Solusi Dua Negara Sebatas Omongan

Minggu, 19 Oktober 2014 – 16:08 WIB

jpnn.com - BELUM lama ini, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa dirinya mendukung solusi dua negara. "Sayangnya, dua negara yang dimaksud bukanlah¢ Israel dan Paslestina, melainkan Israel dan AS," kritik John Feffer dalam artikelnya di Huffington Post Jumat lalu (17/10). Sebab, pada praktiknya, pemimpin 64 tahun itu tidak pernah mau berunding dengan perwakilan Palestina, terutama Hamas.

"Buktinya, sampai sekarang Israel masih memberikan izin pembangunan permukiman baru di wilayah sengketa," ungkap Feffer. Yang terbaru, Netanyahu mengizinkan pembangunan permukiman pada area seluas sekitar 400 hektare di Tepi Barat. Artinya, wilayah yang digadang-gadang Palestina untuk menjadi bagian dari negaranya nanti semakin ciut.

"Izin pembangunan permukiman baru itu sangat mengejutkan saya. Ini keputusan paling bombastis sepanjang karir politik saya. Diam saja akan membuat saya terlihat bodoh," ungkap Richard Ottaway, chairman Komite Urusan Luar Negeri pada Partai Konservatif Inggris. Karena itu, dia mendeklarasikan dukungannya terhadap Palestina. 

Ketidakrelaan terhadap tindakan Israel yang terus merampas wilayah Palestina tersebut juga ditunjukkan sebagian warga negeri Yahudi itu sendiri. Salah satu yang paling vokal mengkritik adalah Dr Alon Liel. Mantan Dirjen di Kementerian Luar Negeri Israel serta mantan duta besar Israel di Afrika Selatan tersebut menyatakan terang-terangan mendukung Palestina.

Pada malam sebelum pemungutan suara di Parlemen Inggris, Liel mengorganisasi surat publik. Isinya mendesak Parlemen Inggris untuk meloloskan gerakan mendukung Palestina menjadi sebuah negara. Surat itu ditandatangani 363 mantan diplomat Israel, para menteri di pemerintahan, dan para pengacara kenamaan untuk perdamaian. 

Liel merasa heran dengan banyaknya dukungan terhadap surat publik yang dirinya buat. Terutama dari mantan diplomat Israel. Padahal, surat tersebut hanya dibuat dalam 24 jam. Menurut Liel, sejatinya banyak warga Israel yang menginginkan perdamaian kedua negara. 

''Kami (Israel Red) secara fisik menghancurkan Jalur Gaza. Setelah itu, kami menghancurkan proses perdamaian. Tanpa (dukungan) dunia luar, perdamaian tidak bisa pulih,'' ujar Liel. ''Saya melihat keputusan Swedia dan Inggris (mengakui Palestina sebagai negara) sebagai proses perbaikan atas kekacauan diplomatik yang kami buat,'' tegasnya. (TIME/Haretz/Huffington Post/sha/hep/c7/ami)

BACA JUGA: Tertekan, Panitia Konser Girl Band Korea Maut Bunuh Diri

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pantat Bertato Rumus Matematika


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler