Strategi Bung Karno Menjadikan Olahraga sebagai Alat Diplomasi Masih Relevan

Hasto Hadiri Bedah Buku ‘Olahraga, Politik dan Perlawanan Soekarno’ di Sabang

Sabtu, 24 September 2022 – 17:34 WIB
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen DPP PDIP) Hasto Kristiyanto menghadiri bedah buku berjudul “Olahraga, Politik, dan Perlawanan Soekarno” di Sabang, Aceh, Sabtu (24/9). Foto: DPP PDIP.

jpnn.com - SABANG - Pemikiran dan jejak Bung Karno yang menjadikan olahraga sebagai alat diplomasi masih relevan dan aktual dilaksanakan pada masa kini. Hal ini terungkap dalam bedah buku berjudul “Olahraga, Politik, dan Perlawanan Soekarno” di Sabang, Aceh, Sabtu (24/9). 

Bedah buku ini dihadiri langsung oleh dua penulis karya itu, Dr. Abrar dan Dr. Syamsurizal, serta Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen DPP PDIP) Hasto Kristiyanto. 

BACA JUGA: Ketum KONI Pastikan Persiapan PON XXI Aceh-Sumut 2024 Berjalan Sesuai Tahapan

Bedah buku mengenai sisi politik dari ajang olahraga memang senjaga dibahas menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Dalam buku ini dibahas, antara lain, bagaimana ajang olahraga memiliki dimensi politik. Termasuk yang dilakukan Soekarno pada 1960-an melawan kolonialisme dan inperialisme barat. Selain itu, dibahas berbagai contoh aspek politik olahraga di berbagai negara lain di dunia.

BACA JUGA: Gowes di Sabang, Hasto: Jalurnya Luar Biasa, Naik Turun Lumayan Ekstrem dan Menikung

Dr. Abrar mengungkapkan alasannya membuat karya ini, pertama, karena Bung Karno merupakan bapak bangsa dan founding father.  

Kedua, pemikiran Bung Karno bahwa olahraga menjadi salah satu alat diplomasi. 

BACA JUGA: Mural Bung Karno Berjabat Tangan dengan Superhero Menghiasi Flyover Manahan Solo

“Itu masih relevan hingga saat ini. Misalnya, Bung Karno membangun aliansi poitik lewat olahraga, dan ternyata itu langkah betul,” kata Dr. Abrar. 

Dia mencontohkan, saat ini Australia sedang membangun aliansi politik dengan negara tetangganya menggunakan olahraga. Australia rangkul New Zealand, Fiji, Vanuatu. 

“Sekarang Fiji banyak membangun fasilitas olahraga. Dan mungkin ini jadi alasan Vanuatu dan Fiji banyak mengganggu kita di forum PBB,” tambahnya. 

Selain itu, Abrar menilai bahwa ide-ide Bung Karno banyak dibahas dan diingat oleh warga negeri lain. Ironinya, di negeri sendiri tak dihargai. 

“Bung Karno di luar negeri selalu diangkat, tetapi kenapa kita sendiri tak angkat? Makanya itu menjadi salah satu motivasi saya menuliskan buku ini,” imbuh Abrar.

Dr. Syamsurizal mengatakan peran dan kontribusi Bung Karno dalam olahraga, terutama kaitan dengan politik, bisa hilang kalau tak ditelusuri dan dibukukan. “Ini yang kami lakukan,” kata Syamsulrizal.

Hasto Kristiyanto menjelaskan bahwa bagi Bung Karno, olahraga dapat membangun percaya diri bangsa dalam kerangka pembangunan fisik dan mental atau nation and character building

Dia mengatakan revolusi keolahragaan bangsa Indonesia untuk membentuk manusia baru agar bangsa berani melihat dunia dengan pikiran terbuka, berjalan di muka bumi secara tegak dengan kepercayaan diri yang tinggi, serta fisik dan mental yang kuat. 

“Kemudian melandasinya dengan dedikasi yang tinggi, prestasi yang gemilang, berperilaku dan berbudi pekerti yang luhur, terpuji dan terhormat sehingga dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain,” kata Hasto Kristiyanto. 

Dia mengatakan Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, tidak hanya memperhatikan pelaksanaan olahraga. Namun, lanjut dia, juga menganggap olahraga sebagai urusan negara dan menetapkannya sebagai keharusan negara. 

Menurut Hasto, perintah Presiden Soekarno tersebut kemudian dituangkan dalam rencana pembinaan keolahragaan yang dinamai 10 tahun olahraga. 

Selain itu, olahraga bagi Bung Karno merupakan alat pemersatu bangsa, dan antarbangsa terjajah. Menurut Soekarno, olah raga menjadi tolok ukur kekuatan dan kedaulatan suatu bangsa dan negara. 

“Tidak heran apabila Bung Karno menggunakan olahraga sebagai instrumen penerapan sila nasionalisme dan internasionalisme di dalam membebaskan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dari kolonialisme dan imperialisme,” ungkap Hasto.

Sejarah dunia mencatat bahwa Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 1962 di Jakarta dengan menolak kehadiran atlet-atlet dari Israel dan Taiwan. “Itu sebagai bentuk solidaritas atas kemerdekaan bangsa Palestina dan dukungan terhadap Republik Rakyat Tiongkok,” kata Hasto dalam keterangan tertulis. 

Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Nabil Haroen yang akrab disapa Gus Nabil memberi masukan agar diperbanyak dokumen pidato ataupun kebijakan Soekarno di bidang olahraga.  "Saya meyakini banyak pidato Bung Karno yang bisa dimaksukkan ke dalam buku ini dalam edisi revisi," kata Gus Nabil.

Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik ISBI Aceh, Dr. Wildan, buku ini diharapkan jadi literasi di bidang olahraga dan politik.

"Buku yang penting dan menarik. Di dalamnya ada kutipan puisi Muhammad Ali yang inspiratif yang perlu untuk diketahui termasuk oleh kalangan anak muda saat ini," kata Wildan.

Ketua Program S3 Unsyiah Prof. Rusli Yusuf menyebut dimensi olahraga dan politik selayaknya bisa dilaksanakan dengan baik dan bisa pula diprediksi. "Sering kali kita menafikan politik. Namun, sejatinya politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan," kata Prof. Rusli. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler