jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan mulai melakukan pembahasan awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Pembahasan tersebut dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan jajaran pimpinan eselon I Kementerian Keuangan.
BACA JUGA: Kabar Baik dari Sri Mulyani soal Utang Indonesia
“Kemarin siang, saya bersama Pak Wamenkeu dan jajaran pimpinan eselon I berdiskusi cukup panjang mengenai topik yang sangat penting, yaitu Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2025,” kata Sri Mulyani dalam akun Instagram resmi @smindrawati, seperti dikutip di Jakarta, Selasa (13/2).
Bendahara negara meminta agar perancangan APBN kali ini makin dipertajam.
BACA JUGA: Menkeu Sri Mulyani Pastikan Bansos yang Dibagikan Jokowi Berasal dari APBN
Sri Mulyani berharap ke depan APBN mampu menjawab berbagai masalah struktural maupun fundamental. Selain itu juga menjawab harapan-harapan dari masyarakat Indonesia.
“APBN akan terus dioptimalkan sebagai instrumen andalan untuk menjawab berbagai tantangan pembangunan Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
KEM-PPKF merupakan dokumen resmi negara yang menjadi acuan penyusunan Nota keuangan dan Rancangan APBN.
Perancangan APBN 2025 menjadi yang terakhir pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sementara pelaksanaan APBN 2025 akan dijalankan oleh pemerintahan berikutnya.
Adapun dalam dokumen KEM-PPKF 2024 (Pemutakhiran), proyeksi asumsi makro untuk tahun 2025 ditetapkan pertumbuhan ekonomi 5,5-6,0 persen, inflasi 1,5-3,5 persen, nilai tukar rupiah Rp 14.900 hingga Rp1 5.300.
Kemudian, tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 Tahun 6,3-7,5 persen, harga minyak mentah USD 70-90 per barel, lifting minyak mentah 606-684 ribu barel per hari, serta lifting gas bumi 1,06-1,15 juta barel setara minyak per hari.
Postur makro fiskal pada 2025 ditetapkan pendapatan negara 12,08-12,77 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), belanja negara 14,21-15,22 persen PDB, keseimbangan primer 0,07 persen hingga minus 0,40 persen PDB, dan defisit 2,13-2,45 persen PDB.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul