Sopir Salim

Oleh Dahlan Iskan

Selasa, 19 Maret 2024 – 05:50 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SAYA begitu ingin ke Afrika lagi, terutama ke negara-negara yang menerima investasi besar-besaran dari Tiongkok. Kontroversinya besar sekali. Di media: berkah atau jeratan.

Jadi ingin lihat sendiri: seperti apa. Seperti saat ke Riyadh kemarin: ternyata di Riyadh saya tidak sekali pun bisa see you can see.

BACA JUGA: Rumah Terakhir Maria

Saya terkesan membaca tulisan Nurseto Ardiputranto yang lagi keliling Eropa, terutama saat ia tiba di Paris dari Amsterdam: naik bus umum. Semalam suntuk.

Pagi-pagi tiba di Paris: pesan Uber. Sopirnya bernama Salim. Asal Guinea.

BACA JUGA: Langit Runtuh

Nurseto alumnus ITB. Aktif mengembangkan gerakan rasional. Tidak percaya peristiwa Kapal Nabi Nuh.

Setiap menuliskan namanya Nurseto selalu memakai huruf Jawa: Nama dalam huruf Jawa itu yang ditulis pertama.

BACA JUGA: Druze

Baru di bawahnya diberi dalam kurung ''()''. Di dalam ''()'' itulah nama Nurseto Adiputranto ditulis.

Dengan naik bus itu, Nurseto sudah naik apa saja selama keliling Eropa: pesawat, kereta api lewat terowongan bawah laut antara London-Paris, dan pun naik bus.

"Dari Amsterdam jam 00.00, tiba di Paris jam 07.00. Dari terminal bus saya naik Uber menuju hotel. Driver-nya berkulit hitam dan ramah sekali. Ia memperkenalkan diri sebagai Salim."

Sepanjang perjalanan macet. Parah. Menuju hotel macetnya sangat parah.

Salim jadi bisa banyak bercerita: ia pernah tinggal di Amsterdam selama 7 tahun. Ia bilang Amsterdam lebih bersahabat daripada Paris.

Namun, Salim memilih Paris untuk mengais rezeki karena istrinya, yang juga dari Guinea, tidak bisa berbahasa Belanda.

Di Paris, Salim membujang: mengontrak kamar berukuran kecil. Istri dan anak-anaknya tinggal 200 km dari Paris. Seminggu sekali Salim pulang menengok keluarganya.

Salim punya 5 anak. Dua di antaranya sudah selesai sekolah. Yang satu sudah kerja, sedangkan satunya baru cari kerja.

Salim seorang muslim asal Guinea. Ia bertanya tentang agama saya. "Kami Muslim".

Aku mengaku Muslim untuk mengurangi risiko kriminalitas. Salim senang.

"Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia," katanya. Ia tampak senang karena penumpangnya seiman.  Lumayan…, rasa waswas kami berkurang.

Salim bercerita tentang negeri asalnya. "Di Guinea, dulu, sulit cari kerja. Namun, sekarang setelah investor dari China masuk ke Guinea, perekonomian membaik.”

"Dahulu, Guinea adalah koloni Prancis. Dengan Prancis, perekonomian berhenti di tempat.”

Salim bilang: China jauh lebih baik dari Prancis. Ibaratnya, bila Prancis dapat 100 dari Guinea,  hanya 20 yang dibagikan ke rakyat Guinea.

Dengan China, bila China dapat 100, yang 50 dikembalikan kepada rakyat Guinea. Orang dan negara China sangat dicintai rakyat Guinea.

Dari percakapan, tampak kecerdasan Salim di atas rata-rata rakyat Guinea:  56. Bahkan IQ Salim mungkin sudah di atas rata-rata IQ orang Indonesia yang hanya 78,45.

Begitulah kisah Nurseto. Berarti saya harus ke Guinea. Jauh sekali. Di pantai barat Afrika.

Saya ingin Sadio Mane mengundang saya ke sana. Dari Senegal bisa ke Guinea, tetapi ia tidak kenal saya.

Walhasil: tidak bisa cari yang gratisan. Maka saya akan cari uang dulu untuk bisa ke sana.

Sekalian ingin mencari tahu: mengapa Guinea hebat. Sampai pulau Papua disebut sebagai Guinea Baru –New Guinea. Yang nama itu sampai diabadikan sebagai nama negara oleh tetangga kita di belahan timur Papua.

Anda sudah tahu: asal sebutan New Guinea hanya karena penduduk Papua berambut keriting dan berkulit hitam. Maka ketika Portugis dan Spanyol "menemukan" pulau itu, mereka melihat, kok, penduduknya sama dengan orang Guinea.

Namun, mengapa dianggap sama dengan Guinea? Kok tidak dianggap sama dengan Ethiopia –sehingga menamakan Papua dengan New Ethiopia?

Tentu karena Portugis dan Spanyol dekat dengan Guinea. Sama-sama di bibir lautan Atlantik.

Ketika Portugis dan Spanyol mencari pala, merica, dan cengkih sampai ke Tidore, tentu lewat Guinea. Belum ada Terusan Suez waktu itu.

Bisa jadi, pelabuhan pertama tempat mereka singgah ya di Guinea itu. Bukan di Maroko.

Maroko terlalu dekat. Dan lagi di Maroko ada suku yang mereka benci: suku Barbar. Warna kulit dan keriting rambutnya sama, tapi lebih menakutkan.

Bisa jadi, para pelaut Portugis lebih terkesan ke Guinea. Sampai Papua tidak mereka sebut New Barbar.

Tiongkok kini praktis menguasai Afrika. Boleh dikata: Afrika yang ditinggalkan Eropa langsung diisi oleh Tiongkok.

Rasanya Eropa tidak menyesal meninggalkan Afrika. Yang menyesalkan justru sekutu Eropa: Anda sudah tahu siapa.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Triple Seto


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Dahlan Iskan   Disway   Afrika   Tiongkok   China  

Terpopuler