STPMD, ISKA & IPD Gelar Kuliah Umum Tentang Transformasi Desa Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat

Senin, 17 Maret 2025 – 23:41 WIB
Para pembicara saat kualiah umum dan buka bersama bertema “Transformasi Desa Dalam Mewujudkan Kesejahteraan dan Kedaulatan Rakyat” yang digelar oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dan The Indonesian Power for Democracy (IPD) pada Sabtu, 15 Maret 2025. Foto: Dok. Flyer STPMD

jpnn.com, JAKARTA - Program Studi Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dan The Indonesian Power for Democracy (IPD) menyelenggarakan Kuliah Umum dan Buka Puasa Bersama bertopik “Transformasi Desa Dalam Mewujudkan Kesejahteraan dan Kedaulatan Rakyat”.

Kuliah umum berlangsung pada Sabtu, 15 Maret 2025 Pukul 15.00-18.WIB di Ruang M. Soetopo STPMD “APMD” yang dihadiri hampir 200 peserta pegiat desa, aktivis desa, dosen dan mahasiswa.

BACA JUGA: Telkom Kembangkan Kramat di Purbalingga jadi Desa Wisata Berbasis Konservasi

Kuliah umum ini berangkat dari kenyataan bahwa desa telah mengalami transformasi di bawah UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 3 Tahun 2024.

Namun, transformasi tersebut belum sepenuhnya menghantarkan desa ke pintu gerbang kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.

BACA JUGA: Mendes Yandri Berkolaborasi dengan PP Muhammadiyah Kuatkan Ekonomi dan Dakwah di Desa

Terdapat banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat yang mengebiri kedaulatan dan kesejahteraan rakyat seperti kebijakan penggunaan dana desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), Stunting dan sebagainya, yang membuat desa menjadi kurang berwenang dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri.

Kuliah umum ini menghadirkan pidato pembukaan dari Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Dr. Sutoro Eko Yunanto.

BACA JUGA: Kawasaki Z900 & Z900 SE Meluncur di Indonesia, Desain Lebih Agresif, Sebegini Harganya

Sutoro menekankan transformasi kemandirian dan kedaulatan desa.

Lebih lanjut, Sutoro Eko menyampaikan dua cara pandang dalam memandang desa yang saling kontradiksi.

Pertama, cara pandang esensialisme yang memandang desa sebagai situs keaslian bagi negara bangsa-modern.

Sebagai situs keaslian, desa menyimpan dan memberi nilai-nilai yang merupakan tradisi agung untuk memberikan inspirasi dalam pembentukan negara-bangsa.

Menurut dia, esensialisme memandang desa memberi nilai dan kultur yang akan membentuk sikap politik, baik para pemimpin maupun masyarakat dalam memandang dunia maupun memandang negara bangsa modern yang dibentuk.

Selain itu, cara pandang yang kedua adalah modernisme yang memandang desa sebagai situs yang kolot, jadul, kuno, miskin, bodoh dan terbelakang.

Akibatnya desa terus menerus digempur dengan modernisasi dan pembangunan-pembangunan yang diklaim membawa pertumbuhan dan kemajuan bagi desa.

Realitasnya, desa diperkosa, diperalat dan diseret menjadi makin tidak berdaya dan berdaulat atas dirinya sendiri.

Sutoro juga menyampaikan kegagalan negara memberdayakan dan memajukan desa karena birokratisasi dan teknokratisasi yang begitu rigid mengepung desa dengan berbagai macam program lintas sektoral yang membatasi kewenangan pemerintah desa.

Dia mengatakan ketika pemerintah desa gagal menjalankan program, desa dituding tidak punya kapasitas, SDM rendah dan sebagainya,” ujarnya.

“Negara membangun sambil merusak, memajukan sambil melemahkan desa. Inilah yang saya sebut sebagai kontradiksi," katanya.

Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia Luky Agung Yusgiantoro menyampaikan pidato pembukaan dengan materi tentang Kontribusi dan Partisipasi Sarjana Katolik Dalam Memperkuat Kedaulatan dan Kemandirian Desa.

Dalam kesempatan itu, Luky Agung Yusgiantoro diwakilkan oleh Sekjen ISKA Dr. Ch. Arie Sulistiono.

Arie Sulistiono mengatakan desa merupakan pintu gerbang untuk mencapai kedaulatan dan kesejahteraan negara.

Dia mengatakan kalau desa tidak berdaulat dan tidak sejahtera, maka itu juga menjadi ukuran negara.

Negara melalui pemerintah, mesti terus didorong untuk meningkatkan keberpihakan terhadap desa, terutama untuk memperkuat kewenangan dan kemandirian desa.

Oleh karena itu, dia menyambut baik kegiatan kolaborasi bersama STPMD 'APMD' untuk mengupayakan desa yang lebih berdaulat dan bermartabat.

Sebagai bentuk keterlibatan orang Katolik dalam pembangunan negara, kata dia, ISKA berkomitmen memperkuat desa, karena ketika desa kuat negara akan maju dan berkembang.

“Tidak akan ada negara maju dan berkembang kalau desanya belum adil, makmur dan sejahtera," ungkapnya.

Ketua Umum ISKA melalui Sekjen ISKA Dr. Ch. Arie Sulistiono juga menyampaikan ISKA menyetujui kerja sama lanjutan dalam bentuk penerbitan buku Kajian tentang Desa.

Setelah Pidato pembukaan dilanjutkan dengan sesi kuliah umum yang diisi oleh Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A dari Fisipol UGM dengan materi Kedaulatan dan Kesejahteraan Rakyat Untuk Siapa?

Prof Dr. Purwo Santoso mengatakan kita selalu keliru dalam memandang bahwa pembangunan desa seakan-akan merupakan jerih payah pemerintah pusat, tidak dipahami bahwa pembangunan merupakan bagian dari jerih payah rakyat yang diorkestari oleh pemerintah.

Dengan cara pandang ini, kita pun melihat kedaulatan dan kesejahteraan rakyat merupakan jerih payah pemerintah bukan jerih payah rakyat.

Karena kedaulatan dan kesejahteraan dianggap sebagai usaha pemerintah dalam mewujudkannya, maka rakyat sering sekali dijadikan obyek.

Rakyat tidak menjadi berdaulat, karena sering dijadikan proyek pemerintah.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Otonimi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman yang menyampaikan materi tentang Transformasi Desa Menghadapi Perubahan Kebijakan Pemerintah.

Herman mengatakan desa memiliki hak asal-usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Desa perlu berkembang menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menjadi tonggakan negara dalam mengukur keberhasilan,” ujar Herman.

Namun, KPPOD melihat desa masih dijadikan objek bagi pemerintah dalam menyelenggarakan negara.

Ide menghadirkan Koperasi Merah Putih misalnya, justru menempatkan desa sebagai objek yang tidak memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri.

Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Dr. Gregorius Sahdan membawakan materi “Desa Dalam Kepungan Negara”, menyampaikan kita perlu melihat desa dari perspektif rakyat jelata, bukan dari perspektif elite.

Dari perspektif rakyat, kata Goris Sahdan, desa selalu dijadikan anak tiri republik, jadi korban kebijakan pemerintah, dianggap bodoh, tidak mampu dan bahkan disingkirkan dalam proses kebijakan publik.

Sejarah Republik sebenarnya adalah sejarah kontribusi desa. Ada negara karena ada desa.

Namun pemerintah dengan berbagai kebijakannya kerap mengabaikan desa dan menganggap desa tidak memiliki kewenangan.

Lima tahun terakhir pemerintahan Jokowi, desa kerap dijadikan sebagai korban kebijakan kementerian sektoral yang menyedot dan mengambil dana desa. Misalnya kebijakan stunting dari Kementerian Kesehatan, BLT Dana Desa dari Kementerian Sosial, SDGs dari Bappenas, Ketahanan Pangan dari Kementerian Pertanian, Pendidikan Berkualitas dari Kementerian Pendidikan, menyebabkan Musyawarah Desa (MUSDES) hanya sekadar formalitas untuk menyetujui program kementerian sektoral yang telah membagi habis penggunaan dana desa untuk membiayai berbagai program tersebut.

Desa juga tengah dikepung oleh Koperasi Masuk Desa yang rencananya juga diambil dari dana desa.

Oleh karena itu, masalah air bersih, listrik desa, dan sebagainya kerap diabaikan demi memuluskan program kementerian sektoral ini.

Anehnya Menteri Desa melalui Peraturan Penggunaan Dana Desa, memberikan jalan mulus bagi pelaksanaan program kementerian sektoral ini.

Tujuan Kuliah Umum ini adalah meningkatkan partisipasi dan kontribusi multipihak dalam memperkuat kapasitas Desa.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler