Soroti Pembangunan Peradaban Bangsa, Begini Arti Pancasila bagi LDII

Kamis, 02 Juni 2022 – 21:02 WIB
Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso. Foto: dok LDII

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) KH Chriswanto Santoso menjadikan Hari Lahir Pancasila sebagai momen untuk merenungi arah peradaban dunia.

"Apakah peradaban itu hanya diukur berlandaskan kecanggihan teknologi atau akhlak bangsa?" kata Chriswanto pada Rabu (1/6).

BACA JUGA: Jenderal Andika Sampaikan Agenda Ini kepada Petinggi Militer Singapura

Dia menjelaskan untuk membangun peradaban dunia, Indonesia tidak hanya perlu mengejar ketertinggalan teknologi, tetapi juga menjaga agar identitas bangsa yang berjiwa gotong royong tidak pudar.

“Inti dari Pancasila adalah gotong royong, dan ini jadi karakter suku-suku bangsa di nusantara jauh sebelum Indonesia lahir," tambahnya.

BACA JUGA: Detik-Detik Bang Jago Memukul Pemotor karena Ditegur saat Ngebut di Jalan

Menurut dia, sejak era kolonialisme hingga saat ini, anak-anak bangsa seperti bimbang di simpang jalan antara modernisasi dan westernisasi.

Sebab, lanjut Chriswanto, peralatan modern diciptakan dan diimpor serta gaya hidup barat atau westernisasi hadir menghegemoni pola pikir masyarakat.

BACA JUGA: Kemenkes: Masih Ada 5 Ribu Calon Jemaah Haji Belum Vaksinasi Lengkap, Ini Penyebabnya

Hal tersebut tanpa didasari menyebabkan tergerusnya nilai-nilai gotong royong dan sifat sosial bangsa Indonesia.

Hasilnya, bangsa Indonesia mengadopsi gaya hidup liberal yang mementingkan diri sendiri sehingga sebagian masyarakat dinilai tidak peka lagi pada kondisi bangsa.

“Contoh kasat mata adalah adanya pejabat yang korupsi dana bantuan sosial bagi wabah atau bencana. Ini membuat kita berduka bercampur geram,” ujar Chriswanto.

Untuk itu, peringatan Hari Lahir Pancasila dengan tema Bangkit Bersama Membangun Peradaban Dunia juga harus dimaknai sebagai pembangunan akhlak bangsa.

Sementara itu, menurut Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro Singgih Tri Sulistiyono, memahami dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila menjauhkan bangsa ini dari radikalisme agama hingga nasionalisme yang sempit.

Singgih menyebut sila pertama Pancasila merupakan fondasi dalam konstruksi keindonesiaan sehingga semua agama bisa dijalankan dengan bebas meskipun Islam menjadi agama mayoritas.

"Di dalam gotong royong terdapat sikap saling menghormati, menghargai, toleransi, semangat membantu, tanpa meninggalkan jati diri sebagai umat Islam atau pemeluk agama tertentu,” kata Singgih.

Dia menilai Indonesia tanpa Pancasila akan rapuh karena tidak punya fondasi religiusitas yang kokoh.

Selain itu, Indonesia tanpa Pancasila juga berpotensi tercerai-berai jika tidak ada bingkai yang jelas seperti yang dirumuskan dalam sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia.

Bangsa Indonesia juga bisa kehilangan arah jika tidak mempunyai tujuan yang jelas, seperti yang dirumuskan pada sila kelima.

Singgih juga mengatakan Indonesia bisa menjadi negara yang tidak beradab jika tidak memiliki nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan kesadaran untuk menerapkan gotong royong.

"Masing-masing sila dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling melengkapi," tandas Singgih. (mcr9/fat/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Dea Hardianingsih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler