jpnn.com - Sterilkan Lingkar Dalam Presiden dalam Kepentingan memanfaatkan pengaruh untuk mengambil keuntungan uang negara. Ini yang segera harus dilakukan agar kasus surat Stafsus Presiden Jokowi yang pada intinya meminta Camat seluruh Indonesia untuk kerja sama dalam pendampingan relawan desa melalui PT Amartha Mikro Fintek tidak lagi berulang.
Untung saja hal ini cepat terbuka ke publik. Jika tidak dan terus berlanjut maka akan jadi bagian dari cacat tersendiri dalam pemerintahan Jokowi.
BACA JUGA: Laode Ida: Krisis 1998 Tidak Separah Tahun Ini
Kesalahan pertama adalah menggunakan kop Sekretariat Kabinet. Hal ini menjadi preseden buruk dan bagian dari ketelodoran atau indikasi maladministrasi tersendiri.
Kekeliruan kedua, merupakan ekspresi dari keinginan oknum-oknum tertentu yang berada di lingkar dalam istana untuk memanfaatkan pengaruh jabatan dan atau kesan kedekatan dengan orang nomor wahid di negeri ini. Padahal birokrasi seharusnya sudah melangkah jauh ke arah profesionalisme, di mana setiap penanganan proyek ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dan semuanya melalui lelang terbuka.
BACA JUGA: Gegara Corona, Laode Ida: Setop TKA Asal Tiongkok
Saya sendiri, sejak pertengahan 1990-an hingga awal 2000-an, pernah terlibat dalam merancang program-program pemberdayaan masyarakat melalui Ditjen Bangda Depdagri (saat ini Kemendagri), dan terlibat langsung dalam pengerahan tenaga pendamping untuk beberapa program pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
Selain itu, juga terlibat sebagai konsultan untuk pengembangan peran serta masyarakat termasuk melalui pendanaan dari program World Bank. Tetapi semua yang terlibat di dalamnya, termasuk perusahaan-perusahaaan konsultan, terseleksi melalui syarat-syarat yang ketat.
BACA JUGA: Jokowi Didesak Segera Pecat Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda
Tak ada pesanan dari siapa pun. Ini artinya, jika saat ini masih ada oknum yang ada dalam barisan pemerintahan yang bersikap seperti surat dari oknum Stafsus Presiden itu, maka suatu kemunduran yang luar biasa. Istilahnya "zaman sudah secanggih ini kok masih ada kelakuan yang seperti zaman baheula". Apalagi Stafsus itu, konon, masuk kategori milenial. Wah... ini bikin malu generasi ya. Aneh-aneh. Jangan jadi contoh.
Yang dikhawatirkan oleh masyarakat luas atau publik, jangan sampai cara-cara seperti ini sudah jadi kebiasaan yang selama ini terekspos saja di tengah eksistensi masyarakat atau watch dog kian lemah. Tepatnya, nyaris sudah tak ada LSM yang fokus secara khusus untuk pengawasan administrasi keuangan negara, apalagi yang bersifat sektoral.
Ketika saya dan beberapa rekan membentuk FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) di awal era reformasi dan saya mengomandoinya sampai tahun 2004, gerakan LSM masih sangat kuat dan berpengaruh. Namun kini, tak berlebihan kalau dikatakan sudah umumnya meredup.
Sementara pengaruh atau materi adalah sangat dahsyat termasuk melumpuhkan hampir semua elemen idealisme kritis. Apalagi kelompok yang disebut terakhir ini tidak memperoleh topangan pendanaan yang kuat. Maka tidak heran kalau korupsi dan atau pemanfaatan jabatan kemungkinan makin tidak terkontrol.
Hal lain yang dikhawatirkan publik adalah daya kontrol Presiden Jokowi terhadap orang-orang di sekelilingnya. Jokowi boleh jadi orangnya sangat baik, namun orang-orang di sekitarnya yang kemudian memanfaatkannya untuk kepentingan bisnis mereka. Ini akan jadi kian serius di periode kedua beliau.(***)
Penulis adalah Komisioner Ombudsman Republik Indonesia
Redaktur & Reporter : Friederich