jpnn.com - BANDUNG – Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang terus menurun sejak beberapa bulan terakhir. Beberapa kalangan pun menilai bahwa situasi ekonomi di bawah pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla jauh dari stabil.
Tak sampai di situ, sejumlah pengamat meramalkan krisis ekonomi bakal kembali datang seperti di awal era reformasi.
BACA JUGA: Pengurus Baru GAMKI Soroti Masalah Ekonomi
Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Hatta Rajasa pun angkat bicara soal ramalan tersebut. Hatta menyatakan bahwa situasi saat ini berbeda dengan tahun 1997. “Situasinya sekarang tidak separah 1997. Saat itu krisis bersifat multidimensi, khususnya keinginan kolektif yang tak terbendung untuk mengakhiri otoritarian," kata Hatta dalam orasinya pada Silaturahmi ICMI Jabar, di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (15/8).
Meskipun begitu, Hatta menyampaikan bukan berarti krisis rupiah saat ini tidak bisa mengarah ke krisis yang lebih dalam. "Semuanya tergantung policy response pemerintah," imbuh mantan Menko Perekonomian era Presiden SBY itu.
BACA JUGA: Rupiah Terjungkal, Pengusaha Alumunium dan Kaca Rugi Total
Hatta mengakui pelemahan rupiah lebih banyak disebabkan faktor eksternal, yaitu membaiknya ekonomi AS, kenaikan suku bunga The Fed dan devaluasi mata uang China, Yuan.
Kata dia, dengan membaiknya ekonomi AS dan kebijakan The Fed, maka akan berdampak pada capital outflow dari negara-negara emerging, termasuk Indonesia. "Belum lagi devaluasi Yuan yang mengakibatkan currence account devisit sehingga semakin dalam menekan rupiah," tambah Hatta.
BACA JUGA: Asosiasi Pengusaha Ingatkan Jokowi Tak Bisa Lagi Pakai Pola Pikir SBY
Dia pun mengingatkan pemerintah jangan terlalu percaya diri. Sebab, jika terlalu jika pemerintah menyampaikan ke masyarakat bahwa tak ada ancaman krisis sama sekali, maka hal tersebut berlawanan dengan fakta. “Banyak indikasi bahwa krisis rupiah berdampak pada menurunnya daya beli dan melambatnya sektor ritel dan konsumsi," lanjut Hatta.
Menurutnya, respon awal Jokowi-JK sudah dijalankan di atas kertas, namun tidak berjalan di lapangan karena lemahnya koordinasi.
Maka dari itu, Hatta pun berharap reshuffle yang dilakukan beberapa hari lalu mampu meningkatkan fungsi koordinasi Kabinet Kerja.
Mantan Ketua Umum PAN menambahkan, solusi yang harus diambil dalam jangka pendek oleh pemerintah untuk mengatasi krisis adalah dengan menjaga momentum pertumbuhan. “Pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya faktor penopang ekonomi, namun bila angka pertumbuhan terlalu rendah, lapangan kerja juga makin sempit," ujarnya.
Sementara untuk menolong masyarakat bawah yang terimbas pelemahan rupiah, menurut Hatta, perlu adanya intervensi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
Di antaranya adalah, pemerintah perlu membuat terobosan melalui keep buying strategy. Yaitu, pemerintah perlu menjaga kemampuan daya beli masyarakat bawah agar tetap bisa memenuhi kebutuhannya.
Caranya, salah satunya dengan menghapus pajak untuk mereka yang berpendapatan rendah, misalnya 3 juta ke bawah, agar daya beli tidak tergerus. Selain itu penguatan sistem pelayanan investasi yang berorientasi mengurangi high cost akan dapat mencegah capital outflow.
Hatta lantas menekankan agar semua elemen bangsa harus bersatu, berhenti bertikai dan bekerja keras. Hanya dengan itu krisis akan lebih cepat kita lalui dan kita masih bisa merawat optimisme akan adanya perbaikan di masa depan. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disentil Jokowi Soal Insentif Fiskal, Menperin Ngaku Sudah Kok
Redaktur : Tim Redaksi