Stroke Pendarahan Makin Ngetren

Rabu, 29 Oktober 2014 – 22:41 WIB

STROKE dibagi menjadi dua. Yaitu, stroke penyumbatan dan stroke pendarahan. Sebelumnya, yang sering terjadi adalah kasus stroke penyumbatan. Biasanya stroke itu menjadi komplikasi penyakit diabetes atau hipertensi. Namun, makin lama, kasus stroke pendarahan menunjukkan peningkatan pesat. 

Pada 2012 RSUD dr Soetomo hanya menerima tiga pasien stroke pendarahan per minggu. Namun, saat ini 2-3 pasien bisa diterima dalam sehari. Hal tersebut diungkapkan spesialis bedah saraf RSUD dr Soetomo dr Asra Al Fauzy SpBS. Menurut dia, angka kejadian stroke pendarahan kini mencapai 15-20 persen dari seluruh jenis stroke. ''Tapi, tidak semua stroke pendarahan memerlukan operasi. Dalam seminggu ada 2-3 kasus saja yang operasi,'' ucap Asra.

Meski begitu, kondisi pasien stroke pendarahan yang mendatangi tenaga medis biasanya lebih parah daripada stroke penyumbatan. Banyak pasien yang datang dalam keadaan koma seperti kasus Christine Wiguna. Di sisi lain, Asra menilai peningkatan kasus itu terdeteksi karena semakin canggihnya teknologi diagnostik. Mulai magnetic resonance angiogram (MRA), computed tomographic angiography (CTA), hingga katerisasi otak yang bisa diakses dengan mudah di kota-kota besar seperti Surabaya.

Menurut Asra, kasus stroke pendarahan biasanya mempunyai pola. Untuk orang yang usianya matang (45 tahun ke atas), biasanya stroke pendarahan terjadi karena hipertensi. Pembuluh darah terkikis sehingga menjadi tipis seiring tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Lalu bocor dan pecah. Namun, stroke pendarahan pada anak muda biasa terjadi karena kelainan pembuluh darah. Dua kelainan yang paling sering adalah aneurisma dan arteriovenous malformation (AVM). 

Aneurisma otak adalah timbulnya bentukan seperti balon di dinding pembuluh darah dengan dinding yang lemah sehingga mudah pecah. Sementara itu, AVM otak sering dikenal dengan varises otak. Maksudnya, terjadi anyaman pembuluh darah abnormal dengan dinding yang mudah pecah antara pembuluh darah arteri dan vena. ''Dari kedua kasus ini, sebenarnya yang sering terjadi adalah aneurisma karena manifestasinya lebih sering pecah,'' jelas pria yang juga menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Unair tersebut.

Pada kasus Gayatri Wailissa, Asra menduga gadis genius itu mengalami stroke pendarahan. Namun, untuk memastikan jenisnya, apakah aneurisma atau AVM, diperlukan proses diagnostik lebih lanjut. Asra pernah menangani pasien AVM paling muda berusia 13 tahun. Yang membuat kasus itu memprihatinkan adalah aneurisma dan AVM tidak mempunyai gejala yang khas. Sakit kepala yang sering dikeluhkan juga tidak khas. Banyak penderitanya yang datang dalam keadaan terlambat, pembuluh darah sudah pecah hingga pasien sudah koma.

Karena itu, Asra sangat menyarankan deteksi dini. Khususnya bagi yang orang tuanya pernah mengalami stroke atau ada keluarga yang mempunyai kelainan pembuluh darah. Usia 18 tahun ke atas sudah bisa mendeteksi dini dengan menggunakan MRI tanpa kontras. Bila diketahui ada kelainan pembuluh darah, bisa dilakukan penyembuhan dengan teknik minimally invasive surgery atau teknik kateterisasi otak.

Sejauh ini, yang bisa dilakukan untuk mencegah stroke perdarahan adalah meminimalkan faktor risiko. Salah satunya hipertensi. Yang sudah hipertensi mesti menyadari pentingnya konsistensi minum obat. ''Dosis obat yang tepat penting untuk efektivitas penyembuhan,'' ucap dokter yang pernah menjalani pendidikan di Brain & Stroke Center Aizawa Hospital Jepang tersebut. (ina/c7/ayi)
 

BACA JUGA: Jalan Kaki dapat Sembuhkan Risiko Duduk Berkepanjangan

BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas, Obat Jerawat juga Punya Efek Samping yang Berbahaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler