Staf Khusus Menteri Kongkalikong

Pelaku Kader Parpol, Atur Proyek Kementerian

Selasa, 13 November 2012 – 06:25 WIB
BEBERKAN MODUS KONGKALIKONG - Sekretaris Kabinet Dipo Alam memberikan keterangan pers soal kongkalikong anggaran, di Gedung Setkab, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Senin (12/11). FOTO : RANDY TRI KURNIAWAN/RM
JAKARTA - Praktik kongkalikong atau permainan anggaran negara tidak hanya terjadi di Senayan. Di internal kementerian, hal itu juga mewabah. Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam mengaku menerima banyak laporan mengenai praktik tidak terpuji tersebut menyusul surat edaran (SE) yang pernah diterbitkannya beberapa waktu lalu.

Edaran yang dimaksud adalah SE 542 tentang pengawalan APBN 2013"2014 untuk mencegah praktik kongkalikong dan SE 592 terkait pembatasan pinjaman luar negeri yang membebani APBN/APBD.

Laporan praktik kongkalikong itu berasal dari PNS dan pegawai, baik di lingkungan kementerian, BUMN, maupun lembaga non-pemerintahan. "Mereka terpanggil untuk bersama-sama mengawal APBN, untuk menghindari mark-up, dan kongkalikong," kata Dipo kemarin (12/11).

Salah satu laporan tersebut adalah praktik kongkalikong staf khusus menteri yang merupakan fungsionaris parpol tertentu. Dia berkomplot dengan anggota DPR.

Dipo mengatakan, surat aduan dari PNS kementerian itu dilengkapi data yang terperinci mengenai sepak terjang kader parpol di kementerian, baik sebagai pejabat struktural maupun staf khusus menteri. "Para kader partai tersebut terlaporkan berbuat tidak terpuji dengan cara mengatur pengadaan barang dan jasa yang nilai proyeknya ratusan miliar rupiah," beber Dipo. Tentu saja, tujuannya memenangkan rekanan tertentu yang dijagokan parpol.

Praktik itu tidak gratis. Dipo mengatakan, sebagai imbalannya, para kader parpol tersebut meminta rekanan yang dimenangkan untuk menyetor sejumlah uang. "Jika pungutan dari semua proyek digabungkan, besarnya dalam setahun bisa mencapai ratusan miliar rupiah," katanya.

Nah, agar praktik itu mulus, kader partai tersebut bekerja sama dengan para pejabat struktural dengan iming-iming posisi strategis yang lebih tinggi. Dipo mengatakan, jika pejabat itu menolak, dia akan dilaporkan ke menteri dan bisa dimutasi. "Peran kader partai tersebut cukup dominan dalam menentukan pergantian atau mutasi jabatan, baik untuk eselon I, II, III, maupun IV," jelasnya.

Menurut Dipo, sejumlah pejabat berintegritas rendah atau takut disingkirkan akan cenderung menuruti keinginan kader partai itu. Situasi di kementerian pun tidak kondusif karena program dan kegiatan diwarnai dengan kepentingan partai.

Dipo mengungkapkan, dalam surat aduan itu juga dilaporkan peran ketua fraksi tertentu dari oknum DPR yang tugasnya menciptakan program serta mengamankan agar alokasi anggaran yang sudah digelembungkan dapat disetujui DPR. Dengan demikian, saat awal perencanaan anggaran sudah ada mark-up oleh pejabat struktural kementerian yang merupakan susupan dari kader partai.

"Ketika anggaran tersebut dibahas di DPR, maka akan diamankan oleh oknum anggota DPR dari fraksi partai tersebut," katanya.

Peran kader partai tersebut juga ada dalam penerbitan izin atau rekomendasi. Hal itu memungkinkan terjadinya jual beli surat izin atau surat rekomendasi. "Peran partai di kementerian yang sedemikian itu berpotensi merugikan keuangan negara," ujar Dipo.

Aduan mark-up atau kongkalikong yang masuk ke presiden dan ditembuskan ke Seskab itu tidak hanya dilakukan kader parpol. Namun, juga staf khusus menteri yang bukan kader partai. Yakni, penggelembungan anggaran antara staf khusus menteri dan calon rekanan pelaksana proyek.

"Dalam beberapa kasus, para staf khusus tersebut memanfaatkan kedekatannya dengan menteri," katanya. Namun, Dipo menolak menyebutkan identitas kementerian yang disebutkan dalam surat aduan itu. Dia hanya mengatakan bahwa salah satu di antara dua kementerian itu dipimpin menteri yang berlatar belakang parpol. "Saya tidak mau menyebut nama orang. Saya kan bukan penegak hukum," kelitnya.

Pria yang pernah menjabat Sekjen Organisasi Negara-Negara Berkembang (D-8) itu hanya mengatakan, laporan yang masuk tersebut merupakan kebangkitan PNS yang disebutnya selama ini termarginalkan oleh parpol. Namun, Dipo tidak perlu mendorong untuk melapor ke aparat hukum. "Kalau memang sudah cukup bukti, itu akan dengan sendirinya (terungkap)," ujarnya.

Laporan dari PNS atau pegawai di kementerian itu, kata Dipo, akan masuk dalam evaluasi kinerja. Namun, dia membantah bahwa hal tersebut akan berujung pada reshuffle kabinet. "Tidak sejauh itu," kata Dipo. (fal/c6/agm)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Tetap Tenang Meski Makin Banyak Penyerang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler