jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Bidang Peningkatan Pengusaha Nasional Kementerian Investasi/BKPM, M. Pradana Indraputra menyatakan Indonesia adalah tempat yang tepat untuk investasi hijau.
Hal itu disampaikan dalam acara Indonesia Miner 2024 yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (4/6).
BACA JUGA: BKPM Sudah Tahu Duduk Perkara Isu PHK Besar-besaran di Industri Tekstil, Ternyata
Indonesia Miner 2024 sendiri merupakan konferensi dan pameran bertaraf internasional ini mempertemukan berbagai pelaku usaha di bidang pertambangan, pakar, pengambil kebijakan, serta seluruh rantai nilai industri pertambangan di Indonesia.
Pada kesempatan ini turut hadir pelaku usaha pertambangan terkemuka seperti Tony Wenas selaku Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rachmat Makkasau selaku Presiden Direktur PT Amman Mineral, dan Adriansyah Chaniago selaku Wakil Presiden PT Vale Indonesia.
BACA JUGA: ILUNI UI dan BKPM Resmi Bekerja Sama untuk Kemajuan UMKM
Dalam paparannya, Pradana menjelaskan bahwa Indonesia tengah bergerak menuju ekonomi hijau meskipun masih memiliki beberapa pekerjaan rumah.
Dia menyebutkan saat ini, Indonesia adalah penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ke-8 di dunia.
Namun, dalam 4 tahun terakhir, Indonesia telah melakukan berbagai upaya signifikan untuk mengatasi isu tersebut.
"Kini, tujuan utama Indonesia adalah melakukan transisi energi,” jelas Pradana.
Pradana menyampaikan dengan melakukan industrialisasi, sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dapat melengkapi kebutuhan transisi energi dunia.
Dia menyebutkan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, cadangan timah terbesar ke-2, cadangan bauksit terbesar ke-6, dan cadangan tembaga terbesar ke-7.
Pradana menjelaskan bahwa Indonesia memiliki empat komoditas yang menjadi prioritas utama pemerintah untuk pengembangan industri hilir, yaitu nikel, bauksit, timah, dan tembaga.
“Pelarangan ekspor nikel dan bauksit telah diberlakukan, dan rencananya pelarangan tersebut akan diperluas untuk komoditas timah dan tembaga,” lanjutnya.
Mengenai prospek hilirisasi bauksit, Pradana menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki empat prioritas dalam industri hilir bauksit dan aluminium, yakni panel surya, komponen otomotif, kemasan makanan, serta bahan bangunan.
Sementara total potensi investasi industri hilir bauksit yang telah diperkirakan oleh Kementerian Investasi/BKPM sendiri bernilai sekitar USD 48,89 miliar.
“Mengenai arah kebijakan pemerintah, ada dua strategi yang dapat dilakukan. Pertama adalah pengembangan industri hilir, khususnya bauksit dalam bentuk substitusi impor. Kedua adalah penguatan industri dalam negeri,” jelasnya.
Pasalnya, masih banyak yang menilai bahwa Indonesia tengah mengalami industrialisasi.
“Indonesia kini akan melakukan re-industrialisasi. Hal tersebut menjadi dasar rencana perkembangan ekonomi Indonesia dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan," tutur Pradana.
Tidak hanya, Pradana juga menjelaskan soal re-industrialisasi yang melakukan perubahan dan perbaikan secara holistik dan komprehensif dalam proses industrialisasi untuk mendorong kembali industri manufaktur nasional.
Dia menyebutkan re-industrialisasi dapat mengoptimalkan kembali proses industri, hal ini dapat meningkatkan kapasitas produktif, penciptaan lapangan kerja, inovasi, dan penggunaan sumber daya yang optimal.
Pradana juga menyampaikan Indonesia adalah tempat yang tepat untuk berinvestasi.
Hal ini didasarkan pada kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kepastian pemberian insentif oleh Kementerian Investasi/BKPM untuk industri yang berkontribusi terhadap hilirisasi di Indonesia.
Kementerian Investasi/BKPM akan terus memberikan insentif fiskal dalam bentuk antara lain tax holiday, tax allowance, import duty exemption, dan super tax deduction, kepada industri-industri yang berkontribusi terhadap hilirisasi di Indonesia.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra