SPN: Intervensi Kepala Daerah Lindungi Pengusaha dari Wasnaker

Senin, 17 Oktober 2016 – 14:09 WIB
Ilustrasi demo buruh. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA- Lemahnya pengawasan di sektor ketenagakerjaan menimbulkan sejumlah pelanggaran hak normatif yang harus diterima oleh pekerja di Indonesia. 

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusmawan menegaskan, lemahnya tenaga pengawas ketenagakerjaan (Wasnaker), salah satunya disebabkan intervensi dari kepala daerah.

BACA JUGA: Dukung Ahok, Djan Faridz Cs Dituding Cari Muka ke Pemerintah

Dicontohkan Kusmawan, adanya intervensi bupati atau walikota pada penanganan perusahaan nakal. ”Kepala daerah yang dekat dengan pengusaha akan melakukan intervensi kepada Wasnaker yang menangani kasus pengusaha itu,” ungkap Iwan Kusmawan kepada INDOPOS, Minggu (16/10).

Kusmawan mengatakan, pada 2017 mendatang wasnaker akan disentralisasi ke tingkat provinsi. Pada kondisi tersebut, dia masih meragukan kapabilitas tugas wasnaker.

BACA JUGA: Tak Ada Bukti, Otto Minta Hakim Bebaskan Jessica

Pasalnya, intervensi kepala daerah masih bisa terjadi di tingkat provinsi lagi. Untuk menghindari hal tersebut, maka salah satunya wasnaker harus memiliki kantor terpisah dari kantor administrasi Pemda.

”Ini agar fungsi pengawasan ketenagakerjaan lebih melekat, sehingga penegakan hukum dapat ditegakkan,” tegas Kusmawan.

BACA JUGA: Amien Rais Ikut Demo FPI Bukan Sebagai Politikus

Dikatakan Kusmawan, lemahnya pengawasan kerap menimbulkan pelanggaran atas hak normatif pekerja. Soal upah misalnya. Menurut Kusmawan, pengusaha sering melakukan penangguhan upah minimum dengan alasan kondisi keuangan. Ini, berjalan dari tahun ke tahun tanpa ada itikad baik pengusaha.

”Pemerintah sangat longgar pada penerapan sanksi atas penangguhan upah dan pelanggaran upah,” katanya.

Padahal, menurut Kusmawan, upah minimum adalah jaring pengaman. Yang wajib dibayar penuh oleh perusahaan. Maka, ditegaskan Kusmawan ketika perusahaan melakukan penangguhan maka  perusahaan harus membayar kekurangan atas penangguhannya.

”Kalau hutang, maka kekurangan harus dibayar. Ini sesuai keputusan MK pada 29 September lalu, atas judicial review yang kami ajukan,” jelasnya.

Dikatakan Kusmawan pihaknya akan melakukan pengawalan atas Judicial review atas pasal 90 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Tahun 2017 nanti, menurutnya Serikat Pekerja(SP) akan menganalisa dan melakukan pendataan atas penangguhan upah oleh perusahaan.

”Ketika ada penangguhan, kita akan lihat pelanggaran di situ. Apakah bisa kita bawa ke ranah hukum perdata atau pidana,” ungkapnya.

Data dari DPP SPN, pada tahun 2015 sedikitnya ada 100 pengaduan atas penangguhan yang dilakukan oleh perusahaan. sementara, pada tahun 2016 sedikitnya 47 dari 100 pengaduan terjadi penangguhan upah oleh perusahaan.

Sementara itu, terkait perlindungan jaminan sosial (Jamsos) bagi pekerja, diungkapkan Kusmawan pemerintah masih sangat lemah khususnya pada penegakan hukumnya. Karena, masih banyak perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya pada BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

”Contoh kasus di Cileungsi belum lama ini, ada 150 perusahaan belum mendaftarkan pekerjanya pada BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, dan pemerintah tidak memberikan sanksi tegas. Harusnya, jangan berikan izin operasional kepada mereka,” tegasnya. (nas/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Semalam, Pak Luhut Bicara dengan Jonan dan Archandra Tahar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler