jpnn.com, JAKARTA - Indonesian Corrupt Workflow Investigation (ICWI) meminta KPK RI menindaklanjuti penambahan jumlah reses DPD RI masa bakti 2024-2029, yang melampaui jumlah reses DPR RI.
Karena bagi ICWI, penambahan tersebut berimplikasi kepada penggunaan dana APBN yang bersumber dari pajak rakyat.
BACA JUGA: Fachrul Razi Sebut Penambahan Masa Reses DPD RI Berpotensi Menjadi Masalah Hukum
Apalagi di tengah kondisi fiskal negara yang defisit, seharusnya semua lembaga dan pejabat negara memiliki empati dan memberi teladan dalam membuat kebijakan anggaran.
Demikian ditegaskan pendiri ICWI, Tommy Diansyah, di kantor KPK RI, Senin, 13 Januari 2025.
BACA JUGA: Reses ke Pusat Pasar Medan, Lokot Nasution Pastikan Gubernur & Wali Kota Terpilih Pro Pedagang
“Awalnya saya membaca berita yang disampaikan mantan anggota DPD RI asal Aceh, Fachrul Razy, yang mengungkapkan, sekaligus mengingatkan pimpinan DPD baru, yang menambahkan jumlah reses melampaui jumlah reses DPR. Di mana menurut Fachrul Razy ada beberapa Undang-Undang yang patut diduga dilanggar,” terang Tommy.
Tommy menembahkan, beberapa UU yang patut diduga dilanggar adalah UU MD3 yang mengatur bahwa masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR.
BACA JUGA: Wujudkan Pembangunan Berkeadilan, DPD RI Dapil Kaltim Siap Bersinergi dengan Pemprov Kaltim
Juga UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, di Pasal 3 Ayat (3), yang menyebutkan, Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pegeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Tommy juga menyinggung UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, di mana ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (1) bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
“Dan perlu diingat bahwa korupsi itu kaidahnya luas, termasuk perilaku tidak mematuhi prinsip. Karena itu di dalam pemberantasan korupsi, selain menyangkut delik-delik, juga menyangkut kaidah-kaidah dalam penyelenggaraan keuangan negara,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Tommy berharap apa yang sudah disampaikan secara publik oleh mantan anggota DPD Fachrul Razy dapat ditindaklanjuti oleh KPK dengan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan untuk kepentingan penyelidikan adanya kemungkinan pelanggaran hukum terhadap penyelenggaran keuangan negara, yang ujungnya merugikan masyarakat.
“Kerugian saya sebagai pembayar pajak tentu karena APBN patut diduga terpakai lebih banyak akibat penambahan jumlah reses di DPD. Karena kita tahu uang reses yang diberikan secara lumsum kepada anggota DPR dan DPD cukup besar. Kalau tidak salah setiap orang menerima lebih kurang Rp 350 juta sekali reses. Sedangkan jumlah anggota DPD sekarang 152 orang,” tukasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Fachrul Razy mengaku heran dengan penambahan jumlah reses di masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan DPD RI.
Dirinya mengingatkan pimpinan DPD RI masa bakti 2024-2029 bahwa penambahan masa reses tersebut berpotensi menjadi masalah hukum.
Fachrul yang menjadi anggota DPD RI dua periode sejak 2014 hingga 2024 itu mengaku sebelumnya tidak pernah terjadi masa reses yang ditambah di masa persidangan terakhir dari periode keanggotan DPD RI. Karena sesuai aturan perundangan, masa reses DPD RI harus mengikuti masa reses DPR RI.
Sehingga khusus di masa persidangan terakhir, reses hanya empat kali, bukan lima kali.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean