Solar Langka di Sumatera Barat

Jumat, 01 Maret 2013 – 10:14 WIB
PADANG--Kelangkaan BBM jenis solar masih terjadi pada hampir seluruh SPBU di Sumbar, sejak tiga hari lalu hingga kemarin. Ratusan kendaraan truk, bus dan mobil angkutan lainnya, terlihat antre di SPBU. Selain menimbulkan kemacetan, kelangkaan ini juga menimbulkan kericuhan antara sopir dengan petugas SPBU.
Anehnya, pihak Pertamina justru mengklaim tidak ada kelangkaan solar, tapi berjanji menambah outlet BBM non-subsidi jenis solar untuk area lintas perkebuanan, pertambangan, dan kehutanan.

Di SPBU Mata Air, Kota Padang, situasi memanas dan berakhir ricuh antara petugas SPBU dan sopir truk saat pengisian BBM berlangsung, Kamis (28/2). Ini dipicu, kebijakan Permen ESDM No 1 Tahun 2013, tentang Pengendalian BBM Bersubsidi, pada kendaraan angkutan barang. Namun pihak Pertamina Sumbar berjanji akan menambah outlet BBM Non Subsidi jenis solar untuk area lintas perkebuanan, pertambangan, dan kehutanan.

Pantauan Padang Ekspres (Grup JPNN) , di kawasan SPBU By Pass Pisang, SPBU Bandar Buat, dan SPBU Indarung, antrean panjang truk memadati jalan raya hingga satu kilometer, sementara di SPBU Mata Air ratusan truk memburu solar dan berakhir ricuh.

Andri, 37, komplain saat pengisian solar dibeda-bedakan oleh petugas SPBU. Karena truk yang mengisi BBM berada di depannya dapat jatah pengisian 100 liter, sedangkan dirinya diberlakukan Rp150 ribu. "Saya tidak terima, karena tidak disamakan jumlah pengisian, juga diberlakukan pada puluhan truk di belakang saya," tegas pria beranak tiga itu.

Senada dengan Syaf, 50, sopir truk lainnya. Dia sudah tiga hari tidak dapat solar, tapi kini hanya bisa mengisi Rp150 ribu. "Itulah yang membuat keributan terjadi di SPBU ini," ujarnya.

Dia berharap pemerintah tidak membatasi kuota BBM jenis solar, biar harganya mahal asal aktivitas tetap jalan. "Kami setuju subsidi dicabut, seperti di Provinsi Jambi. Agar BBM tidak langka, pemerintah segera ambil kebijakan. Agar ekonomi masyarakat tidak terhambat," pinta sopir itu.

Kepala SPBU Mata Air, Anton mengatakan kericuhan petugas SPBU dan sopir truk, karena pihaknya membatas pembatasan kuota pengisian solar. Pasalnya, dia mengaku stok solar berkurang, sedangkan truk mengular di luar SPBU. Khusus truk tronton diberlakukan pengisian 100 liter solar, truk biasa 50 liter. Karena stok menipis diberlakukan pengisian solar Rp150 ribu, agar truk lain juga dapat BBM. "Soal situasi ricuh, telah didamaikan aparat kepolisian. Soal macet, polisi juga bantu kelancaran lalu lintas di kawasan SPBU ini," ujar Anton. 

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Padang, Yul Akhyari Sastra mengatakan kelangkaan solar di Padang, itu di luar dugaan. Katanya, dari keterangan Hiswana Migas dan Pertamina, langkanya BBM dipicu pasokan solar terbatas dan jarang masuk. Sedangkan permintaan solar tiap provinsi tinggi, sehingga pasokan berkurang.

Namun Hiswana dan Pertamina berjanji segera mengatasi terbatasnya BBM jenis solar. "Pertamina sedang meneliti, penyebab kelangkaan BBM di Sumbar. Apakah ada indikasi penimbunan BBM atau tidak ataukah pengurangan kuota," pungkasnya.

Bila tidak segera diatasi, sopir pun kehilangan pekerjaan. Hingga angka pengangguran bertambah lagi. Dampak lain, ekonomi Sumbar bakal mandek dan terhambat. Hasil hutan, perkebunan dan tambang, akan mengalami dampak penurunan penghasilan masyarakat. "Bila ini terjadi, ekonomi Sumbar akan lumpuh," tegasnya.

Dia berharap langkanya pasokan minyak solar, segera teratasi  sebelum ekonomi warga terpuruk. Kita menunggu kebijakan pemerintah, soal BBM solar ini," bebernya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumbar  Muzakir Aziz, mengatakan seharusnya tidak terjadi pelarangan pemakaian BBM jenis solar, sebab akan merugikan masyarakat. Bila  langka aktivitas produksi akan terhambat, harga barang akan melambung tinggi. Dibatasi atau dinaikan BBM, pengusaha akan tetap memproduksi barang," tegasnya. "Kita tidak bisa memprotes pemerintah, soal kebijakan pengendalian penggunaan BBM. Yang jelas menganggu ekonomi warga," kata  Muzakir Aziz.

Sales Representative (SR) PT Pertamina (Persero) Wilayah VIII Sumbar, Ziko Wahyudi mengkalim tidak terjadi kelangkaan solar atau adanya pengurangan penyaluran BBM di tiap SPBU di Sumbar. Penyaluran sesuai kuota. Dijelaskannya, sebelum itu, pada 1 September 2012, telah diterbitkan Permen ESDM No 12 Tahun 2012, yang melarang penggunaan solar subsidi untuk mobil angkutan pertambangan dan perkebunan. Diperkuat Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2013 tentang pengendalian BBM bersubsidi, yang menyatakan mulai 1 Maret 2013, juga ada pelarangan BBM ditambah untuk truk angkutan kehutanan.

Sebagai juknis peraturan itu, sebutnya terdapat peraturan BPH Migas No 3 Tahun 2012 yang menyatakan kendaraan pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan itu akan dipasangi stiker. Tapi berdasarkan pemantauan pihak Pertamina, pemasangan stiker oleh pemerintah belum dilaksanakan di lapangan, termasuk database truk pengangkut hasil tambang, kebun, dan hutan, juga belum ada. "Ini, agar petugas SPBU tahu, mana truk pengsisi BBM subsidi dan non subsisdi," ulasnya.

Pertamina telah menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah,  baik pemerintah pusat maupun daerah. Ini ditunggu Pertamina, sebagai pedoman operator SPBU dalam menyalurkan BBM di SPBU.  Akibatnya operator SPBU kesulitan dalam mengatur pengisian bahan bakar kendaraan di lapangan untuk BBM non subisidi.
Menurutnya, antrean kendaraan truk disejumlah SPBU yang menggunakan BBM jenis solar, serta kondisi solar  mayoritas terjadi diarea atau jalur lalu lintas pertambangan atau perkebunan.

Pertamina sebagai  perusahaan penyalur BBM, tidak lagi menyalurkan solar subsidi kurang dari kuota pemerintah. pertamina akan menyalurkan BBM subsidi sesuai kuota. Adapun kekurangan demand akan disediakan melalui outlet solar non subsidi, dengan harga non subsidi Rp10.700 per liter. Pertamina mengharapakan seluruh truk pengangkut pertambangan, kehutanan, dan perkebunan dapat beralih ke solar non subsidi.

Penyaluran solar subsidi akan diprioritaskan untuk mobil angkutan umum. Pertamina yakin apabila pengisian BBM solar subsidi hanya dinikmati oleh kendaraan yang berhak menggunakan, ini untuk mencegah antrian di sejumlah SPBU di Sumbar.

Untuk Sumbar, pertamina telah menyediakan 1.100 ton solar non subsidi tiap hari. Tapi penjualan saat ini, masih kurang laku. Karena belum adanya penanda atau stiker, sebagai pedoman operator spbu. Pertamina berjanji akan menambah outlet solar non subsisdi, terutama di area pertamabangan, kehutanan, perkebuanan dan di jalur lintas area tersebut. "Outlet Solar Non Subsidi, akan ditambah. Agar tidak terjadi lagi yang namanya antrean," katanya.

Sementara itu, Staf Migas di Bidang Ketenagalistrikan dan Migas, Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, Jon Khamberli, memperkirakan sekitar dua atau tiga hari ke depan pasokan solar akan kembali normal. Apa yang disampaikannya itu, merupakan janji Pertamina saat melakukan pertemuan dengan Dinas ESDM Sumbar pagi kemarin. "Untuk mengatasi kelangkaan solar dua hari terakhir, mulai hari ini Pertamina telah menambah pasokan solar per hari ke SPBU," sebutnya.

Tambahan tersebut sebesar 20 persen dari batas normal yang disalurkan setiap hari. Di mana, biasanya Pertamina menyalurkan 900 kiloliter (kl) solar per hari ke seluruh SPBU di Sumbar. Mulai kemarin, Pertamina menyalurkan sekitar 1.100 kl solar. Tapi, kata Jon, langkah tersebut diambil hanya sebatas mengatasi kelangkaan solar. Artinya, jika situasi sudah normal, pasokan kembali seperti biasanya, 900 kl per hari.

Pada kesempatan tersebut, dia menyatakan, kelangkaan solar yang terjadi dua hari belakangan, disebabkan panic buying dari konsumen. Ini menyusul akan diterapkannya secara efektif Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2013, mulai 1 Maret, hari ini. Dalam Permen itu disebutkan, mobil barang dengan jumlah roda lebih dari empat untuk pengangkutan hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan, terhitung mulai 1 Maret 2013 dilarang menggunakan solar bersubsidi (selengkapnya lihat grafis).

"Sebenarnya kami sudah sosialisasikan Permen ini jauh-jauh hari kepada para pengusaha jasa transportasi maupun perusahaan-perusahaan dari tiga bidang tersebut. Tapi kenapa terjadi panic buying, tak lepas dari mentalitas konsumen sendiri, yang tentunya ingin memberi sesuatu yang lebih murah untuk dapat untung besar walau sifatnya hanya sementara," tutur Jon.

Dikatakan Jon, mulai hari ini, SPBU-SPBU harus melayani kendaraan di atas roda empat, yang mengangkut hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan, pada pompa minyak nonsubsidi. "Di salah satu SPBU di Dharmasraya secara khusus ada layanan non subsidinya. Di Padang, setahu saya juga ada satu di Bypass. Untuk lebih lengkapnya tanyakan ke Pertamina. Tapi, pada umumnya, setiap perusahaan pertambangan, kehutanan, dan perkebunan, sebenarnya punya bak penampungan sendiri untuk BBM nonsubsidi. Jadi, sebenarnya tak perlu mereka membeli BBM ke SPBU, karena mereka bisa beli BBM langsung ke Pertamina," ungkapnya.

Diakui Jon, kelangkaan solar itu juga terjadi karena adanya pengurangan kuota BBM bersubsidi sebesar delapan persen pada tahun ini. Kuota 2013, mengacu pada realisasi penyaluran BBM setelang anggaran perubahan tahun lalu, dikurangi 8 persen. "Berapa jumlah pastinya untuk Sumbar, langsung tanyakan pada Pertamina saja. Kami belum mendapatakan datanya dari Pertamina," katanya.

Ditambahkannya, kebijakan itu dilakukan untuk menekan pembengkakan subsidi BBM. Jika kuota ditambah, artinya penambahan subsidi. Sebaliknya, jika dikurangi, berarti pengurangan subsidi. Kalau subsidi BBM berkurang, maka uang Negara yang tadinya untuk subsidi bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat yang lebih mendasar, seperti sekolah dan kesehatan.

"Menurut kami, ini perlu dikawal berbagai pihak agar jangan jebol. Kami pun telah meminta ke masing-masing bupati dan wali kota, serta telah berkoordinasi denga polisi utk mengontrol SPBU-SPBU yang tidak patuh aturan. Tadi (kemarin), pihak dari Pertamina juga telah memperingati SPBU. Kalau melanggar, Pertaminan akan menghentikan pasokan BBM ke SPBU bersangkutan," tukasnya.  (mg20/cip)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspadai Potensi Angin Kencang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler