Stok Rompi Antipeluru Tak Sebanding dengan Jumlah Polri

Selasa, 11 April 2017 – 09:56 WIB
Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Serangan terhadap anggota polisi lalu lintas di Tuban tiga hari lalu menunjukkan bahwa anggota polisi rentan dibidik kelompok teroris. Itu adalah kejadian kesekian yang dialami personel Polri.

Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, pos polisi yang rawan serangan teroris berada di daratan Jawa. Mulai DKI, Jabar, Jateng, sampai Jatim. ”Semua pos lantas rawan.” kata Boy, Senin (10/4).

BACA JUGA: GNPF MUI Curiga Ada Kekuatan Terselubung Gerakkan Polri

Perwira tinggi Polri itu mengakui bahwa bukan perkara gampang melengkapi setiap polisi lalu lintas dengan rompi antipeluru. Sebab, jumlah polisi lalu lintas amat banyak.

Untuk itu, tidak semua polisi lalu lintas bakal mendapat rompi antipeluru. Namun, Polri mengupayakan agar kebutuhan tersebut terpenuhi. ”Saya prediksi jumlahnya nggak cukup, (rompi antipeluru) masih terbatas ” ujar Boy.

BACA JUGA: Jeanne Mandagi, Polwan Jenderal Pertama Itu Tutup Usia

Kondisi itu tidak sebanding dengan jumlah polisi lalu lintas yang bertugas. Menurut Boy, waspada adalah bekal paling penting bagi mereka. Meski menjadi sasaran teroris, mereka harus tetap bertugas.

Tidak mungkin, sambung Boy, polisi lalu lintas menanggalkan tanggung jawab karena takut. ”Kalau tidak mau melayani masyarakat karena takut, nggak lucu juga,” tegas mantan Kapolda Banten itu.

BACA JUGA: Mirisssss... Rekrutmen Anggota Polri Sepi Peminat

Apalagi sejak awal sudah ditekankan bahwa menjadi polisi tidak mudah. Banyak risiko yang harus ditanggung setiap polisi. Selain jadi sasaran teroris, banyak risiko lain yang juga harus siap mereka tanggung.

Serangan pos Black Spot Therapy di Tuban adalah aksi teror ke sekian kali yang menyasar polisi. Sebelumnya aksi serupa terjadi di berbagai daerah. Ledakan bom di Jalan M. H. Thamrin, Jakarta awal tahun lalu adalah salah satu contohnya. Menurut Boy, teroris tidak memilih atau memilah polisi. Mereka menyerang secara acak. ”Mereka muter-muter, dapat polisi, tembak,” kata dia. Tapi, bukan berarti tidak ada rencana dalam serangan tersebut.

Enam teroris yang beraksi di Tuban masih masuk kategori amatir. Sehingga serangan yang mereka lakukan tidak efektif. Bahkan malah berujung maut. ”Mereka nggak latihan. Buktinya nembak nggak benar,” ucap Boy.

Namun, Polri tidak menganggap ramah. Sebab, sebelum diberantas sampai akarnya teroris tidak akan berhenti menyerang. Saat ini, polisi jadi target mereka. Untuk itu, Mabes Polri menginstruksikan agar seluruh anggota mereka waspada.

Polda Jabar menjadi salah satu yang cepat tanggap. Sejak Minggu (9/4) mereka memperketat pengaman sejumlah pos polisi. Aparat yang berpatroli pun tidak boleh sendiri. Minimal dua orang. Menurut pengamat terorisme Al Chaidar pun membenarkan bahwa polisi harus lebih waspada. Sebab, teroris di Indonesia semakin brutal. ”Saya kira sudah sangat siaga. Sudah red alert,” ungkapnya.

Karena itu, melengkapi setiap polisi lalu lintas dengan rompi antipeluru menjadi salah satu kebutuhan. ”Sudah sangat mendesak,” ujar Al Chaidar. (byu/syn/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jenderal Tito: Polri akan Belajar dari Rusia


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler