jpnn.com, JAKARTA - Kandidat doktor bidang kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Stepi Anriani mengatakan, intelijen dan politik merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Menurut Stepi, politik sebagai cara mendapatkan, merebut, dan mempertahankan kekuasaan.
BACA JUGA: Ogah Jadi Cawapres, Pak Tito Hubungi Prof Mahfud
Sementara itu, intelijen merupakan rangkaian kegiatan yang bisa dilakukan untuk mencapai dan merebut kekuasaan.
Dia menambahkan, politik yang saat ini dirasakan masyarakat tak luput dari hal-hal negatif. Misalnya, hoaks, politik identitas, dan politik uang.
BACA JUGA: Generasi Milenial Makin Paham Arti Penting Asuransi
“Pendekatan intelijen bisa menjadi sebuah tawaran bagi kandidat maupun tim sukses agar tidak melakukan upaya instan dengan money politic maupun hal-hal negatif lainnya,” kata Stepi dalam peluncuran bukunya berjudul Intelijen & Pilkada: Pendekatan Strategis dalam Menghadapi Pemilu, Selasa (3/4).
Peluncuran buku itu juga dihadiri Mahfud MD, Efendi Ghazali, dan Ferry Kurnia Rizkiansyah. Acara itu dimoderatori oleh Hilbram Duram.
BACA JUGA: Nyaris Tanpa Cacat, Mahfud MD Layak Jadi Cawapres Jokowi
Buku setebal 241 halaman itu mengenalkan intelijen sebagai informasi, pengetahuan, kegiatan, organisasi, dan profesi.
Pada bagian lain menceritakan peran intelijen sejak zaman kerajaan hingga milenial.
Stepi menambahkan, medan politik tidak lagi sama pada era milenial karena media sosial berkembang dengan pesat.
Menurut dia, medsos menjadi alat untuk memengaruhi mindset generasi muda.
Saat ini, sambung Stepi, interaksi pengguna medsos bisa mencapai delapan jam per hari.
Cia juga mencontohkan kehebatan medsos pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2017.
“Betapa dahsyatnya kekuatan media sosial hingga bisa memengaruhi perilaku pemilih. Presiden Donald Trump sukses dengan Twitter-nya. Media sosial bukan lagi hanya untuk mengumpulkan sumbangan kampanye seperti era sebelumnya, tetapi juga mobilisasi pemilih mengambang,” jelas Stepi.
Dia menambahkan, fenomena yang sama juga hadir di Indonesia. Penggunaan media sosial sebagai sarana pemasaran politik dan alat kampanye partai terus bermunculan.
Dia juga membeber arti penting generasi milenial yang berjumlah 86 juta atau 48 persen dari populasi pemilih pada Pemilu 2019.
Menurut Stepi, para generasi milenial itu merupakan anak muda dengan nilai kreativitas, kemajuan, dan berpikiran terbuka.
“Untuk mendapatkan simpati pemilih dengan karakteristik ini, parpol tidak bisa berharap pada model pembagian sembako, kaus maupun stiker,” tegas Stepi. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara Ridwan Kamil Pikat Generasi Milenial
Redaktur & Reporter : Ragil