Polri itu menambahkan, dirinya juga menjelaskan mengenai pendekatan yang dilakukan BNPT dalam menangani kasus radikalisasi melalui media sosial dan dunia maya.
“Kami sampaikan bahwa dalam menangani radikalisme melalui dunia maya ini kami merekrut generasi pegiat media sosial dan internet untuk menjadi duta damai di dunia maya. Mereka bertugas menyebarkan pesan-pesan damai dan positif dengan bahasa anak muda di media sosial dan internet,” kata mantan wakapolda Metro Jaya ini.
Pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini menambahkan, pertemuan itu juga membicarakan perkembangan terorisme di masing-masing negara.
“Dalam pembicaraan tersebut baik kami dari Indonesia dan pihak Kazakhstan bertekad untuk saling bertukar pengalaman terutama dalam mengantisipasi kembalinya returnees foreign terrorist fighters (FTF),” kata mantan Kapolres Metro Jakarta Barat dan Kapolres Metro Depok itu. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Astaga, Bom Mobil Tewaskan 22 Jamaah Salat Subuh
Redaktur & Reporter : Ragil